Begini Pengalaman Suka Duka Menjadi Map Editor Waze
A
A
A
Sama seperti Google Maps yang memiliki komunitas aktif Google Local Guides, aplikasi navigasi GPS berbasis komunitas Waze memiliki komunitas sukarelawan yang disebut sebagai Editor Peta atau Map Editor. Waze mengklaim bahwa peta mereka dibangun dan dikelola oleh komunitas sukarelawan di dunia. Di seluruh dunia, terdapat 30,000 Map Editor aktif setiap bulannya, dengan lebih dari 720 orang yang berasal dari Indonesia.
Para anggota Map Editor pada dasarnya adalah pengguna Waze yang secara aktif berkontribusi untuk meningkatkan kinerja peta Waze, dengan memperbaharuinya ketika ada perubahan pada kondisi atau letak penempatan jalan di dunia nyata. “Para Map Editor Waze dapat mengubah jalan, nama lokasi, dan menambahkan destinasi seperti pom bensin, pusat perbelanjaan, bank dan sebagainya ke dalam peta Waze,” jelas Country Manager Waze Indonesia, Marlin R. Siahaan.
Untuk memastikan semua tetap berjalan secara teratur, masing-masing Map Editor memiliki tingkat hak editorial yang berbeda, dengan skala satu sampai enam. Sebagai contoh, enam adalah tingkat otorisasi tertinggi yang dapat mengakses pengeditan jalan raya dan jalan utama atau lokasi-lokasi penting lainnya.
Walau tidak dibayar para Map Editor aktif untuk terus memberikan kontribusinya karena kecintaan mereka terhadap peran Map Editor. “Mereka adalah orang-orang yang ingin membantu memberikan kemudahan bagi hidup banyak orang,” jelas Martin.
Selain itu, beberapa jalan atau lokasi tertentu di Waze juga dapat dikunci untuk menjaga akurasi dan mencegah pengeditan yang tidak bertanggung jawab. Jika ada perubahan dalam struktur atau regulasi terkait jalan atau lokasi tertentu, para Map Editor dengan hak editorial tinggi dapat membukanya dan melakukan pengubahan secara akurat.
Setiap pengubahan yang dilakukan di aplikasi Waze akan secara otomatis menampilkan nama orang yang terakhir kali mengedit. Komunitas Map Editor ini juga bekerja secara langsung dengan mitra Connected Citizens Program Waze-sering kali kota, kota madya, dan departemen untuk transportasi yang secara bebas berbagi data terus menerus dengan Waze-untuk membantu melakukan pembaruan jalan pada peta.
Hal ini dapat diartikan ketika ada kontruksi yang berujung pada penutupan jalan atau bahkan ada maraton di kota tersebut, para Map Editor bekerja sama dengan mitra yang bersangkutan untuk memastikan pemberitahuan mengenai penutupan jalan sementara tertera di peta Waze.
Menjadi Map Editor
Christian Iskandar adalah salah satu Map Editor Waze dengan hak editorial tertinggi. Penerbit buku dari Jakarta itu sebelumnya tidak pernah menggunakan aplikasi navigasi apapun. Hingga, hari salah satu temannya menyarankan Waze pada 2013.
”Saya terkesan dengan kemampuan aplikasi Waze, yang dapat menyarankan rute yang lebih baik dan lebih cepat dari daerah Kemayoran ke kantor saya di Palmerah. Sebelum menggunakan Waze, saya biasanya melewati jalan tol. Akan tetapi, waktu itu Waze menyarankan sebuah rute alternatif yang hanya menghabiskan waktu perjalanan 35 menit, di waktu sibuk pagi hari Jakarta – dengan kata lain, 40 menit lebih cepat dari rute yang biasa saya lalui,” ungkapnya.
