Kapan Waktu yang Tepat untuk Memberikan si Kecil Gawai
A
A
A
TIDAK hanya memberikan dampak negatif, gawai seperti ponsel pintar juga memiliki sederet manfaat positif bagi anak. Nah, tinggal orang tua yang harus bijak mengontrolnya. Henny tengah bingung menghadapi permintaan putri pertamanya. Gadisa, siswi kelas lima SD di Jakarta Selatan, merengek minta dibelikan ponsel pintar seperti teman-teman sekelasnya.
“Katanya hanya dia di antara sahabatnya yang belum punya ponsel. Tapi, saya masih mikir, apakah betul sudah perlu. Banyak pertimbangan bagi saya sebelum meluluskan permintaan ponsel ini,” ujar ibu dua anak ini. Dikutip WebMD, jika anak Anda mengatakan hanya dia yang belum memiliki ponsel pintar di sekolahnya, bisa jadi si kecil tidak bohong. Sebab, rata-rata anak sekarang mendapat ponsel pertamanya di usia 10 tahun.
Terlebih, tekanan teman sebaya yang sudah memiliki smartphone cukup tinggi. Meski begitu, bukan berarti orang tua harus mengikuti keinginan sang anak. Tidak ada aturan pasti kapan anak siap untuk menerima ponsel pintar. Banyak para ahli yang mendukung untuk tidak memberikan ponsel pintar kepada anak, mengingat ada banyak efek negatif yang mungkin ditimbulkan gawai.
Sebut saja, masalah ketergantungan pada gadget. Namun, orang tua mungkin mempunyai pertimbangan lain seperti anak memang sudah matang atau untuk keperluan yang sifatnya urgensi. Nah, sebelum memutuskan menyodorkan gawai kepada anak, ada beberapa hal yang bisa menjadi bahan pertimbangan.
Misalnya dengan pertanyaan seperti, mengapa anak meminta dibelikan ponsel? Jika jawabannya karena semua teman punya ponsel, menurut spesialis anak David L Hill MD yang juga Ketua American Academy of Pediatrics Council yang membawahi Divisi Media dan Komunikasi ini mengatakan, jawaban itu tidaklah cukup.
“Anda harus benar-benar bertanya kepada diri sendiri, apa yang anak saya akan lakukan dengan ponsel itu dan apakah benar perlu?” kata bapak dari lima anak berusia 12-18 tahun yang semuanya memiliki ponsel pintar ini. Di sisi lain, ponsel pintar menawarkan fitur mencari lokasi jika si buah hati sering pulang sekolah sendiri.
Jadi, Anda pun bisa mengurangi rasa kekhawatiran. Kalau masih bingung, lagi-lagi ada baiknya Anda bertanya kepada diri sendiri seberapa bertanggung jawabnya si buah hati? Bersediakah dia mengangkat telepon setiap Anda menelepon? Bisakah dia mengikuti aturan yang akan ditetapkan nantinya? Apakah Anda percaya dia tidak akan merusak atau menghilangkan ponselnya?
Untuk mencobanya, boleh Anda memberikan ponsel sederhana yang hanya memiliki fitur SMS dan telepon. Kalau benar dia tidak menghilangkan atau merusaknya, bolehlah ponsel itu di-upgrade . Salah satu hal yang juga harus menjadi pertimbangan orang tua adalah akses anak terhadap internet begitu ponsel sudah di tangan.
“Anda harus pikirkan bagaimana caranya akan memonitor anak dan bagaimana Anda bisa membantunya menggunakan ponsel dengan bertanggung jawab,” urai Hill. Dia menyarankan agar anak mengetahui bahwa orang tuanya akan mengawasi pesan atau unggahan anak.
Menginstal suatu aplikasi juga harus dengan izin orang tua. Untuk anak yang lebih kecil, gunakan setting parental untuk mengunduh aplikasi dengan menggunakan password. CJ Robinson yang berasal dari Central Florida dan istrinya membelikan anaknya yang berusia 15 tahun ponsel pintar. Putri mereka sudah memintanya sejak TK. Mereka akhirnya membelikannya tetapi dengan password yang mereka ketahui.
Anaknya juga hanya bisa berhubungan dengan teman-temannya yang ada di dunia kesehariannya saja, bukan di dunia maya. Ada juga beberapa aplikasi yang tidak boleh dia gunakan. “Kami ingin putri kami melihat ponsel hanyalah alat yang bisa diambil sewaktuwaktu,” kata Robinson.
Bagi anak yang lebih kecil, ada aplikasi yang dapat memonitor pesan-pesan yang dikirim si kecil, membatasi download , atau bahkan tidak bisa mengakses website tertentu. Ini boleh dilakukan selama orang tua sudah menjelaskan aturannya sebelum anak menggunakan ponsel dan menjelaskan alasannya.
Perlu diketahui, smartphone bisa menyebabkan waktu anak berkonsentrasi berkurang, kurang aktivitas di luar rumah, anak menjadi gelisah, serta kemampuan komunikasi yang rendah menurut Dwight DeWerth-Pallmeyer PhD, Profesor Ilmu Komunikasi Widener University di Chester, PA. Gadget juga membuat anak terbatas waktunya menjadi lebih aktif atau mendapatkan tidur yang cukup. Hal ini dapat memengaruhi mood dan kesehatan mental anak.
