Disrupsi Teknologi Dituding Jadi Biang Keladi PHK Indosat Ooredoo
A
A
A
JAKARTA - Kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) ratusan karyawan yang dilakukan manajemen Indosat Ooredoo tengah ramai diperbincangkan. Hal ini disinyalir sebagai dampak dari perkembangan teknologi yang pesat belakangan ini.
"Perkembangan teknologi yang mendisrupsi, khususnya dalam bisnis telekomunikasi, tak bisa dihindari. Pendapatan operator telekomunikasi secara nyata kian tergerus," kata Heru Sutadi, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute saat dimintai pendapatnya terkait dampak dari persainan di industri telekomunikasi belakangan ini, Senin (17/2/2020). (Baca juga: Indosat PHK Ratusan Karyawan, Ekonom Sebut Ada Persaingan Tak Sehat )
Hberu menjelaskan, bisnis legacy voice dan SMS tak lagi bisa diandalkan dan secara perlahan atau cepat digantikan layanan teknologi digital baru over the top(OTT). Disrupsi teknologi mengubah banyak hal, dari soal bisnis, kompetisi, adopsi dan inovasi teknologi, dan perubahan organisasi.
Disrupsi teknologi yang tak bisa dihindari membutuhkan kesiapan operator telekomunikasi dalam melakukan transformasi digital, termasuk mendisrupsi organisasinya sendiri. Diperlukan visi, misi, strategi dan kepemimpinan, serta inovasi dan adopsi teknologi serta transformasi organisasi agar dapat tetap bertahan di tengah perubahan teknologi yang mendisrupsi segala sektor.
"Transformasi organisasi membutuhkan perubahan budaya digital, pekerja yang mengerti dan mampu mengikuti perubahan revolusi digital yang sedang terjadi serta tentunya efisien sesuai dengan ukuran besaran perusahaan dan pelanggannya," tutur Heru.
Dari kajian yang dilakukan, sambung dia, para penyelenggara telekomunikasi nampaknya perlu terus bergerak menghadapi dan melakukan transformasi digital yang bergerak cepat ini. Meskipun mereka telah memiliki visi, misi dan strategi dengan caranya masing-masing.
Dia mencontohkan Telkom dengan visi menjadi digital telecommunication companymelalui transformdan digitize. Telkom juga mengedepankan apa yang disebut dengan Digital NOW. Selain itu, inovasi dan adopsi baru juga dimanfaatkan BUMN telekomunikasi itu, seperti digital education, mobile banking maupun internet of things. "Budaya digital juga dikembangkan untuk mentransformasi organisasi," imbuhnya.
Sementara XL Axiata, ungkap Heru, siap dengan visi, misi, dan strategi yang disebut dengan 3R (Revamp, Rise dan Reinvent), mengadopsi teknologi baru, dan inovasi. Namun nampaknya masih memerlukan strategi yang berbeda agar tetap sustaindi tengah kompetisi yang kian ketat dalam memberikan layanan pada masyarakat dan perubahan yang disebabkan disrupsi teknologi.
Untuk Indosat Ooredoo, cetus dia, adopsi teknologi dan inovasi baru telah diimplementasikan. Ini terlihat juga bagaimana Indosat Ooredoo telah juga melakukan transformasi di mana terlihat visi, misi dan strategi serta kepemimpinan yang fokus dalam melakukan transformasi digital. Hanya diperlukan transformasi organisasi lantaran terihat bahwa rasio efisiensi perusahaan yang masih tinggi, sehingga membutuhkan transformasi dalam waktu cepat agar perusahaan efisien dan lincah dalam menghadapi revolusi teknologi digital.
"Kalau dilihat dari rasio efisiensi, perbandingan antara jumlah pelanggan dan karyawan, rasio Indosat paling rendah dibanding Telkomsel. Idealnya, karyawan Indosat Ooredoo hanya 2.000-an saja. Sehingga jika sekarang jumlahnya 3.700 orang, maka pengurangan secara besar-besaran mau tidak mau harus dilakukan agar dapat bertahan," katanya lagi.
