Swiss Simpan Karbon Dioksida dalam Batu

Kamis, 09 Mei 2019 - 11:10 WIB
Swiss Simpan Karbon...
Swiss Simpan Karbon Dioksida dalam Batu
A A A
Para peneliti Swiss menyuntikkan karbon dioksida (CO2) ke lapisan batu di dalam pegunungan untuk mengetahui apakah gas itu bocor keluar atau dapat disimpan di dalamnya untuk mencegah perubahan iklim.

Di dalam Gunung Terri di Pegunungan Jura, lapisan tanah liat yang kedap dapat berpotensi menyimpan karbon dioksida yang menjadi gas rumah kaca penyebab pemanasan global. Di laboratorium di dalam pegunungan, para peneliti mulai memompa karbon dioksida yang dilarutkan dalam air garam ke dalam batuan.

Para peneliti ingin melihat apakah gas itu berinteraksi dengan tanah liat dan apakah garis patahan memungkinkannya merembes keluar. Fase delapan bulan pertama percobaan itu melibatkan karbon dioksida dengan volume kecil, dengan 500 mg karbon dioksida dipompa ke dalam batu melalui lubang bor.

“Jika batu ini memiliki celah, ada kemungkinan CO2 keluar melalui celah. Inilah apa yang ingin kami jawab,” papar kepala investigator Alba Zappone, peneliti di Universitas ETH, Zurich.

Manajer proyek Gunung Terri Christophe Nussbaum menjelaskan, penyimpanan CO2 secara geologis telah ada tapi lokasi itu biasanya berada di lokasi yang tak dihuni manusia, seperti gurun Aljazair atau bawah Laut Utara Norwegia. “Apa yang baru di sini adalah, jika suatu hari kita ingin menyimpan CO2 Swiss yang populasinya padat, kita perlu memastikan CO2 tidak akan pindah ke permukaan dan mengotori, misalnya sumber air minum. Ini benar-benar salah satu langkah besar di sini,” ujar dia.

Warga Swiss memproduksi rata-rata 5,8 ton CO2 per tahun. Proyek ini didukung oleh Swiss, Prancis, Kanada, Jepang, dan Amerika Serikat (AS), serta firma energi Total, Chevron, ENI, dan BP.

Namun berbagai organisasi lingkungan seperti Greenpeace khawatir temuan dalam proyek itu dapat dimanfaatkan sebagai dalih untuk menghasilkan polusi dan mengalihkan perhatian dari upaya mengurangi emisi.

“Apa yang mengkhawatirkan kami tidak hanya teknologi itu sedang dikembangkan, tapi melihat bahwa upaya membatasi emisi gas rumah kaca tidak dilakukan,” ungkap Mathias Schlegel, juru bicara Greenpeace Swiss. (Muh Shamil)
(nfl)
Berita Terkait
Ingin Hidup Lebih Lama?...
Ingin Hidup Lebih Lama? Jadilah Orang yang Optimistis
Teh Hijau dan Dua Buah...
Teh Hijau dan Dua Buah Ini Miliki Potensi Lumpuhkan Coronavirus
Buktikan Kuliner Makassar...
Buktikan Kuliner Makassar Aman, Mahasiswa STIFA Teliti Pisang Epe
Unpad Jadi Tempat Belajar...
Unpad Jadi Tempat Belajar Vaksin Peneliti Negara OKI
Gaet Inventor Perguruan...
Gaet Inventor Perguruan Tinggi, AII Dukung Hilirisasi Hasil Riset di Indonesia
Bisakah Manusia Mendengar...
Bisakah Manusia Mendengar Suara Orang Mati? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Berita Terkini
Ngopi Sambil Ngulik...
Ngopi Sambil Ngulik Laptop AI? Lenovo Bikin Kafe Teknologi Pertama di Indonesia!
1 jam yang lalu
LG QNED evo 2025 Lahirkan...
LG QNED evo 2025 Lahirkan Visual Super Tajam yang Bikin Melongo!
2 jam yang lalu
lmuwan Siap Telusuri...
lmuwan Siap Telusuri DNA Langka Milik Hewan Unicorn Asia
9 jam yang lalu
Wanita Ini Ajukan Gugatan...
Wanita Ini Ajukan Gugatan Cerai Gara-gara Perintah ChatGPT
10 jam yang lalu
Apple Siap Integrasikan...
Apple Siap Integrasikan AI ke dalam Website Safari
11 jam yang lalu
Prancis Bersiap Terjunkan...
Prancis Bersiap Terjunkan Pasukan Robot Khusus untuk Perang
12 jam yang lalu
Infografis
3 Alasan Ukraina Selalu...
3 Alasan Ukraina Selalu Didukung Barat dalam Melawan Rusia
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved