Digitalisasi Mulai Terbukti 'Mematikan' Pekerjaan yang Ada
A
A
A
JAKARTA - Era digitalisasi di semua bidang terbukti mulai menghilangkan banyak pekerjaan. Tapi hal itu sekaligus juga membuka peluang kerja baru.
"Revolusi Industri 4.0 menempatkan teknologi informasi (TI) sebagai basis dalam kehidupan manusia. Segala hal menjadi tanpa batas (borderless) terkait penggunaan daya komputasi dan data yang tidak terbatas. Di dunia perdagangan misalnya, kita banyak sekali terbantu dalam membeli barang keperluan atau jasa secara online lewat perusahaan-perusahaan e-commerce yang kian menjamur dewasa ini," kata Dekan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Mercu Buana (UMB), Harwikarya di sela-sela Seminar Nasional Pengaplikasian Telematika ke-10 (SINAPTIKA) bertema "Trend Aplikasi Multi-Platform Dalam Transformasi Digital untuk Meningkatkan Perdagangan di Era Ekonomi Digital" di Aula Rektorat UMB, Meruya, Jakarta.
Dikatakan Harwikarya, selain sisi positif memang ada sisi negatif dari era transformasi digital yang belakangan terjadi. Contohnya ada beberapa jenis pekerjaan yang terancam hilang, seperti kasir tiket bioskop, teller bank, tukang pos, dan lain sebagainya.
Memesan tiket misalnya, kini tak membutuhkan jasa karyawan di meja pembelian karcis masuk sebab bisa dipesan secara online. Dan tak menutup kemungkinan pemesanan makanan di bioskop bisa langsung melalui aplikasi.
"Di sisi lain, fenomena tersebut justru menjadi semacam berkah bagi pakar TI atau alumni Fakultas Ilmu Komputer. Karena mereka yang memegang sistemnya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengontrolan aplikasi sebuah e-commerce," paparnya.
Karena itu, Harwikarya menilai pentingnya sistem pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi. Misalnya penyesuaian kurikulum pembelajaran dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal data TI, operational technology, Internet of Things (IoT), dan Big Data Analitic, guna menghasilkan yang kompetitif dan terampil.
Ketua Panitia SINAPTIKA 2018, Ratna Mutu Manikam, menambahkan, seminar nasional tahun ini diikuti oleh sekitar 2.500 peserta yang tersebar di dua lokasi, yakni Aula Rektorat dan Gedung Tower Lantai 7. Selain itu, ada pula 120 peserta workshop, 73 mahasiswa peserta lomba, serta 120 pemakalah yang telah mengirimkan makalah melalui easychair.
"Mereka berasal dari berbagai kota, antara lain Bali, Surabaya, Yogyakarta, Tegal, Karawang, Jakarta, Bandar Lampung dan Riau," sebutnya.
"Revolusi Industri 4.0 menempatkan teknologi informasi (TI) sebagai basis dalam kehidupan manusia. Segala hal menjadi tanpa batas (borderless) terkait penggunaan daya komputasi dan data yang tidak terbatas. Di dunia perdagangan misalnya, kita banyak sekali terbantu dalam membeli barang keperluan atau jasa secara online lewat perusahaan-perusahaan e-commerce yang kian menjamur dewasa ini," kata Dekan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Mercu Buana (UMB), Harwikarya di sela-sela Seminar Nasional Pengaplikasian Telematika ke-10 (SINAPTIKA) bertema "Trend Aplikasi Multi-Platform Dalam Transformasi Digital untuk Meningkatkan Perdagangan di Era Ekonomi Digital" di Aula Rektorat UMB, Meruya, Jakarta.
Dikatakan Harwikarya, selain sisi positif memang ada sisi negatif dari era transformasi digital yang belakangan terjadi. Contohnya ada beberapa jenis pekerjaan yang terancam hilang, seperti kasir tiket bioskop, teller bank, tukang pos, dan lain sebagainya.
Memesan tiket misalnya, kini tak membutuhkan jasa karyawan di meja pembelian karcis masuk sebab bisa dipesan secara online. Dan tak menutup kemungkinan pemesanan makanan di bioskop bisa langsung melalui aplikasi.
"Di sisi lain, fenomena tersebut justru menjadi semacam berkah bagi pakar TI atau alumni Fakultas Ilmu Komputer. Karena mereka yang memegang sistemnya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengontrolan aplikasi sebuah e-commerce," paparnya.
Karena itu, Harwikarya menilai pentingnya sistem pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi. Misalnya penyesuaian kurikulum pembelajaran dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal data TI, operational technology, Internet of Things (IoT), dan Big Data Analitic, guna menghasilkan yang kompetitif dan terampil.
Ketua Panitia SINAPTIKA 2018, Ratna Mutu Manikam, menambahkan, seminar nasional tahun ini diikuti oleh sekitar 2.500 peserta yang tersebar di dua lokasi, yakni Aula Rektorat dan Gedung Tower Lantai 7. Selain itu, ada pula 120 peserta workshop, 73 mahasiswa peserta lomba, serta 120 pemakalah yang telah mengirimkan makalah melalui easychair.
"Mereka berasal dari berbagai kota, antara lain Bali, Surabaya, Yogyakarta, Tegal, Karawang, Jakarta, Bandar Lampung dan Riau," sebutnya.
(mim)