Jadi Rebutan Pebisnis Asing, Startup Big Data Dalam Negeri Minim
A
A
A
BANDUNG - Startup dalam negeri yang bergerak pada bidang big data masih sangat minim. Padahal populasi penduduk Indonesia yang cukup tinggi berpeluang menjadi market rebutan startup dunia.
Chief Digital Startup, E-commerce, & Fintech (CDEF) Sharing Vision, Nur Javad Islami mengatakan, era big data kian intens di Indonesia. Big Data sangat berguna meningkatkan traffic dari toko online, meningkatkan penghasilan, efektivitas promosi, event, bahkan manajemen operasi perusahaan.
“Sayangnya masih belum banyak startup yang bergerak dibidang big data. Di Indonesia masih sangat minim. Kalau peluang ini tidak diambil, kita hanya akan jadi penonton data kita diolah startup asing,” ungkap Nur Javad di Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (5/6/2018).
Padahal melihat kondisi global, lanjut dia, di Indonesia tidak kalah dari sisi big data. Sebanyak 59% perusahaan besar di Indonesia telah mengadopsi big data. "Tidak satupun yang meragukan keberhasilan big data dan 80% perusahaan besar percaya big data dapat diimplementasikan sesuai keinginan dan target,” tambahnya.
Menurut Nur Javad, melalui big data dapat dianalisis menggunakan teknik Customer Behavior, Customer View, Credit Scoring, Fraud Analysis, Brand Monitoring, Loyalty & Promotion Analysis. Juga menelaah Marketing Campaign Optimization, Social Customer Relationship Management, Pricing Optimization, Sentiment Analysis, dan sebagainya.
Big data dapat digunakan dalam bisnis, 48% untuk mengetahui perilaku pelanggan, 21% untuk operasional, 12% untuk mendeteksi fraud, 10% untuk inovasi, 10% untuk optimisasi data.
Di Indonesia, lanjut dia, terjadi kelangkaan sumber daya manusia (SDM) big data yakni data scientist. Di Amerika Serikat saja, saat ini kerkurangan sebanyak 190.000 SDM big data.
Sedangkan data terus berkembang cepat dan akan mencapai 44 kali lebih besar pada tahun 2020 jika dibandingkan dengan jumlah data pada 2009. Dari 0,79 triliun gigabyte menjadi 35 triliun gigabyte di dunia.
Chief Digital Startup, E-commerce, & Fintech (CDEF) Sharing Vision, Nur Javad Islami mengatakan, era big data kian intens di Indonesia. Big Data sangat berguna meningkatkan traffic dari toko online, meningkatkan penghasilan, efektivitas promosi, event, bahkan manajemen operasi perusahaan.
“Sayangnya masih belum banyak startup yang bergerak dibidang big data. Di Indonesia masih sangat minim. Kalau peluang ini tidak diambil, kita hanya akan jadi penonton data kita diolah startup asing,” ungkap Nur Javad di Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (5/6/2018).
Padahal melihat kondisi global, lanjut dia, di Indonesia tidak kalah dari sisi big data. Sebanyak 59% perusahaan besar di Indonesia telah mengadopsi big data. "Tidak satupun yang meragukan keberhasilan big data dan 80% perusahaan besar percaya big data dapat diimplementasikan sesuai keinginan dan target,” tambahnya.
Menurut Nur Javad, melalui big data dapat dianalisis menggunakan teknik Customer Behavior, Customer View, Credit Scoring, Fraud Analysis, Brand Monitoring, Loyalty & Promotion Analysis. Juga menelaah Marketing Campaign Optimization, Social Customer Relationship Management, Pricing Optimization, Sentiment Analysis, dan sebagainya.
Big data dapat digunakan dalam bisnis, 48% untuk mengetahui perilaku pelanggan, 21% untuk operasional, 12% untuk mendeteksi fraud, 10% untuk inovasi, 10% untuk optimisasi data.
Di Indonesia, lanjut dia, terjadi kelangkaan sumber daya manusia (SDM) big data yakni data scientist. Di Amerika Serikat saja, saat ini kerkurangan sebanyak 190.000 SDM big data.
Sedangkan data terus berkembang cepat dan akan mencapai 44 kali lebih besar pada tahun 2020 jika dibandingkan dengan jumlah data pada 2009. Dari 0,79 triliun gigabyte menjadi 35 triliun gigabyte di dunia.
(mim)