Implementasi Tol Langit Belum Optimal, Karena Institusi Terkait Belum Sepaham

Kamis, 12 Maret 2020 - 19:00 WIB
Implementasi Tol Langit Belum Optimal, Karena Institusi Terkait Belum Sepaham
Implementasi Tol Langit Belum Optimal, Karena Institusi Terkait Belum Sepaham
A A A
JAKARTA - Proyek Palapa Ring yang telah dirampungkan pemerintah pada Oktober 2019 lalu, digadang belum dapat menyelesaikan permasalahan merdeka sinyal di Indonesia.

Implementasinya dianggap belum efektif dan efisien, karena masih dihadapi sejumlah kendala. Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) bentukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), yang bertugas mengelola dana Universal Service Obligation (USO), menyatakan dana yang dikelolanya masih sangat kurang.

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, USO merupakan wilayah yang secara ekonomis dinilai kurang menguntungkan. Padahal, Palapa Ring harus menjangkau wilayah tersebut.

Maka dari itu, untuk pendanaannya, dijalankan sistem gotong royong dengan iuran dana 1,25% gross revenue dari semua penyelenggara telekomunikasi, termasuk jaringan dan jasa.

Dengan pernyataan Bakti, tentu menimbulkan kekhawatiran dari penyelenggara telekomunikasi, karena kesehatan industri sedang dalam tekanan. Jika iuran USO dinaikkan, tentu akan sangat membebani industri.

Agar tidak membebani industri, pemerintah diharapkan dapat menyokong bantuan dalam implementasi Tol Langit. Menurut Bobby Rizaldi, anggota Komisi I DPR RI, untuk mengoptimalkan Palapa Ring harus ada pandangan yang sama antara institusi.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai pengatur uang negara, belum juga memastikan bantuan itu. “Kalau iya (dibantu dana), jalan. Kalau tidak, suruh Bakti cari solusi lain. Kalau Bakti cari pembiayaan alternatif, tapi belum ada kepastian dari Kemenkeu,” jelas Bobby, dalam diskusi mengenai Tol Langit, di kawasan Menteng Jakarta, Kamis (12/3/2020).

Di sisi lain, Alamsyah Saragih, anggota Ombudsman RI, mengatakan, dalam hal ini Bakti tidak boleh menjadi regulator atau pun pemain. Untuk itu, pihaknya berencana melakukan institusional review kepada Bakti.

Lebih lanjut, Alamsyah memaparkan, ada 27 ribu desa di Indonesia yang masuk ke dalam kawasan hutan. Kawasan tersebutlah yang seharusnya dijangkau oleh Palapa Ring. “Kawasan hutan Itu menjadi bagian kontrak dari Bakti dan operator. Kalau tidak (di-review), nanti semua masuk menjadi komersil,” kata Alamsyah, di tempat yang sama.

Peninjauan ulang juga termasuk ke dalam pencarian dana yang akan dilakukan oleh Bakti. Bagi Ombudsman, kebijakan jangan menjadi over investment. “Sekarang industri telekomunikasi sudah masuk investasi, jadi saling membunuh,” imbuh Alamsyah.

Selaras dengan Alamsyah, Riant Nugroho, pengamat kebijakan publik menyarankan, Bakti hanya bertugas sebagai inisiator, bukan menjadi operator. Sebab, Bakti bagian dari regulator di bawah Kominfo.

“Dari awal desain (pembentukan) Bakti sudah salah. Karena dari awal (salah), praktiknya (juga) salah, dan ada potensi korupsi dari Bakti,” ujar Riant.
(wbs)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6086 seconds (0.1#10.140)