Selain itu, kantor Christian sebelumnya tidak tertera di peta Waze. Hal tersebut yang memotivasinya untuk menambahkan lokasi di Waze. Ia akhirnya mempelajari caranya di internet dan sejak saat itu ia terinspirasi untuk memberikan lebih banyak edit ke aplikasi Waze. ”Saya senang menjadi seorang Map Editor karena merasa dapat memberikan manfaat bagi orang lain. Saya ingin memastikan agar orang lain tidak tersesat ketika melakukan perjalanan,” ungkap Christian.
Pada 2013, komunitas Map Editor tersebut tidak sebesar dan seaktif saat ini. Bahkan, saat itu hanya ada satu forum di Waze.com yang dapat mengakomodasi para anggotanya. Chris menyadari akan kurangnya komunikasi di antara para anggota komunitas tersebut di Indonesia. Sehingga ia mulai membuat sebuah forum pesan berantai online di Waze.com untuk berbagi serta berdiskusi dengan sesama pengguna dan Map Editor, mengenai segala hal yang terkait dengan Waze.
Pertemuan tahunan Map Editor Waze di 2017 dilakukan di Yogyakarta, Jawa Tengah. “Pesan berantai online saya pada waktu itu menarik perhatian banyak orang dan ini membantu menciptakan hubungan yang lebih kuat dengan para Map Editor lainnya di seluruh Indonesia,” ujar Christian.
Ke depannya, Christian mengaku ingin membangun komunikasi dengan sebanyak mungkin MapEditor yang dapat ditemukan. ”Mengingat Indonesia merupakan negara yang sangat besar dan peta Waze hanya dapat ditingkatkan secara efektif jika para Map Editor bekerja sama,” ungkapnya.
Chris juga dikenal sebagai seorang “Global Champ”, yang dipilih secara khusus oleh Waze. Di Indonesia sendiri ada beberapa Global Champ lainnya, termasuk Trevino Soenjono dan Martin Ugahary. Ketiganya merupakan pemimpin bagi Map Editor Waze di Indonesia. Selain itu, ada juga tingkat lain di bawahnya yang disebut “Local Champs”, yakni para Map Editor aktif yang dianggap sebagai ahli peta di negara atau wilayahnya masing-masing.
Sudah enam tahun sejak Chris bergabung dalam komunitas ini. Para Map Editor berkontribusi di Waze secara aktif dan dengan sukarela, semata-mata karena dorongan semangat atau passion dari diri mereka sendiri.
Para anggota Map Editor pada dasarnya adalah pengguna Waze yang secara aktif berkontribusi untuk meningkatkan kinerja peta Waze, dengan memperbaharuinya ketika ada perubahan pada kondisi atau letak penempatan jalan di dunia nyata. “Para Map Editor Waze dapat mengubah jalan, nama lokasi, dan menambahkan destinasi seperti pom bensin, pusat perbelanjaan, bank dan sebagainya ke dalam peta Waze,” jelas Country Manager Waze Indonesia, Marlin R. Siahaan.
Untuk memastikan semua tetap berjalan secara teratur, masing-masing Map Editor memiliki tingkat hak editorial yang berbeda, dengan skala satu sampai enam. Sebagai contoh, enam adalah tingkat otorisasi tertinggi yang dapat mengakses pengeditan jalan raya dan jalan utama atau lokasi-lokasi penting lainnya.
Walau tidak dibayar para Map Editor aktif untuk terus memberikan kontribusinya karena kecintaan mereka terhadap peran Map Editor. “Mereka adalah orang-orang yang ingin membantu memberikan kemudahan bagi hidup banyak orang,” jelas Martin.
Selain itu, beberapa jalan atau lokasi tertentu di Waze juga dapat dikunci untuk menjaga akurasi dan mencegah pengeditan yang tidak bertanggung jawab. Jika ada perubahan dalam struktur atau regulasi terkait jalan atau lokasi tertentu, para Map Editor dengan hak editorial tinggi dapat membukanya dan melakukan pengubahan secara akurat.
