Mastel Berharap Kasus IM2 Ditinjau Ulang
A
A
A
JAKARTA - Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) mengapresiasi langkah Jaksa Agung HM Prasetyo yang bersikap hati-hati dalam menyelesaikan masalah PT Indosat Mega Media (IM2) karena adanya dua putusan yang berbeda dari Mahkamah Agung (MA). Mastel bahkan berharap pembebasan mantan direktur IM2, Indar Atmanto segera direalisasikan.
"Kita selalu berharap demikian meski pernyataan Jaksa Agung belum dapat kita jadikan indikasi bahwa pak indar akan segera di bebaskan. Paling tidak akan ada proses pengkajian kembali dari Jaksa Agung dalam kasus ini salah satunya dengan meninjau ulang perkara kerjasama Indosat - IM2," kata Direktur Eksekutif Mastel Eddy Thoyib, saat dihubungi wartawan, Rabu (17/12/2014).
Pasalnya kasus yang diduga kriminalisasi itu masih menimbulkan perdebatan dan adanya kejanggalan serta menimbulkan keraguan khalayak. Meskipun mantan Dirut IM2 Indar Atmanto telah dijebloskan Kejaksaan ke LP Sukamiskin. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan mengajukan PK ke MA.
“Justru yang harus kita dorong adalah bagaimana agar salinan keputusan di MA atas kasus Pak Indar ini dapat segera kita terima. Pasalnya, PK hanya dapat kita proses jika salinan keputusan tersebut telah kita terima,” ujarnya .
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla kembali menegaskan bahwa tidak ada peraturan yang dilanggar dalam kerja sama antara Indosat-IM2 pada penyelenggaraan 3G di frekuensi 2.1 GHz, karena telah sesuai dengan aturan dan Undang-Undang Telekomunikasi.
"Kasus itu akan dianggap salah kalau melanggar aturan. Kalau yang membuat aturan mengatakan tidak salah, ya tidak ada yang salah," kata JK.
Jusuf Kalla mengatakan, masalah yang kini terjadi di IM2 seharusnya tidak perlu terjadi, jika regulator sudah menyatakan tidak ada kesalahan, maka hasilnya tidak ada kesalahan.
"Saya kira ini hanya masalah penafsiran hukum saja. Saya yakin tidak ada maksud Indosat untuk melanggar hukum. IM2 kan anak perusahaan, hanya pisah entitas. Saya yakin tidak ada maksud macam-macam untuk melakukan perbuatan melanggar hukum," tutur JK.
Wakil Ketua DPR RI sekaligus Anggota komisi III Bidang Hukum DPR RI, Fahri Hamzah, meminta agar Kejaksaan Agung menunggu kejelasan hukum atas dua putusan kasasi yang berbeda dari Mahkamah Agung. Kejaksaan harus menghormati keputusan kasasi Nomor 263 K/TUN/2014 tertanggal 21 Juli 2014, yang isinya menolak kasasi yang diajukan Deputi Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Bidang Investigasi atas putusan PTUN perkara IM2.
Dalam putusan PTUN di tingkat pertama dan banding, PTUN memutuskan hasil perhitungan BPKP bahwa ada kerugian negara Rp 1,3 triliun dalam perkara IM2, adalah tidak sah. Dengan penolakan kasasi BPKP oleh MA atas putusan PTUN, maka perhitungan kerugian negara di kasus IM2 versi BPKP tidak sah dan tidak memiliki dasar hukum.
“Saya tidak tahu kenapa Kejaksaan ngotot untuk menyita aset IM2 – Indosat, padahal kan dari putusan PTUN soal penghitungan BPKP sudah dibatalkan, jadi dasar hukum penyitaan itu apa?” ujar Fahri.
Menurut Fahri, Kejaksaan harus menghormati putusan PTUN perihal tidak ada kerugian negara di kasus IM2. Hal itu sesuai dengan Pasal 72 ayat 1 dan pasal 81 ayat 2 UU tentang Administrasi Pemerintahan, bahwa badan dan/atau pejabat pemerintahan wajib melaksanakan keputusan yang telah dinyatakan tidak sah atau dibatalkan oleh pengadilan. Apabilla ketentuan tersebut tidak dilaksanakan, maka badan dan/atau pejabat pemerintahan akan dikenakan sanksi administratif.
Hal tersebut juga tertuang dalam Surat Edaran. Nomor 07 tahun 2014 tentang Pelaksanaan putusan Peradilan Tata Usaha Negara yang termasuk ditembuskan kepada Jaksa agung.
Anggota Komisi I DPR RI dari raksi Partai Golkar Meutya Hafidz juga meminta agar Kejaksaan Agung menunggu kejelasan hukum atas dua putusan kasasi yang berbeda dari Mahkamah Agung. “Ini demi kepastian hukum, dan demi iklim investasi khususnya di bidang telekomunikasi yang kondusif,” ujar Meutya.
