Strategi Fujitsu Hadapi Pelemahan Rupiah
A
A
A
JAKARTA - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) hingga tembus di atas Rp13.000 per USD, menjadi masalah berat bagi produsen elektronik di Tanah Air. Untuk mengatasi masalah itu, Fujitsu Indonesia sudah menyiapkan strategi khusus.
Managing Director Fujitsu Indonesia, Achmad S Sofwan mengungkapkan strategi pertama adalah meminta harga spesial. "Prinsip sistem pabrik scanner kami di Indonesia, bagaimana kita bisa mendapatkan harga yang lebih kompetitif supaya mengatasi pelemahan rupiah," ujarnya, Rabu (18/3/2015).
Dia menuturkan, perusahaan sebenarnya ada pabrik di Eropa. "Problem paling utama kita adalah kelemahan pada USD, tapi kalau Anda lihat euro juga kan melemah juga, terakhir kemarin 1,04 euro," katanya.
Achmad menuturkan, nilai mata uang euro waktu itu tertinggi di 1,2-1,35 euro. Sekarang 1,04 euro dalam beberapa bulan ini, dan juga memprediksi euro sama dengan dolar. "Jadi, kalau pabrik kita di Eropa sebenarnya tidak terlalu banyak ngaruh juga sih, karena euro juga melemah terhadap USD," bebernya.
Kedua, lanjut dia, perusahaan tidak hanya mengandalkan produk. "Nah, kalau di servis ini kebanyakan cost kita cost rupiah. Karena kan separuh dari karyawan kita di Indonesia. Kita punya 250 karyawan, itu separuhnya adalah di bagian suplier development," terangnya.
"Jadi, servis di situ kebanyakan cost-nya adalah rupiah. Sehingga mengurangi dampak pelemahan rupiah dan karena kita jual rupiah," tandasnya.
(Baca: Harga Produk Elektronik Ancang-ancang Naik)
Managing Director Fujitsu Indonesia, Achmad S Sofwan mengungkapkan strategi pertama adalah meminta harga spesial. "Prinsip sistem pabrik scanner kami di Indonesia, bagaimana kita bisa mendapatkan harga yang lebih kompetitif supaya mengatasi pelemahan rupiah," ujarnya, Rabu (18/3/2015).
Dia menuturkan, perusahaan sebenarnya ada pabrik di Eropa. "Problem paling utama kita adalah kelemahan pada USD, tapi kalau Anda lihat euro juga kan melemah juga, terakhir kemarin 1,04 euro," katanya.
Achmad menuturkan, nilai mata uang euro waktu itu tertinggi di 1,2-1,35 euro. Sekarang 1,04 euro dalam beberapa bulan ini, dan juga memprediksi euro sama dengan dolar. "Jadi, kalau pabrik kita di Eropa sebenarnya tidak terlalu banyak ngaruh juga sih, karena euro juga melemah terhadap USD," bebernya.
Kedua, lanjut dia, perusahaan tidak hanya mengandalkan produk. "Nah, kalau di servis ini kebanyakan cost kita cost rupiah. Karena kan separuh dari karyawan kita di Indonesia. Kita punya 250 karyawan, itu separuhnya adalah di bagian suplier development," terangnya.
"Jadi, servis di situ kebanyakan cost-nya adalah rupiah. Sehingga mengurangi dampak pelemahan rupiah dan karena kita jual rupiah," tandasnya.
(Baca: Harga Produk Elektronik Ancang-ancang Naik)
(dmd)