“Katanya hanya dia di antara sahabatnya yang belum punya ponsel. Tapi, saya masih mikir, apakah betul sudah perlu. Banyak pertimbangan bagi saya sebelum meluluskan permintaan ponsel ini,” ujar ibu dua anak ini. Dikutip WebMD, jika anak Anda mengatakan hanya dia yang belum memiliki ponsel pintar di sekolahnya, bisa jadi si kecil tidak bohong. Sebab, rata-rata anak sekarang mendapat ponsel pertamanya di usia 10 tahun.
Terlebih, tekanan teman sebaya yang sudah memiliki smartphone cukup tinggi. Meski begitu, bukan berarti orang tua harus mengikuti keinginan sang anak. Tidak ada aturan pasti kapan anak siap untuk menerima ponsel pintar. Banyak para ahli yang mendukung untuk tidak memberikan ponsel pintar kepada anak, mengingat ada banyak efek negatif yang mungkin ditimbulkan gawai.
Sebut saja, masalah ketergantungan pada gadget. Namun, orang tua mungkin mempunyai pertimbangan lain seperti anak memang sudah matang atau untuk keperluan yang sifatnya urgensi. Nah, sebelum memutuskan menyodorkan gawai kepada anak, ada beberapa hal yang bisa menjadi bahan pertimbangan.
Misalnya dengan pertanyaan seperti, mengapa anak meminta dibelikan ponsel? Jika jawabannya karena semua teman punya ponsel, menurut spesialis anak David L Hill MD yang juga Ketua American Academy of Pediatrics Council yang membawahi Divisi Media dan Komunikasi ini mengatakan, jawaban itu tidaklah cukup.
“Anda harus benar-benar bertanya kepada diri sendiri, apa yang anak saya akan lakukan dengan ponsel itu dan apakah benar perlu?” kata bapak dari lima anak berusia 12-18 tahun yang semuanya memiliki ponsel pintar ini. Di sisi lain, ponsel pintar menawarkan fitur mencari lokasi jika si buah hati sering pulang sekolah sendiri.
Jadi, Anda pun bisa mengurangi rasa kekhawatiran. Kalau masih bingung, lagi-lagi ada baiknya Anda bertanya kepada diri sendiri seberapa bertanggung jawabnya si buah hati? Bersediakah dia mengangkat telepon setiap Anda menelepon? Bisakah dia mengikuti aturan yang akan ditetapkan nantinya? Apakah Anda percaya dia tidak akan merusak atau menghilangkan ponselnya?
Untuk mencobanya, boleh Anda memberikan ponsel sederhana yang hanya memiliki fitur SMS dan telepon. Kalau benar dia tidak menghilangkan atau merusaknya, bolehlah ponsel itu di-upgrade . Salah satu hal yang juga harus menjadi pertimbangan orang tua adalah akses anak terhadap internet begitu ponsel sudah di tangan.
“Anda harus pikirkan bagaimana caranya akan memonitor anak dan bagaimana Anda bisa membantunya menggunakan ponsel dengan bertanggung jawab,” urai Hill. Dia menyarankan agar anak mengetahui bahwa orang tuanya akan mengawasi pesan atau unggahan anak.
Menginstal suatu aplikasi juga harus dengan izin orang tua. Untuk anak yang lebih kecil, gunakan setting parental untuk mengunduh aplikasi dengan menggunakan password. CJ Robinson yang berasal dari Central Florida dan istrinya membelikan anaknya yang berusia 15 tahun ponsel pintar. Putri mereka sudah memintanya sejak TK. Mereka akhirnya membelikannya tetapi dengan password yang mereka ketahui.
Anaknya juga hanya bisa berhubungan dengan teman-temannya yang ada di dunia kesehariannya saja, bukan di dunia maya. Ada juga beberapa aplikasi yang tidak boleh dia gunakan. “Kami ingin putri kami melihat ponsel hanyalah alat yang bisa diambil sewaktuwaktu,” kata Robinson.
Bagi anak yang lebih kecil, ada aplikasi yang dapat memonitor pesan-pesan yang dikirim si kecil, membatasi download , atau bahkan tidak bisa mengakses website tertentu. Ini boleh dilakukan selama orang tua sudah menjelaskan aturannya sebelum anak menggunakan ponsel dan menjelaskan alasannya.
Perlu diketahui, smartphone bisa menyebabkan waktu anak berkonsentrasi berkurang, kurang aktivitas di luar rumah, anak menjadi gelisah, serta kemampuan komunikasi yang rendah menurut Dwight DeWerth-Pallmeyer PhD, Profesor Ilmu Komunikasi Widener University di Chester, PA. Gadget juga membuat anak terbatas waktunya menjadi lebih aktif atau mendapatkan tidur yang cukup. Hal ini dapat memengaruhi mood dan kesehatan mental anak.
(don)