CEO Epic Games Tim Sweeney Ingin Seperti Facebook dan Google
A
A
A
CEO Epic Games Tim Sweeney mengatakan bahwa perusahaannya dapat menjadi Facebook atau Google berikutnya. Kepercayaan itu lahir dari sukses Fortnite. "Kami merasa industri game akan berubah dalam banyak hal," kata Sweeney. “Fortnite adalah awal dari banyak hal baru di masa yang akan datang. Sejumlah besar orang semuanya bermain bersama, berinteraksi bersama, tidak hanya bermain tetapi bersosialisasi,” ungkapnya.
Awal tahuni ini, Fortnite mencetak rekor ketika 10,7 juta orang masuk untuk melihat konser virtual Marshmello. Menurut Business Insider, lebih dari 250 juta pemain telah mendaftarkan akun mereka di gim tersebut. Gamer membentuk komunitas di dalam gim. Seperti yang dilakukan oleh Minecraft.
Fortnite: Battle Royale dilaporkan mencetak USD 1 miliar melalui pembelian dalam gim. Epic Games juga terus berupaya memperluas usaha dengan toko gim digital. Menurut Variety, Unreal Engine perusahaan yang digunakan oleh pengembang untuk membuat game atau efek khusus, telah memiliki instalasi 7,5 juta kali.
"Bahkan dengan mesin permainan kami, bisnis kami dengan Epic Game Store, kami masih jauh dari ukuran Google atau Facebook. Tapi, kami benar-benar bercita-cita untuk menjadi pengembang gim terbesar dunia,” kata Sweeney kepada Variety." Ketika Tim Sweeney membangun ZZT pada 1991, ia tidak tahu cara memprogram grafik.
Alih-alih mengode karakter dan objek aktual ke dalam gimnya, ia menggunakan simbol teks, dan karakter utama hanyalah wajah tersenyum yang membuntuti layar. “Saya membuat editor sehingga semua orang bisa membangun level mereka sendiri,” ungkapnya. Editor tersebut meletakkan fondasi sebuah perusahaan yang akan menjadi Epic Games.
Hampir 30 tahun kemudian Epic diperkirakan bernilai USD15 miliar. Nama mereka meroket lewat Fortnite, dan Unreal, salah satu mesin gim yang paling banyak digunakan. Plus, baru-baru ini mereka meluncurkan Epic Games Store, pasar digital gim yang jadi pesaing Steam.
"Kami membangun gim sendiri dan membagikan semua hasil pekerjaan kami dengan dunia untuk membangun gim mereka sendiri. Kami adalah pengembang gim dan perusahaan jasa yang bekerja dengan mitra di seluruh industri. Segala yang kami lakukan sekarang adalah versi yang jauh lebih besar dari itu,” ujarnya.
Fortnite sendiri memiliki hampir 250 juta pemain terdaftar, dengan 10,8 juta pemain aktif. Naik dari 200 juta pemain total di Desember 2018. "Ini gim shooter pertama dengan populasi wanita sangat besar,” ujarnya. ”Diperkirakan mencapai 35 persen. Belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Sweeney.
Fortnite awalnya bukan gim battle royal dengan 100 pemain. Tapi, mereka cepat sekali beradaptasi melihat tren. Bahkan, mulanya gim tersebut nyaris gagal. Beberapa bulan setelah aktif, Epic menjatuhkan harga gim ke nol, memasukkan transaksi mikro, dan menyebutnya Fortnite Battle Royale. Sweeney dan CTO Kim Libreri memandang masa depan dengan optimistis.
Mereka telah memastikan bahwa perusahaan tetap cukup gesit untuk merespons tren yang berubah. Epic adalah salah satu perusahaan besar pertama yang menggunakan layanan "games as a service"; pada 2012, raksasa teknologi Cina Tencent mengakuisisi 40 persen dari bisnisnya dengan USD 330 juta, dan sebagai imbalannya, Epic menerima dukungan dan wawasan tentang ekosistem yang berfokus layanan berlangganan dan terus-menerus terhubung yang mentenagai industri video gim.
"Ada masalah yang kami pecahkan, dan kemudian ada masalah yang dipecahkan oleh perusahaan platform lain dimana kami hanya bekerja dengan mereka," kata Sweeney. Soal layanan gim streaming yang dilakukan oleh Google lewat Stadia, Sweeney menyebut bahwa pihaknya tidak akan jadi pesaing.
