Ekonomi Tak Stabil, Glodok Lesu
A
A
A
JAKARTA - Tidak stabilnya jual beli rupiah terhadap mata uang asing (USD), membuat penjualan sejumlah penjualan barang elektronik mengalami kelesuan. Tak jarang akibat hal ini membuat sejumlah pedagang elektronik menjadi gulung tikar.
Ditemui di kawasan penjualan elektronik Glodok, Kelurahan Glodok, Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat, Rabu (6/5/3015). Sejumlah pedagang mengakui kelesuan barang jualan telah terjadi beberapa bulan lalu.
Erwin (28) pedagang elektronik televisi, mengaku sejak awal tahun ini omset dagangannya mulai menurun. Selain disebabkan karena harga dolar yang tak stabil, kata Erwin, pembangunan Sentra Harco (masih di kawasan glodok) dan tertundanya gaji PNS juga menjadi penyebab lain barang dagangannya jarang dibeli.
"Yah sekarang mah pasrah aja lah mas, beruntung kita masih bisa dagang, teman kita sudah banyak yang tutup mas," ujar Erwin, kemarin. Meski mengaku telah memiliki empat cabang dengan penjualan yang sama, namun untuk tiap bulannya, Erwin mengaku cukup sulit untuk menutup ongkos produksinya.
Sebelum naik turunnya dolar, Erwin pun mengaku setiap harin dirinya mampu menjual hingga belasan dan puluhan televisi. Tak ayal, keuntungan hingga belasan bahkan puluhan juta dapat ia raup. Namun menjelang awal tahun ini, satu dua unit televisi terjual dalam sehari sangat disukuri.
"Tanda-tanda kelesuan sudah ada mas dari akhir Desember. Puncaknya pas Maret-April kemarin," jelas Erwin.
Senada, Nugraha,(21) penjaga toko laptop, notebook, hingga speaker mengatakan demikian. Lesunya penjualan kali ini kerap dikeluhkan olehnya dan pemilik toko yang terletak di lantai A1 glodok ini.
"Namanya bos pasti lah ngeluh mas kondisi gini. Kalo saya hitung penurun jualan bisa capai 30%," jelas Nugraha.
Masih di kawasan yang sama, Merry (32) penjual handphone, mengaku cukup bingung dengan tidak stabilnya harga dolar. Upayanya menyetok barang, banyak terlalu beresiko karena kenaikan harga dolar tak bisa diprediksi.
Wanita yang telah delapan tahun berjualan di glodok ini mengaku, berdasarkan perhitungannya, lesunya harga dolar mengakibatkan kerugian hingga mencapai 50%. "Survive kita hanya pada penjualan pulsa. Kalo ngandalin dari aksesoris atau handphone sulit nutup sewa toko bang," tutup Merry.
Ditemui di kawasan penjualan elektronik Glodok, Kelurahan Glodok, Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat, Rabu (6/5/3015). Sejumlah pedagang mengakui kelesuan barang jualan telah terjadi beberapa bulan lalu.
Erwin (28) pedagang elektronik televisi, mengaku sejak awal tahun ini omset dagangannya mulai menurun. Selain disebabkan karena harga dolar yang tak stabil, kata Erwin, pembangunan Sentra Harco (masih di kawasan glodok) dan tertundanya gaji PNS juga menjadi penyebab lain barang dagangannya jarang dibeli.
"Yah sekarang mah pasrah aja lah mas, beruntung kita masih bisa dagang, teman kita sudah banyak yang tutup mas," ujar Erwin, kemarin. Meski mengaku telah memiliki empat cabang dengan penjualan yang sama, namun untuk tiap bulannya, Erwin mengaku cukup sulit untuk menutup ongkos produksinya.
Sebelum naik turunnya dolar, Erwin pun mengaku setiap harin dirinya mampu menjual hingga belasan dan puluhan televisi. Tak ayal, keuntungan hingga belasan bahkan puluhan juta dapat ia raup. Namun menjelang awal tahun ini, satu dua unit televisi terjual dalam sehari sangat disukuri.
"Tanda-tanda kelesuan sudah ada mas dari akhir Desember. Puncaknya pas Maret-April kemarin," jelas Erwin.
Senada, Nugraha,(21) penjaga toko laptop, notebook, hingga speaker mengatakan demikian. Lesunya penjualan kali ini kerap dikeluhkan olehnya dan pemilik toko yang terletak di lantai A1 glodok ini.
"Namanya bos pasti lah ngeluh mas kondisi gini. Kalo saya hitung penurun jualan bisa capai 30%," jelas Nugraha.
Masih di kawasan yang sama, Merry (32) penjual handphone, mengaku cukup bingung dengan tidak stabilnya harga dolar. Upayanya menyetok barang, banyak terlalu beresiko karena kenaikan harga dolar tak bisa diprediksi.
Wanita yang telah delapan tahun berjualan di glodok ini mengaku, berdasarkan perhitungannya, lesunya harga dolar mengakibatkan kerugian hingga mencapai 50%. "Survive kita hanya pada penjualan pulsa. Kalo ngandalin dari aksesoris atau handphone sulit nutup sewa toko bang," tutup Merry.
(dyt)