Data Digital di Indonesia 43% Belum Diproteksi
A
A
A
JAKARTA - Hasil riset dari International Data Corporation (IDC) bersama PT EMC Information Systems menunjukkan 43% atau 36,12 exabyte dari 84 exabyte total data jagat digital di Indonesia 2014 belum diproteksi.
Saat ini, yang diproteksi hanya 47%. Kondisi tersebut akan berdampak terhadap kenaikan risiko keamanan industri di Indonesia.
Country Manager PT EMC, Adi Rusli mengatakan, data yang belum diproteksi tersebut merupakan data-data penting dalam sektor finansial, perbankan, hingga data pemerintah. Hal ini berkaitan dengan banyak masalah termasuk fundamental berbagai sektor industri di Indonesia.
Dia menuturkan, perlu ada peningkatan terhadap keamanan data perusahaan swasta. "Sedang pemerintah masih perlu memperhatikan beberapa hal sebelum mengorganisasi keamanan data negara, seperti sinergi antara data dari masing-masing kementerian.
Terkait besaran jagad digital, Adi memaparkan, hasil riset diprediksi naik hampir delapan kali lipat menjadi 656 exabyte pada 2020. Sementara di dunia, diprediksi meningkat 10 kali lipat dari 4,4 zetabyte (4,4 triliun terabyte) pada 2013 menjadi 44 zetabyte di tahun 2020.
"Sebenarnya pada 2013 secara global hanya 22% dari informasi jagat digital yang dapat dianggap sebagai data berguna. Namun, diantara data tersebut,kurang dari 5% yang dapat dianalisis secara sempurna. Sementara sisanya menjadi dark metter alias data hilang," ungkapnya.
Pada 2020 mendatang, diprediksi data berguna akan tumbuh menjadi 35%. Namun, hal ini tetap bergantung pada pertumbuhan bisnis dan industri sebagai penggunan data tersebut.
"Fenomena ini tentu akan menimbulkan inovasi revolusioner bagaimana berinteraksi dengan pelanggan, mempersingkat siklus pertumbuhan bisnis, menekan biaya operasional, dan mendorong peluang bisnis dengan nilai triliunan dolar AS (USD)," tandasnya.
Saat ini, yang diproteksi hanya 47%. Kondisi tersebut akan berdampak terhadap kenaikan risiko keamanan industri di Indonesia.
Country Manager PT EMC, Adi Rusli mengatakan, data yang belum diproteksi tersebut merupakan data-data penting dalam sektor finansial, perbankan, hingga data pemerintah. Hal ini berkaitan dengan banyak masalah termasuk fundamental berbagai sektor industri di Indonesia.
Dia menuturkan, perlu ada peningkatan terhadap keamanan data perusahaan swasta. "Sedang pemerintah masih perlu memperhatikan beberapa hal sebelum mengorganisasi keamanan data negara, seperti sinergi antara data dari masing-masing kementerian.
Terkait besaran jagad digital, Adi memaparkan, hasil riset diprediksi naik hampir delapan kali lipat menjadi 656 exabyte pada 2020. Sementara di dunia, diprediksi meningkat 10 kali lipat dari 4,4 zetabyte (4,4 triliun terabyte) pada 2013 menjadi 44 zetabyte di tahun 2020.
"Sebenarnya pada 2013 secara global hanya 22% dari informasi jagat digital yang dapat dianggap sebagai data berguna. Namun, diantara data tersebut,kurang dari 5% yang dapat dianalisis secara sempurna. Sementara sisanya menjadi dark metter alias data hilang," ungkapnya.
Pada 2020 mendatang, diprediksi data berguna akan tumbuh menjadi 35%. Namun, hal ini tetap bergantung pada pertumbuhan bisnis dan industri sebagai penggunan data tersebut.
"Fenomena ini tentu akan menimbulkan inovasi revolusioner bagaimana berinteraksi dengan pelanggan, mempersingkat siklus pertumbuhan bisnis, menekan biaya operasional, dan mendorong peluang bisnis dengan nilai triliunan dolar AS (USD)," tandasnya.
(dmd)