Amerika Serikat Uji Coba Pesawat Listrik Terbesar di Dunia
A
A
A
LOS ANGELES - Tak hanya mobil, teknologi listrik sebagai bahan bakar juga mulai merambah dunia penerbangan. Di Amerika Serikat (AS), perusahaan startup, Ampaire dalam waktu dekat akan melakukan uji coba penerbangan pesawat listrik hybrid Electric EEL. Lokasi uji coba adalah di jalur penerbangan komersial wilayah Hawaii. Electric EEL yang memiliki enam kursi ini tercatat sebagai pesawat listrik hybrid terbesar di dunia.
Electric EEL dilengkapi dua mesin kembar Cessna 337 Skymaster yang sudah dimodifikasi, yakni satu mesin konvensional, satu mesin listrik. Kedua mesin itu bekerja secara paralel untuk mengoptimalkan daya output ketika pesawat mengudara. Sebelum di jalur konvensional, sebenarnya pesawat ini sudah melalui uji coba penerbangan pertama pada Juni silam.
Saat ini Ampaire digandeng maskapai penerbangan Mokulele Airlines untuk melakukan uji coba penerbangan Electric EEL di jalur komersial di Hawaii. Kendati pengembangannya pesawat listrik ini berlangsung positif, Badan Penerbangan Federal (FAA) AS diyakini tidak akan dapat mengeluarkan sertifikat sampai 2021.
Chief Executive Officer (CEO) Ampaire Kevin Noertker, mengatakan pengenalan dan pemasaran pesawat listrik hybrid diharapkan dapat mengganti pesawat konvensional secara berangsur-angsur sebelum inovasi daya listrik penuh diciptakan. Tujuannya agar moda transportasi udara lebih ramah alam. “Cara paling praktis untuk meraih masa depan bebas fosil ialah dengan mulai memasarkan teknologi listrik hybrid,” ujar Noertker, dikutip CNN.
"Kami sedang mengejar perluasan dan komersialisasi pasar pesawat listrik secara bertahap. Tahapan ini tentu akan menguras banyak waktu dan dana ratusan juta dollar," tambahnya.
Electric EEL mampu memangkas konsumsi bahan bakar sebesar 50% dan mengurangi emisi. Di masa depan, baterai listrik diyakini akan mengalami kemajuan amat pesat.
Saat ini daya dan kekuatan baterai yang tersedia tidak kuat untuk mengangkat pesawat besar, sehingga teknologi ini terbatas pada pesawat kecil.
“Ampaire dan FAA berkesempatan untuk bekerja sama dalam mengembangkan penggunaan pesawat listrik yang aman dan terkelola,” kata Noertker.
"Modifikasi Cessna 337 merupakan langkah awal. Ke depannya, kita bisa saja melihat pesawat kargo atau penumpang 19 orang menggunakan tenaga listrik penuh.”
Prospek Cerah
Potensi penggunaan daya listrik untuk bahan bakar pesawat terus membaik. Bahkan perusahaan asal Israel Eviation telah memamerkan prototipe pesawat penumpang bertenaga listrik penuh selama Paris Airshow pada Juli lalu. Pesawat bernama Alice itu dapat menampung sembilan penumpang dengan daya jelajah 1.040 kilometer dan kecepatan 440 kilometer per jam di atas ketinggian 3.000 meter.
Alice dijadwalkan akan mulai diluncurkan pada 2022. Penampakkan pesawat itu sedikit berbeda dari yang lain. Selain memiliki badan miring untuk membantu meringankan beban selama lepas landas, pesawat itu juga memiliki tiga baling-baling yang menghadap ke belakang; dua di bagian sayap, satu di ekor.
“Pesawat ini tidak kami ciptakan untuk tampak keren, tapi untuk dapat terbang menggunakan tenaga listrik. Penggunaan tenaga listrik mengartikan beban yang dipikul lebih ringan sehingga bagi kami hal itu membuka ruang baru untuk menumpahkan ide kreatif,” ujar CEO Eviation, Omer Bar-Yohay, dilansir BBC.