“Kejaksaan Agung sebaiknya bersabar, kasus ini juga sudah masuk dalam RDPU Komisi I dengan Mastel, dan saat ini sedang kita pelajari juga,” ungkap Meutya.
"Kita selalu berharap demikian meski pernyataan Jaksa Agung belum dapat kita jadikan indikasi bahwa pak indar akan segera di bebaskan. Paling tidak akan ada proses pengkajian kembali dari Jaksa Agung dalam kasus ini salah satunya dengan meninjau ulang perkara kerjasama Indosat - IM2," kata Direktur Eksekutif Mastel Eddy Thoyib, saat dihubungi wartawan, Rabu (17/12/2014).
Pasalnya kasus yang diduga kriminalisasi itu masih menimbulkan perdebatan dan adanya kejanggalan serta menimbulkan keraguan khalayak. Meskipun mantan Dirut IM2 Indar Atmanto telah dijebloskan Kejaksaan ke LP Sukamiskin. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan mengajukan PK ke MA.
“Justru yang harus kita dorong adalah bagaimana agar salinan keputusan di MA atas kasus Pak Indar ini dapat segera kita terima. Pasalnya, PK hanya dapat kita proses jika salinan keputusan tersebut telah kita terima,” ujarnya .
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla kembali menegaskan bahwa tidak ada peraturan yang dilanggar dalam kerja sama antara Indosat-IM2 pada penyelenggaraan 3G di frekuensi 2.1 GHz, karena telah sesuai dengan aturan dan Undang-Undang Telekomunikasi.
"Kasus itu akan dianggap salah kalau melanggar aturan. Kalau yang membuat aturan mengatakan tidak salah, ya tidak ada yang salah," kata JK.
Jusuf Kalla mengatakan, masalah yang kini terjadi di IM2 seharusnya tidak perlu terjadi, jika regulator sudah menyatakan tidak ada kesalahan, maka hasilnya tidak ada kesalahan.
"Saya kira ini hanya masalah penafsiran hukum saja. Saya yakin tidak ada maksud Indosat untuk melanggar hukum. IM2 kan anak perusahaan, hanya pisah entitas. Saya yakin tidak ada maksud macam-macam untuk melakukan perbuatan melanggar hukum," tutur JK.
Wakil Ketua DPR RI sekaligus Anggota komisi III Bidang Hukum DPR RI, Fahri Hamzah, meminta agar Kejaksaan Agung menunggu kejelasan hukum atas dua putusan kasasi yang berbeda dari Mahkamah Agung. Kejaksaan harus menghormati keputusan kasasi Nomor 263 K/TUN/2014 tertanggal 21 Juli 2014, yang isinya menolak kasasi yang diajukan Deputi Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Bidang Investigasi atas putusan PTUN perkara IM2.
Dalam putusan PTUN di tingkat pertama dan banding, PTUN memutuskan hasil perhitungan BPKP bahwa ada kerugian negara Rp 1,3 triliun dalam perkara IM2, adalah tidak sah. Dengan penolakan kasasi BPKP oleh MA atas putusan PTUN, maka perhitungan kerugian negara di kasus IM2 versi BPKP tidak sah dan tidak memiliki dasar hukum.
“Saya tidak tahu kenapa Kejaksaan ngotot untuk menyita aset IM2 – Indosat, padahal kan dari putusan PTUN soal penghitungan BPKP sudah dibatalkan, jadi dasar hukum penyitaan itu apa?” ujar Fahri.
Menurut Fahri, Kejaksaan harus menghormati putusan PTUN perihal tidak ada kerugian negara di kasus IM2. Hal itu sesuai dengan Pasal 72 ayat 1 dan pasal 81 ayat 2 UU tentang Administrasi Pemerintahan, bahwa badan dan/atau pejabat pemerintahan wajib melaksanakan keputusan yang telah dinyatakan tidak sah atau dibatalkan oleh pengadilan. Apabilla ketentuan tersebut tidak dilaksanakan, maka badan dan/atau pejabat pemerintahan akan dikenakan sanksi administratif.
Hal tersebut juga tertuang dalam Surat Edaran. Nomor 07 tahun 2014 tentang Pelaksanaan putusan Peradilan Tata Usaha Negara yang termasuk ditembuskan kepada Jaksa agung.
Anggota Komisi I DPR RI dari raksi Partai Golkar Meutya Hafidz juga meminta agar Kejaksaan Agung menunggu kejelasan hukum atas dua putusan kasasi yang berbeda dari Mahkamah Agung. “Ini demi kepastian hukum, dan demi iklim investasi khususnya di bidang telekomunikasi yang kondusif,” ujar Meutya.
“Kejaksaan Agung sebaiknya bersabar, kasus ini juga sudah masuk dalam RDPU Komisi I dengan Mastel, dan saat ini sedang kita pelajari juga,” ungkap Meutya.
(izz)