Reed Hastings Menguasai Dunia Lewat Streaming
A
A
A
REED Hastings memulai Netflix sebagai perusahaan rental DVD secara online. Kini Netflix berubah menjadi salah satu perusahaan media terbesar di dunia dengan kapitalisasi pasar mencapai USD152 miliar.
Bagaimana dia melakukannya? Gelak tawa disambung tepuk tangan menggema di hall utama Sands Expo & Convention Centre, Singapura, ketika pendiri dan CEO Netflix Reed Hastings mengawali keynote-nya dengan menunjukkan gambar dia sedang menikmati secangkir kopi dan roti bakar di Killiney Kopitiam.
Tentu saja ini adalah sebuah simbol bahwa Netflix semakin melokal. Mereka menganggap pasar internasional, khususnya Asia, sangat penting dalam upaya melakukan ekspansi global. Secara statistik, separuh dari rumah tangga (household) di Amerika sudah berlangganan Netflix.
Pasarnya sudah tidak bisa tumbuh cepat. Sebaliknya, dalam dua tahun terakhir setelah Netflix mengumumkan bahwa layanan mereka bisa diakses secara global, pelanggan internasional mereka meroket.
Sekarang dari 130 juta pelanggan Netflix, 78,6 juta adalah pelanggan internasional, jauh lebih besar dari pelanggan di AS yang 58,5 juta. Itulah sebabnya Asia menjadi pasar penting bagi Netflix, termasuk di antaranya India, Thailand, dan Indonesia.
Revolusi Ketiga di Dunia Hiburan
Reed mengawali keynote-nya dengan menjelaskan sejarah film yang sudah ada sejak 120 tahun silam. “Ditemukannya proyektor film mengubah sejarah manusia. Sebab, dalam 60 tahun selanjutnya, film menjadi dominan dalam komunikasi,” ungkapnya.
Selanjutnya, Reed mengatakan, kehadiran televisi dalam 60 tahun terakhir memungkinkan orang bisa melihat gambar bergerak di rumah mereka. Sekarang revolusi ketiga dunia hiburan telah tiba; internet.
“Dengan internet, Anda bisa menonton film sesuai keinginan (on demand ) pada pagi atau sore hari di kereta sepulang kerja, bahkan bingeview, menonton beberapa episode secara maraton,” ucapnya.
Selanjutnya, internet juga memungkinkan personalisasi. Menurut Reed, Netflix akan mempelajari selera penggunanya dan menyajikan rekomendasi tontonan yang unik dan personal. Untuk itu, Netflix sangat fokus mengutilisasi berbagai teknologi di Netflix, seperti penggunaan machine learning . Terakhir adalah tontonan global.
Dengan internet, Reed menyebut film dokumenter produksi Singapura, Shirkers, dapat ditonton langsung pelanggan Netflix di seluruh dunia. Itu berlaku juga untuk film arahan Timo Tjahjanto, The Night Comes for Us, yang mendapat banyak pujian dari penonton global.
Dari DVD ke Internet
Reed bercerita bagaimana Netflix didirikan sebagai perusahaan rental DVD online pada 1997. “Kami membeli DVD, lalu mengirimkannya kepada pelanggan,” ungkapnya.
Pada 2007, tepat sepekan setelah Apple merilis iPhone pertama mereka, Netflix pun mengumumkan layanan streaming perdana. “Tetapi, saat itu internet tidak cukup cepat untuk streaming , masih sangat primitif,” ujarnya. Pada 2010, layanan streaming Netflix mulai tersedia secara internasional yang diawali di Kanada.
“Kami bertanya-tanya, bisa tidak kami fokus di streaming? Ternyata orang suka. Maka itu, fokus kami beralih sepenuhnya di streaming,” beber Reed. Netflix mulai memproduksi kontennya sendiri pada 2012, diawali dengan Lilyhammer.
Sejak itu, mereka semakin aktif melakukan produksi, baik film ataupun serial, dengan nama Netflix Original. Pada Januari 2016, Reed menyebut bahwa Netflix akhirnya membuka layanan sekaligus di seluruh dunia. “Waktu itu kami ingin cepat berekspansi. Tetapi, daripada harus dilakukan satu per satu, mengapa tidak langsung dibuka seluruhnya,” ujar Reed.
Saat itu layanan Netflix sudah beroperasi di lebih dari 190 negara dan telah merilis 126 film dan seri orisinal. Jika dibandingkan YouTube, Reed mengakui bahwa penonton YouTube tujuh kali lebih besar.
“Tetapi, layanan YouTube gratis. Bisnis model mereka menggunakan iklan, juga memiliki konten yang sangat berbeda,” ungkapnya. Yang dilakukan Netflix, menurut Reed, adalah berinvestasi di cerita dan berupaya memberikan platform agar cerita tersebut dapat ditonton seluruh dunia.
“Kami memiliki sineas dari Jepang, Indonesia, India, yang memproduksi cerita dengan berbagai latar belakang budaya. Yang terjadi kemudian adalah keterhubungan antara kebudayaan. Penonton mendapat harapan, aspirasi, yang digabung dengan personalisasi dan layanan on demand . Itulah Netflix,” ucapnya.