Sejauh ini, Eviation menerima pesanan dua digit dari maskapai penerbangan asal AS, Cape Air. Mereka menggunakan teknologi buatan Siemens dan magniX. CEO magniX, Roei Ganzarski, mengatakan potensi bisnis pesawat listrik bagus mengingat tiket penerbangan pesawat kecil saat ini mencapai dua miliar per tahun.
Biaya ongkos pesawat listrik juga lebih murah dibanding pesawat konvensional. Pesawat kecil sekelas Cessna Caravan hanya memerlukan ongkos sekitar USD8-12 untuk perjalanan sejauh 160 kilometer jika menggunakan tenaga listrik. Bandingkan dengan mesin pembakaran konvensional yang bisa mencapai USD400. “Alasan kami membuat teknologi ini juga karena bagus secara bisnis, bukan sekadar atas kepedulian terhadap lingkungan,” ujar Ganzarski. Mesin listrik juga berpeluang untuk diterapkan dalam pesawat jarak menengah (1.500 kilometer) melalui sistem hybrid seperti yang ditunjukkan Ampaire di Electric EEL.
Proyek pengembangan daya mesin listrik hingga dua megawatt telah digarap Rolls Roye, Airbus, dan Siemens dalam program E-Fan X. Mesin yang diprediksi rampung pada 2021 itu dapat dipasang di jet BAE 146. United Technologies juga sedang berupaya merancang mesin listrik 1 megawatt dalam Project 804.
Maskapai penerbangan EasyJet juga bekerja sama dengan Wright Electric untuk merancang pesawat listrik jarak dekat dari London menuju Amsterdam, rute kedua tersibuk di Eropa. Mereka berharap dapat menggunakannya pada 2027. “Pesawat listrik semakin mendekati kenyataan,” tegas CEO EasyJet Johan Lundgren.
Perusahaan perbankan UBS memprediksi sektor penerbangan akan beralih dari mesin konvensional menuju mesin hybrid atau listrik dengan tingkat permintaan sekitar 550 pesawat per tahun antara tahun 2028-2040. (Muh Shamil)
Electric EEL dilengkapi dua mesin kembar Cessna 337 Skymaster yang sudah dimodifikasi, yakni satu mesin konvensional, satu mesin listrik. Kedua mesin itu bekerja secara paralel untuk mengoptimalkan daya output ketika pesawat mengudara. Sebelum di jalur konvensional, sebenarnya pesawat ini sudah melalui uji coba penerbangan pertama pada Juni silam.
Saat ini Ampaire digandeng maskapai penerbangan Mokulele Airlines untuk melakukan uji coba penerbangan Electric EEL di jalur komersial di Hawaii. Kendati pengembangannya pesawat listrik ini berlangsung positif, Badan Penerbangan Federal (FAA) AS diyakini tidak akan dapat mengeluarkan sertifikat sampai 2021.
Chief Executive Officer (CEO) Ampaire Kevin Noertker, mengatakan pengenalan dan pemasaran pesawat listrik hybrid diharapkan dapat mengganti pesawat konvensional secara berangsur-angsur sebelum inovasi daya listrik penuh diciptakan. Tujuannya agar moda transportasi udara lebih ramah alam. “Cara paling praktis untuk meraih masa depan bebas fosil ialah dengan mulai memasarkan teknologi listrik hybrid,” ujar Noertker, dikutip CNN.
"Kami sedang mengejar perluasan dan komersialisasi pasar pesawat listrik secara bertahap. Tahapan ini tentu akan menguras banyak waktu dan dana ratusan juta dollar," tambahnya.
Electric EEL mampu memangkas konsumsi bahan bakar sebesar 50% dan mengurangi emisi. Di masa depan, baterai listrik diyakini akan mengalami kemajuan amat pesat.
