Mahasiswa USU Kembangkan Kampas Rem Organik dari Cangkang Kulit Kemiri
A
A
A
JAKARTA - Para mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) membuat sebuah terobosan baru bagi dunia automotif. Mereka membuat kampas rem organik yang berasal dari limbah cangkang kulit kemiri yang jarang sekali dimanfaatkan.
Mahasiswa Kedokteran Gigi angkatan 2015, Winelda Mahfud Zaidan Haris, mengungkapkan bahwa kampas rem organik ini merupakan terobosan bagi dunia automotif. Ada dua aspek penting pada kampas rem organik, pertama adalah untuk transportasi dan kedua adalah kesehatan.
Pada umumnya, bahan yang digunakan untuk membuat kampas rem adalah asbestos. Asbestos merupakan serat atau fiber yang tahan api dan telah banyak digunakan di berbagai industri properti.
“Kami membuat kampas rem organik yang ramah lingkungan, yang kami buat ini mengganti asbestosnya dengan cangkang kulit kemiri, di mana menurunkan dampak (negatif) yang dihasilkan dari pemakaian asbestos,” kata Winelda.
Berawal dari melihat video tentang bahaya asbestos di salah satu situs online, Winelda dan rekan-rekannya mulai terpikirkan ide untuk membuat kampas rem yang ramah lingkungan. Mereka mulai mencari literatur dan bahan yang dapat mengganti kampas rem asbestos.
“Jadi, di negara asalnya sendiri di Rusia, di Asbest city namanya, berdasar UK research institute, 98% pekerjanya yang membuat asbes ini terkena lungcanceratau kanker paru-paru sehingga hal ini menjadi dasar utama,” katanya.
Di Indonesia sendiri, tutur Winelda, kemungkinan orang-orang yang terkena kanker paru-paru atau kanker lainnya bukan dari rokok atau hal lain. Namun, karena pemakaian kampas rem dalam jumlah besar dan serbuknya terbang ke udara. “Kita hirup setiap hari berulang-ulang selama bertahun-tahun,” katanya.
Terobosan kampas rem organik ini tidak hanya berkaitan dengan kesehatan karena yang paling penting adalah murah. Setiap orang hampir tidak akan peduli dengan slogan sehat, tapi dengan slogan murah, sehat, dan tahan lama, pasti memiliki daya tarik tersendiri buat masyarakat.
Di 60 negara, pemakaian asbestos sebenarnya sudah dilarang karena bahaya yang ditimbulkan. Namun, pemakaian asbestos di Indonesia sendiri masih bebas. Padahal dampak yang ditimbulkan dari penggunaan asbestos, diantaranya adalah kanker rongga mulut, kanker paru-paru, dan masih banyak kanker yang lainnya. “Kami menggantinya untuk menurunkan sisa efek negatif yang dihasilkan,” tambahnya.
Sumatera Utara merupakan salah satu produsen terbesar kemiri di Indonesia. Hampir setiap hari limbah cangkang kulit kemiri dibuang begitu saja tanpa dimanfaatkan dan diolah terlebih dahulu.
“Saya di sini limbah kemiri itu dikasih saja, gratis. Tapi kita mau meningkatkan ekonomi masyarakat dan nilai dari kemiri itu sendiri, kita bayar tentunya,” kata Winelda.
Dalam proses pembuatan kampas rem organik, cangkang kulit kemiri dihancurkan terlebih dahulu hingga membentuk serbuk kecil. Cangkang kulit kemiri memiliki kandungan air sehingga dilakukan proses pengeringan untuk mengeluarkan cairan atau liquid yang ada.
“Di kulit kemiri itu kan ada minyaknya, nah kita mau ngilangin minyaknya, pasti kita keringkan,” tambahnya.
Dalam satu hingga dua tahun awal penelitian, Winelda dan tim menggunakan metode manual dalam pengerjaannya sehingga membutuhkan waktu cukup lama. Setelah mendapatkan dukungan dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), proses pengeringan pun lebih mudah dan cepat.
