GoJek Dinilai Melesat Cepat, Bisnis Digital Perlu Aturan Jelas
A
A
A
JAKARTA - Indonesia perlahan mulai menuju ekosistem digital terbesar di Asia Tenggara, seiring dengan pertumbuhan bisnis e-commerce yang mencapai rata-rata 17% selama lima tahun terakhir. Seperti GoJek yang kini melesat cepat karena sudah berpedikat unicom.
Meski jaringan broadband masih belum merata, namun jumlah pengguna internet di Indonesia terus melejit. Menurut survei APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), terdapat 143,26 juta orang Indonesia menggunakan internet pada akhir 2017.
Jumlah tersebut pastinya akan terus mengalami peningkatan, seiring dengan penetrasi jaringan internet cepat 4G yang menjangkau banyak masyarakat di berbagai daerah dan kota-kota Indonesia.besarnya pengguna internet di Indonesia tentunya sangat menggiurkan bagi perusahaan rintisan (start up). Alhasil, bisnis rintisan berbasis teknologi tersebut semakin berkembang pesat. Bahkan, beberapa di antaranya sudah termasuk dalam jajaran 'unicorn', yakni start up dengan valuasi di atas USD1 miliar atau lebih dari Rp 13 triliun.
Rudiantara, Menteri Kominfo dalam Konvensi Internasional Next Indonesia Unicorn (NextIcorn) di Bali Sabttu (13/10/2018) mengatakan akan membuka kran investasi untuk para startup Indonesia.
“Tujuannya mempersingkat proses berinvestasi dengan menyediakan investor yang serius dari seluruh dunia dengan start-up Indonesia agar mudah menjadi unicorn," jelas Rudiantara keterangan resmi yang dikeluarkan Kominfo.
Seperti diketahui sejak 2015, terdapat empat perusahaan rintisan yang sudah berpredikat unicorn di Indonesia, yakni GoJek, Tokopedia, Traveloka dan Bukalapak.
Dari keempat unicorn tersebut, tak dapat dipungkiri, GoJek layak disebut sebagai unicorn yang paling bersinar terang. Didirikan oleh Nadiem Makarim pada 2010, GoJek adalah perusahaan teknologi yang paling banyak diminati oleh investor asing.
Derasnya kucuran dana asing membuat kinerja GoJek dengan cepat melejit. Menurut catatan lembaga kajian ekonomi digital, Sharing Vision, hanya dalam tempo kurang dari 10 tahun, GoJek telah berkembang sangat cepat.
rcatat, GoJek memiliki 2.900 karyawan di 3 negara, 65 juta pengguna, 1,2 juta mitra driver, 300 ribu merchant, serta tersebar ke 75 kota dari Aceh ke Papua.
Kini Go-Jek tak hanya menawarkan layanan jasa transportasi sepeda motor, taksi dan mobil. Perusahaan ini juga melayani pembelian makanan, belanja di toko, pulsa, tiket hingga jasa bersih-bersih rumah. Go-Jek juga melengkapi bisnisnya dengan pembayaran digital bertajuk GoPay. Bisnis pembayaranmobileinilah yang disebut-sebut oleh Reuters menarik minat para investor.
Dua perusahaan investasi papan atas asal AS, Sequoia Capital dan Warburg Pincus LLC, menjadi pemilik GoJek sejak 2015. Investor lain adalah Northstar Group, DST Global, NSI Ventures, Rakuten Ventures, Formation Group, KKR, Farallon Capital, dan Capital Group Private Markets.
Sokongan para investor asing pada unicorn pertama Indonesia itu, diperkuat dengan kehadiran Google yang menggelontorkan dana Rp 16 Triliun pada akhir 2017. Menyusul kemudian, konglomerat lokal Astra International dengan dana investasi Rp2 triliun.
Selain investor asal AS, sinar terang GoJek juga menarik minat pemodal China. Tiga perusahaan raksasa China, yakni Tencent, JD.com dan Meituan Dianping juga telah menjadi pemilik Go-Jek.