Saat ini daya dan kekuatan baterai yang tersedia tidak kuat untuk mengangkat pesawat besar, sehingga teknologi ini terbatas pada pesawat kecil.
“Ampaire dan FAA berkesempatan untuk bekerja sama dalam mengembangkan penggunaan pesawat listrik yang aman dan terkelola,” kata Noertker.
"Modifikasi Cessna 337 merupakan langkah awal. Ke depannya, kita bisa saja melihat pesawat kargo atau penumpang 19 orang menggunakan tenaga listrik penuh.”
Prospek Cerah
Potensi penggunaan daya listrik untuk bahan bakar pesawat terus membaik. Bahkan perusahaan asal Israel Eviation telah memamerkan prototipe pesawat penumpang bertenaga listrik penuh selama Paris Airshow pada Juli lalu. Pesawat bernama Alice itu dapat menampung sembilan penumpang dengan daya jelajah 1.040 kilometer dan kecepatan 440 kilometer per jam di atas ketinggian 3.000 meter.
Alice dijadwalkan akan mulai diluncurkan pada 2022. Penampakkan pesawat itu sedikit berbeda dari yang lain. Selain memiliki badan miring untuk membantu meringankan beban selama lepas landas, pesawat itu juga memiliki tiga baling-baling yang menghadap ke belakang; dua di bagian sayap, satu di ekor.
“Pesawat ini tidak kami ciptakan untuk tampak keren, tapi untuk dapat terbang menggunakan tenaga listrik. Penggunaan tenaga listrik mengartikan beban yang dipikul lebih ringan sehingga bagi kami hal itu membuka ruang baru untuk menumpahkan ide kreatif,” ujar CEO Eviation, Omer Bar-Yohay, dilansir BBC.
Sejauh ini, Eviation menerima pesanan dua digit dari maskapai penerbangan asal AS, Cape Air. Mereka menggunakan teknologi buatan Siemens dan magniX. CEO magniX, Roei Ganzarski, mengatakan potensi bisnis pesawat listrik bagus mengingat tiket penerbangan pesawat kecil saat ini mencapai dua miliar per tahun.
Biaya ongkos pesawat listrik juga lebih murah dibanding pesawat konvensional. Pesawat kecil sekelas Cessna Caravan hanya memerlukan ongkos sekitar USD8-12 untuk perjalanan sejauh 160 kilometer jika menggunakan tenaga listrik. Bandingkan dengan mesin pembakaran konvensional yang bisa mencapai USD400. “Alasan kami membuat teknologi ini juga karena bagus secara bisnis, bukan sekadar atas kepedulian terhadap lingkungan,” ujar Ganzarski. Mesin listrik juga berpeluang untuk diterapkan dalam pesawat jarak menengah (1.500 kilometer) melalui sistem hybrid seperti yang ditunjukkan Ampaire di Electric EEL.
Proyek pengembangan daya mesin listrik hingga dua megawatt telah digarap Rolls Roye, Airbus, dan Siemens dalam program E-Fan X. Mesin yang diprediksi rampung pada 2021 itu dapat dipasang di jet BAE 146. United Technologies juga sedang berupaya merancang mesin listrik 1 megawatt dalam Project 804.
Maskapai penerbangan EasyJet juga bekerja sama dengan Wright Electric untuk merancang pesawat listrik jarak dekat dari London menuju Amsterdam, rute kedua tersibuk di Eropa. Mereka berharap dapat menggunakannya pada 2027. “Pesawat listrik semakin mendekati kenyataan,” tegas CEO EasyJet Johan Lundgren.
Perusahaan perbankan UBS memprediksi sektor penerbangan akan beralih dari mesin konvensional menuju mesin hybrid atau listrik dengan tingkat permintaan sekitar 550 pesawat per tahun antara tahun 2028-2040. (Muh Shamil)
(nfl)