“Karena kita sudah dapat founding dari kementerian (Ristekdikti) dari dana itu kita dapat hairdryer sehingga proses pengeringannya lebih cepat lagi, tidak manual,” kata mahasiswa USU.
Proses selanjutnya adalah membawa cangkang kulit kemiri yang sudah dihancurkan ke pabrik untuk diproses lebih lanjut dengan campuran bahan atau material organik lainnya yang telah dibuat. Bahan-bahan tersebut akan dicetak sesuai dengan bentuk moulding atau dudukan pencetak.
“Ini akan dibentuk sesuai dengan cc terbanyak di pasaran. Saat ini kami menggunakan (moulding) Honda Vario 125 dan 150, kemudian kami masukkan ke moulding dan kita pres dan kita tunggu pengeringannya,” tambahnya.
Untuk saat ini, pembuatan kampas rem organik masih fokus pada kendaraan roda dua alias motor karena perputaran kampas rem motor lebih cepat dibanding mobil atau kendaraan lainnya.
Winelda mengatakan, proses pembuatan 1 kampas rem biasanya selesai dalam 1 hari. Namun, dengan kapasitas produksi sekarang bisa mencetak 100 hingga 150 kampas rem per mesin per hari.
“Dari segi ketahanan, asbestos atau yang umum sekarang ini kan ketahanannya sekitar 200 sampai 2500 C. Kalau cangkang kemiri ini bisa 5000 C sehingga dengan dua kali lipat lebih tinggi suhunya membuatnya lebih tahan lama dan harganya lebih murah,” kata Mahasiswa angkatan 2015.
Keunggulan kampas rem organik jika dibanding dengan kampas rem konvensional adalah daya tahan. Kampas rem organik memiliki daya tahan rem 8 hingga 12 bulan dan kampas rem konvensional memiliki daya tahan 3 bulan. Pengujian ini dilakukan dengan sistem penekanan 476 kali per hari.
“Jadi kalau bisa dibilang layak dieksekusi lah. Ini bukan prototipe atau percobaan, jadi ini sudah minimum viable product (MVP), tinggal dieksekusi di lapangan saja dan sedang proses SNI juga,” tambahnya. (Fandy)
Mahasiswa Kedokteran Gigi angkatan 2015, Winelda Mahfud Zaidan Haris, mengungkapkan bahwa kampas rem organik ini merupakan terobosan bagi dunia automotif. Ada dua aspek penting pada kampas rem organik, pertama adalah untuk transportasi dan kedua adalah kesehatan.
Pada umumnya, bahan yang digunakan untuk membuat kampas rem adalah asbestos. Asbestos merupakan serat atau fiber yang tahan api dan telah banyak digunakan di berbagai industri properti.
“Kami membuat kampas rem organik yang ramah lingkungan, yang kami buat ini mengganti asbestosnya dengan cangkang kulit kemiri, di mana menurunkan dampak (negatif) yang dihasilkan dari pemakaian asbestos,” kata Winelda.
Berawal dari melihat video tentang bahaya asbestos di salah satu situs online, Winelda dan rekan-rekannya mulai terpikirkan ide untuk membuat kampas rem yang ramah lingkungan. Mereka mulai mencari literatur dan bahan yang dapat mengganti kampas rem asbestos.
“Jadi, di negara asalnya sendiri di Rusia, di Asbest city namanya, berdasar UK research institute, 98% pekerjanya yang membuat asbes ini terkena lungcanceratau kanker paru-paru sehingga hal ini menjadi dasar utama,” katanya.
Di Indonesia sendiri, tutur Winelda, kemungkinan orang-orang yang terkena kanker paru-paru atau kanker lainnya bukan dari rokok atau hal lain. Namun, karena pemakaian kampas rem dalam jumlah besar dan serbuknya terbang ke udara. “Kita hirup setiap hari berulang-ulang selama bertahun-tahun,” katanya.