Menurut Reuters, meski JD.com dan Meituan Dianping tak pernah mempublikasikan dana investasi yang dikucurkan, namun saat ini aliansi tiga investor China itu memiliki lebih dari 80% bagian saham Go-Jek.
Kehadiran para investor asing di tubuh GoJek tak lepas dari potensi pasar Indonesia. Ambil contoh, pasare-commerce yang diperkirakan mencapai sekitar USD130 miliar pada tahun 2020. Nilai pasare-commerceIndonesia akan menjadi yang terbesar nomor tiga di Asia, setelah China dan India.
Direktur Institute for Development of Economics & Finance (Indef), Enny Sri Hartati, menilai bahwa pemerintah terlambat dalam menyusun peta jalan bisnis digital.
Guna menghindari polemik yang bakal muncul, Enny mendesak Pemerintah untuk segera membuat aturan menyangkut investasi di startup digital. Dia menilai, pemerintah sejauh ini kurang antisipasi terhadap perubahan lingkungan bisnis yang bergerak ke arah digital.
“Regulasi tidak ada. Yang sekarang hanya bersifat parsial. Contoh ride sharing hanya diatur PP Menhub. Itu pun hingga hari ini belum jelas.
Padahal bisnis startup digital seperti Gojek sudah berkembang luas menjadi 10 bidang,” jelas Enny dalam diskusi “Peran Unicorn Dalam Mempertahankan Momentum Investasi dan Menjaga Stabilitas Rupiah”, di Jakarta (12/9/2018).
“Perlu peta jalan dan blueprint yang jelas. Polemik dapat diakhiri jika regulator memiliki aturan. Ekonomi digital adalah keniscayaan. Tinggal aturan yang jelas untuk meminimalkan ekses. Kita harus maksimalkan manfaatnya,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Enny mengatakan bahwa semua negara yang mengimplementasikan ekonomi digital, regulasinya sudah direncanakan, terstruktur sistematis bagaimana memanfaatkan teknologi.
Tetapi berbeda dengan yang terjadi di Indonesia. Nyatanya para pemain di bidang ini sudah bergerak sangat jauh, namun regulasi masih sekedar wacana.
Meski jaringan broadband masih belum merata, namun jumlah pengguna internet di Indonesia terus melejit. Menurut survei APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), terdapat 143,26 juta orang Indonesia menggunakan internet pada akhir 2017.
Jumlah tersebut pastinya akan terus mengalami peningkatan, seiring dengan penetrasi jaringan internet cepat 4G yang menjangkau banyak masyarakat di berbagai daerah dan kota-kota Indonesia.besarnya pengguna internet di Indonesia tentunya sangat menggiurkan bagi perusahaan rintisan (start up). Alhasil, bisnis rintisan berbasis teknologi tersebut semakin berkembang pesat. Bahkan, beberapa di antaranya sudah termasuk dalam jajaran 'unicorn', yakni start up dengan valuasi di atas USD1 miliar atau lebih dari Rp 13 triliun.
Rudiantara, Menteri Kominfo dalam Konvensi Internasional Next Indonesia Unicorn (NextIcorn) di Bali Sabttu (13/10/2018) mengatakan akan membuka kran investasi untuk para startup Indonesia.
“Tujuannya mempersingkat proses berinvestasi dengan menyediakan investor yang serius dari seluruh dunia dengan start-up Indonesia agar mudah menjadi unicorn," jelas Rudiantara keterangan resmi yang dikeluarkan Kominfo.
Seperti diketahui sejak 2015, terdapat empat perusahaan rintisan yang sudah berpredikat unicorn di Indonesia, yakni GoJek, Tokopedia, Traveloka dan Bukalapak.
Dari keempat unicorn tersebut, tak dapat dipungkiri, GoJek layak disebut sebagai unicorn yang paling bersinar terang. Didirikan oleh Nadiem Makarim pada 2010, GoJek adalah perusahaan teknologi yang paling banyak diminati oleh investor asing.