Setiap pengubahan yang dilakukan di aplikasi Waze akan secara otomatis menampilkan nama orang yang terakhir kali mengedit. Komunitas Map Editor ini juga bekerja secara langsung dengan mitra Connected Citizens Program Waze-sering kali kota, kota madya, dan departemen untuk transportasi yang secara bebas berbagi data terus menerus dengan Waze-untuk membantu melakukan pembaruan jalan pada peta.
Hal ini dapat diartikan ketika ada kontruksi yang berujung pada penutupan jalan atau bahkan ada maraton di kota tersebut, para Map Editor bekerja sama dengan mitra yang bersangkutan untuk memastikan pemberitahuan mengenai penutupan jalan sementara tertera di peta Waze.
Menjadi Map Editor
Christian Iskandar adalah salah satu Map Editor Waze dengan hak editorial tertinggi. Penerbit buku dari Jakarta itu sebelumnya tidak pernah menggunakan aplikasi navigasi apapun. Hingga, hari salah satu temannya menyarankan Waze pada 2013.
”Saya terkesan dengan kemampuan aplikasi Waze, yang dapat menyarankan rute yang lebih baik dan lebih cepat dari daerah Kemayoran ke kantor saya di Palmerah. Sebelum menggunakan Waze, saya biasanya melewati jalan tol. Akan tetapi, waktu itu Waze menyarankan sebuah rute alternatif yang hanya menghabiskan waktu perjalanan 35 menit, di waktu sibuk pagi hari Jakarta – dengan kata lain, 40 menit lebih cepat dari rute yang biasa saya lalui,” ungkapnya.
Selain itu, kantor Christian sebelumnya tidak tertera di peta Waze. Hal tersebut yang memotivasinya untuk menambahkan lokasi di Waze. Ia akhirnya mempelajari caranya di internet dan sejak saat itu ia terinspirasi untuk memberikan lebih banyak edit ke aplikasi Waze. ”Saya senang menjadi seorang Map Editor karena merasa dapat memberikan manfaat bagi orang lain. Saya ingin memastikan agar orang lain tidak tersesat ketika melakukan perjalanan,” ungkap Christian.
Pada 2013, komunitas Map Editor tersebut tidak sebesar dan seaktif saat ini. Bahkan, saat itu hanya ada satu forum di Waze.com yang dapat mengakomodasi para anggotanya. Chris menyadari akan kurangnya komunikasi di antara para anggota komunitas tersebut di Indonesia. Sehingga ia mulai membuat sebuah forum pesan berantai online di Waze.com untuk berbagi serta berdiskusi dengan sesama pengguna dan Map Editor, mengenai segala hal yang terkait dengan Waze.
Pertemuan tahunan Map Editor Waze di 2017 dilakukan di Yogyakarta, Jawa Tengah. “Pesan berantai online saya pada waktu itu menarik perhatian banyak orang dan ini membantu menciptakan hubungan yang lebih kuat dengan para Map Editor lainnya di seluruh Indonesia,” ujar Christian.
Ke depannya, Christian mengaku ingin membangun komunikasi dengan sebanyak mungkin MapEditor yang dapat ditemukan. ”Mengingat Indonesia merupakan negara yang sangat besar dan peta Waze hanya dapat ditingkatkan secara efektif jika para Map Editor bekerja sama,” ungkapnya.
Chris juga dikenal sebagai seorang “Global Champ”, yang dipilih secara khusus oleh Waze. Di Indonesia sendiri ada beberapa Global Champ lainnya, termasuk Trevino Soenjono dan Martin Ugahary. Ketiganya merupakan pemimpin bagi Map Editor Waze di Indonesia. Selain itu, ada juga tingkat lain di bawahnya yang disebut “Local Champs”, yakni para Map Editor aktif yang dianggap sebagai ahli peta di negara atau wilayahnya masing-masing.
Sudah enam tahun sejak Chris bergabung dalam komunitas ini. Para Map Editor berkontribusi di Waze secara aktif dan dengan sukarela, semata-mata karena dorongan semangat atau passion dari diri mereka sendiri.
(don)