Terobosan kampas rem organik ini tidak hanya berkaitan dengan kesehatan karena yang paling penting adalah murah. Setiap orang hampir tidak akan peduli dengan slogan sehat, tapi dengan slogan murah, sehat, dan tahan lama, pasti memiliki daya tarik tersendiri buat masyarakat.
Di 60 negara, pemakaian asbestos sebenarnya sudah dilarang karena bahaya yang ditimbulkan. Namun, pemakaian asbestos di Indonesia sendiri masih bebas. Padahal dampak yang ditimbulkan dari penggunaan asbestos, diantaranya adalah kanker rongga mulut, kanker paru-paru, dan masih banyak kanker yang lainnya. “Kami menggantinya untuk menurunkan sisa efek negatif yang dihasilkan,” tambahnya.
Sumatera Utara merupakan salah satu produsen terbesar kemiri di Indonesia. Hampir setiap hari limbah cangkang kulit kemiri dibuang begitu saja tanpa dimanfaatkan dan diolah terlebih dahulu.
“Saya di sini limbah kemiri itu dikasih saja, gratis. Tapi kita mau meningkatkan ekonomi masyarakat dan nilai dari kemiri itu sendiri, kita bayar tentunya,” kata Winelda.
Dalam proses pembuatan kampas rem organik, cangkang kulit kemiri dihancurkan terlebih dahulu hingga membentuk serbuk kecil. Cangkang kulit kemiri memiliki kandungan air sehingga dilakukan proses pengeringan untuk mengeluarkan cairan atau liquid yang ada.
“Di kulit kemiri itu kan ada minyaknya, nah kita mau ngilangin minyaknya, pasti kita keringkan,” tambahnya.
Dalam satu hingga dua tahun awal penelitian, Winelda dan tim menggunakan metode manual dalam pengerjaannya sehingga membutuhkan waktu cukup lama. Setelah mendapatkan dukungan dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), proses pengeringan pun lebih mudah dan cepat.
“Karena kita sudah dapat founding dari kementerian (Ristekdikti) dari dana itu kita dapat hairdryer sehingga proses pengeringannya lebih cepat lagi, tidak manual,” kata mahasiswa USU.
Proses selanjutnya adalah membawa cangkang kulit kemiri yang sudah dihancurkan ke pabrik untuk diproses lebih lanjut dengan campuran bahan atau material organik lainnya yang telah dibuat. Bahan-bahan tersebut akan dicetak sesuai dengan bentuk moulding atau dudukan pencetak.
“Ini akan dibentuk sesuai dengan cc terbanyak di pasaran. Saat ini kami menggunakan (moulding) Honda Vario 125 dan 150, kemudian kami masukkan ke moulding dan kita pres dan kita tunggu pengeringannya,” tambahnya.
Untuk saat ini, pembuatan kampas rem organik masih fokus pada kendaraan roda dua alias motor karena perputaran kampas rem motor lebih cepat dibanding mobil atau kendaraan lainnya.
Winelda mengatakan, proses pembuatan 1 kampas rem biasanya selesai dalam 1 hari. Namun, dengan kapasitas produksi sekarang bisa mencetak 100 hingga 150 kampas rem per mesin per hari.
“Dari segi ketahanan, asbestos atau yang umum sekarang ini kan ketahanannya sekitar 200 sampai 2500 C. Kalau cangkang kemiri ini bisa 5000 C sehingga dengan dua kali lipat lebih tinggi suhunya membuatnya lebih tahan lama dan harganya lebih murah,” kata Mahasiswa angkatan 2015.
Keunggulan kampas rem organik jika dibanding dengan kampas rem konvensional adalah daya tahan. Kampas rem organik memiliki daya tahan rem 8 hingga 12 bulan dan kampas rem konvensional memiliki daya tahan 3 bulan. Pengujian ini dilakukan dengan sistem penekanan 476 kali per hari.
“Jadi kalau bisa dibilang layak dieksekusi lah. Ini bukan prototipe atau percobaan, jadi ini sudah minimum viable product (MVP), tinggal dieksekusi di lapangan saja dan sedang proses SNI juga,” tambahnya. (Fandy)
(ysw)