Derasnya kucuran dana asing membuat kinerja GoJek dengan cepat melejit. Menurut catatan lembaga kajian ekonomi digital, Sharing Vision, hanya dalam tempo kurang dari 10 tahun, GoJek telah berkembang sangat cepat.
rcatat, GoJek memiliki 2.900 karyawan di 3 negara, 65 juta pengguna, 1,2 juta mitra driver, 300 ribu merchant, serta tersebar ke 75 kota dari Aceh ke Papua.
Kini Go-Jek tak hanya menawarkan layanan jasa transportasi sepeda motor, taksi dan mobil. Perusahaan ini juga melayani pembelian makanan, belanja di toko, pulsa, tiket hingga jasa bersih-bersih rumah. Go-Jek juga melengkapi bisnisnya dengan pembayaran digital bertajuk GoPay. Bisnis pembayaranmobileinilah yang disebut-sebut oleh Reuters menarik minat para investor.
Dua perusahaan investasi papan atas asal AS, Sequoia Capital dan Warburg Pincus LLC, menjadi pemilik GoJek sejak 2015. Investor lain adalah Northstar Group, DST Global, NSI Ventures, Rakuten Ventures, Formation Group, KKR, Farallon Capital, dan Capital Group Private Markets.
Sokongan para investor asing pada unicorn pertama Indonesia itu, diperkuat dengan kehadiran Google yang menggelontorkan dana Rp 16 Triliun pada akhir 2017. Menyusul kemudian, konglomerat lokal Astra International dengan dana investasi Rp2 triliun.
Selain investor asal AS, sinar terang GoJek juga menarik minat pemodal China. Tiga perusahaan raksasa China, yakni Tencent, JD.com dan Meituan Dianping juga telah menjadi pemilik Go-Jek.
Menurut Reuters, meski JD.com dan Meituan Dianping tak pernah mempublikasikan dana investasi yang dikucurkan, namun saat ini aliansi tiga investor China itu memiliki lebih dari 80% bagian saham Go-Jek.
Kehadiran para investor asing di tubuh GoJek tak lepas dari potensi pasar Indonesia. Ambil contoh, pasare-commerce yang diperkirakan mencapai sekitar USD130 miliar pada tahun 2020. Nilai pasare-commerceIndonesia akan menjadi yang terbesar nomor tiga di Asia, setelah China dan India.
Direktur Institute for Development of Economics & Finance (Indef), Enny Sri Hartati, menilai bahwa pemerintah terlambat dalam menyusun peta jalan bisnis digital.
Guna menghindari polemik yang bakal muncul, Enny mendesak Pemerintah untuk segera membuat aturan menyangkut investasi di startup digital. Dia menilai, pemerintah sejauh ini kurang antisipasi terhadap perubahan lingkungan bisnis yang bergerak ke arah digital.
“Regulasi tidak ada. Yang sekarang hanya bersifat parsial. Contoh ride sharing hanya diatur PP Menhub. Itu pun hingga hari ini belum jelas.
Padahal bisnis startup digital seperti Gojek sudah berkembang luas menjadi 10 bidang,” jelas Enny dalam diskusi “Peran Unicorn Dalam Mempertahankan Momentum Investasi dan Menjaga Stabilitas Rupiah”, di Jakarta (12/9/2018).
“Perlu peta jalan dan blueprint yang jelas. Polemik dapat diakhiri jika regulator memiliki aturan. Ekonomi digital adalah keniscayaan. Tinggal aturan yang jelas untuk meminimalkan ekses. Kita harus maksimalkan manfaatnya,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Enny mengatakan bahwa semua negara yang mengimplementasikan ekonomi digital, regulasinya sudah direncanakan, terstruktur sistematis bagaimana memanfaatkan teknologi.
Tetapi berbeda dengan yang terjadi di Indonesia. Nyatanya para pemain di bidang ini sudah bergerak sangat jauh, namun regulasi masih sekedar wacana.
(wbs)