Namun, ikut mendukung dengan permainan mereka. ”Streaming adalah sesuatu yang akan membutuhkan investasi miliaran dolar. Membangun peternakan server, mengutilisasi jaringan 5G dan yang lainnya,” katanya.
Awal tahuni ini, Fortnite mencetak rekor ketika 10,7 juta orang masuk untuk melihat konser virtual Marshmello. Menurut Business Insider, lebih dari 250 juta pemain telah mendaftarkan akun mereka di gim tersebut. Gamer membentuk komunitas di dalam gim. Seperti yang dilakukan oleh Minecraft.
Fortnite: Battle Royale dilaporkan mencetak USD 1 miliar melalui pembelian dalam gim. Epic Games juga terus berupaya memperluas usaha dengan toko gim digital. Menurut Variety, Unreal Engine perusahaan yang digunakan oleh pengembang untuk membuat game atau efek khusus, telah memiliki instalasi 7,5 juta kali.
"Bahkan dengan mesin permainan kami, bisnis kami dengan Epic Game Store, kami masih jauh dari ukuran Google atau Facebook. Tapi, kami benar-benar bercita-cita untuk menjadi pengembang gim terbesar dunia,” kata Sweeney kepada Variety." Ketika Tim Sweeney membangun ZZT pada 1991, ia tidak tahu cara memprogram grafik.
Alih-alih mengode karakter dan objek aktual ke dalam gimnya, ia menggunakan simbol teks, dan karakter utama hanyalah wajah tersenyum yang membuntuti layar. “Saya membuat editor sehingga semua orang bisa membangun level mereka sendiri,” ungkapnya. Editor tersebut meletakkan fondasi sebuah perusahaan yang akan menjadi Epic Games.
Hampir 30 tahun kemudian Epic diperkirakan bernilai USD15 miliar. Nama mereka meroket lewat Fortnite, dan Unreal, salah satu mesin gim yang paling banyak digunakan. Plus, baru-baru ini mereka meluncurkan Epic Games Store, pasar digital gim yang jadi pesaing Steam.
"Kami membangun gim sendiri dan membagikan semua hasil pekerjaan kami dengan dunia untuk membangun gim mereka sendiri. Kami adalah pengembang gim dan perusahaan jasa yang bekerja dengan mitra di seluruh industri. Segala yang kami lakukan sekarang adalah versi yang jauh lebih besar dari itu,” ujarnya.
Fortnite sendiri memiliki hampir 250 juta pemain terdaftar, dengan 10,8 juta pemain aktif. Naik dari 200 juta pemain total di Desember 2018. "Ini gim shooter pertama dengan populasi wanita sangat besar,” ujarnya. ”Diperkirakan mencapai 35 persen. Belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Sweeney.
Fortnite awalnya bukan gim battle royal dengan 100 pemain. Tapi, mereka cepat sekali beradaptasi melihat tren. Bahkan, mulanya gim tersebut nyaris gagal. Beberapa bulan setelah aktif, Epic menjatuhkan harga gim ke nol, memasukkan transaksi mikro, dan menyebutnya Fortnite Battle Royale. Sweeney dan CTO Kim Libreri memandang masa depan dengan optimistis.
Mereka telah memastikan bahwa perusahaan tetap cukup gesit untuk merespons tren yang berubah. Epic adalah salah satu perusahaan besar pertama yang menggunakan layanan "games as a service"; pada 2012, raksasa teknologi Cina Tencent mengakuisisi 40 persen dari bisnisnya dengan USD 330 juta, dan sebagai imbalannya, Epic menerima dukungan dan wawasan tentang ekosistem yang berfokus layanan berlangganan dan terus-menerus terhubung yang mentenagai industri video gim.
"Ada masalah yang kami pecahkan, dan kemudian ada masalah yang dipecahkan oleh perusahaan platform lain dimana kami hanya bekerja dengan mereka," kata Sweeney. Soal layanan gim streaming yang dilakukan oleh Google lewat Stadia, Sweeney menyebut bahwa pihaknya tidak akan jadi pesaing.
Namun, ikut mendukung dengan permainan mereka. ”Streaming adalah sesuatu yang akan membutuhkan investasi miliaran dolar. Membangun peternakan server, mengutilisasi jaringan 5G dan yang lainnya,” katanya.
(don)