"Perkembangan teknologi yang mendisrupsi, khususnya dalam bisnis telekomunikasi, tak bisa dihindari. Pendapatan operator telekomunikasi secara nyata kian tergerus," kata Heru Sutadi, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute saat dimintai pendapatnya terkait dampak dari persainan di industri telekomunikasi belakangan ini, Senin (17/2/2020). (Baca juga: Indosat PHK Ratusan Karyawan, Ekonom Sebut Ada Persaingan Tak Sehat )
Hberu menjelaskan, bisnis legacy voice dan SMS tak lagi bisa diandalkan dan secara perlahan atau cepat digantikan layanan teknologi digital baru over the top(OTT). Disrupsi teknologi mengubah banyak hal, dari soal bisnis, kompetisi, adopsi dan inovasi teknologi, dan perubahan organisasi.
Disrupsi teknologi yang tak bisa dihindari membutuhkan kesiapan operator telekomunikasi dalam melakukan transformasi digital, termasuk mendisrupsi organisasinya sendiri. Diperlukan visi, misi, strategi dan kepemimpinan, serta inovasi dan adopsi teknologi serta transformasi organisasi agar dapat tetap bertahan di tengah perubahan teknologi yang mendisrupsi segala sektor.
"Transformasi organisasi membutuhkan perubahan budaya digital, pekerja yang mengerti dan mampu mengikuti perubahan revolusi digital yang sedang terjadi serta tentunya efisien sesuai dengan ukuran besaran perusahaan dan pelanggannya," tutur Heru.
Dari kajian yang dilakukan, sambung dia, para penyelenggara telekomunikasi nampaknya perlu terus bergerak menghadapi dan melakukan transformasi digital yang bergerak cepat ini. Meskipun mereka telah memiliki visi, misi dan strategi dengan caranya masing-masing.
Dia mencontohkan Telkom dengan visi menjadi digital telecommunication companymelalui transformdan digitize. Telkom juga mengedepankan apa yang disebut dengan Digital NOW. Selain itu, inovasi dan adopsi baru juga dimanfaatkan BUMN telekomunikasi itu, seperti digital education, mobile banking maupun internet of things. "Budaya digital juga dikembangkan untuk mentransformasi organisasi," imbuhnya.
Sementara XL Axiata, ungkap Heru, siap dengan visi, misi, dan strategi yang disebut dengan 3R (Revamp, Rise dan Reinvent), mengadopsi teknologi baru, dan inovasi. Namun nampaknya masih memerlukan strategi yang berbeda agar tetap sustaindi tengah kompetisi yang kian ketat dalam memberikan layanan pada masyarakat dan perubahan yang disebabkan disrupsi teknologi.
Untuk Indosat Ooredoo, cetus dia, adopsi teknologi dan inovasi baru telah diimplementasikan. Ini terlihat juga bagaimana Indosat Ooredoo telah juga melakukan transformasi di mana terlihat visi, misi dan strategi serta kepemimpinan yang fokus dalam melakukan transformasi digital. Hanya diperlukan transformasi organisasi lantaran terihat bahwa rasio efisiensi perusahaan yang masih tinggi, sehingga membutuhkan transformasi dalam waktu cepat agar perusahaan efisien dan lincah dalam menghadapi revolusi teknologi digital.
"Kalau dilihat dari rasio efisiensi, perbandingan antara jumlah pelanggan dan karyawan, rasio Indosat paling rendah dibanding Telkomsel. Idealnya, karyawan Indosat Ooredoo hanya 2.000-an saja. Sehingga jika sekarang jumlahnya 3.700 orang, maka pengurangan secara besar-besaran mau tidak mau harus dilakukan agar dapat bertahan," katanya lagi.
(mim)