Bagaimana dia melakukannya? Gelak tawa disambung tepuk tangan menggema di hall utama Sands Expo & Convention Centre, Singapura, ketika pendiri dan CEO Netflix Reed Hastings mengawali keynote-nya dengan menunjukkan gambar dia sedang menikmati secangkir kopi dan roti bakar di Killiney Kopitiam.
Tentu saja ini adalah sebuah simbol bahwa Netflix semakin melokal. Mereka menganggap pasar internasional, khususnya Asia, sangat penting dalam upaya melakukan ekspansi global. Secara statistik, separuh dari rumah tangga (household) di Amerika sudah berlangganan Netflix.
Pasarnya sudah tidak bisa tumbuh cepat. Sebaliknya, dalam dua tahun terakhir setelah Netflix mengumumkan bahwa layanan mereka bisa diakses secara global, pelanggan internasional mereka meroket.
Sekarang dari 130 juta pelanggan Netflix, 78,6 juta adalah pelanggan internasional, jauh lebih besar dari pelanggan di AS yang 58,5 juta. Itulah sebabnya Asia menjadi pasar penting bagi Netflix, termasuk di antaranya India, Thailand, dan Indonesia.
Revolusi Ketiga di Dunia Hiburan
Reed mengawali keynote-nya dengan menjelaskan sejarah film yang sudah ada sejak 120 tahun silam. “Ditemukannya proyektor film mengubah sejarah manusia. Sebab, dalam 60 tahun selanjutnya, film menjadi dominan dalam komunikasi,” ungkapnya.
Selanjutnya, Reed mengatakan, kehadiran televisi dalam 60 tahun terakhir memungkinkan orang bisa melihat gambar bergerak di rumah mereka. Sekarang revolusi ketiga dunia hiburan telah tiba; internet.
“Dengan internet, Anda bisa menonton film sesuai keinginan (on demand ) pada pagi atau sore hari di kereta sepulang kerja, bahkan bingeview, menonton beberapa episode secara maraton,” ucapnya.
Selanjutnya, internet juga memungkinkan personalisasi. Menurut Reed, Netflix akan mempelajari selera penggunanya dan menyajikan rekomendasi tontonan yang unik dan personal. Untuk itu, Netflix sangat fokus mengutilisasi berbagai teknologi di Netflix, seperti penggunaan machine learning . Terakhir adalah tontonan global.
Dengan internet, Reed menyebut film dokumenter produksi Singapura, Shirkers, dapat ditonton langsung pelanggan Netflix di seluruh dunia. Itu berlaku juga untuk film arahan Timo Tjahjanto, The Night Comes for Us, yang mendapat banyak pujian dari penonton global.
Dari DVD ke Internet
Reed bercerita bagaimana Netflix didirikan sebagai perusahaan rental DVD online pada 1997. “Kami membeli DVD, lalu mengirimkannya kepada pelanggan,” ungkapnya.
Pada 2007, tepat sepekan setelah Apple merilis iPhone pertama mereka, Netflix pun mengumumkan layanan streaming perdana. “Tetapi, saat itu internet tidak cukup cepat untuk streaming , masih sangat primitif,” ujarnya. Pada 2010, layanan streaming Netflix mulai tersedia secara internasional yang diawali di Kanada.
“Kami bertanya-tanya, bisa tidak kami fokus di streaming? Ternyata orang suka. Maka itu, fokus kami beralih sepenuhnya di streaming,” beber Reed. Netflix mulai memproduksi kontennya sendiri pada 2012, diawali dengan Lilyhammer.
Sejak itu, mereka semakin aktif melakukan produksi, baik film ataupun serial, dengan nama Netflix Original. Pada Januari 2016, Reed menyebut bahwa Netflix akhirnya membuka layanan sekaligus di seluruh dunia. “Waktu itu kami ingin cepat berekspansi. Tetapi, daripada harus dilakukan satu per satu, mengapa tidak langsung dibuka seluruhnya,” ujar Reed.
Saat itu layanan Netflix sudah beroperasi di lebih dari 190 negara dan telah merilis 126 film dan seri orisinal. Jika dibandingkan YouTube, Reed mengakui bahwa penonton YouTube tujuh kali lebih besar.
“Tetapi, layanan YouTube gratis. Bisnis model mereka menggunakan iklan, juga memiliki konten yang sangat berbeda,” ungkapnya. Yang dilakukan Netflix, menurut Reed, adalah berinvestasi di cerita dan berupaya memberikan platform agar cerita tersebut dapat ditonton seluruh dunia.
“Kami memiliki sineas dari Jepang, Indonesia, India, yang memproduksi cerita dengan berbagai latar belakang budaya. Yang terjadi kemudian adalah keterhubungan antara kebudayaan. Penonton mendapat harapan, aspirasi, yang digabung dengan personalisasi dan layanan on demand . Itulah Netflix,” ucapnya.
(don)