Puluhan Perusahaan Teknologi AS Tolak Bantu Serangan Cyber
A
A
A
NEW YORK - 30 lebih perusahaan teknologi Amerika Serikata antara lain Microsoft dan Facebook mengumumkan sebuah ikrar bersama untuk tidak membantu pemerintah manapun dalam serangan cyber ofensif.
Cybersecurity Tech Accord, yang berjanji untuk melindungi semua pelanggannya dari serangan tidak peduli akan motif geopolitik atau kriminalnya, mengikuti tahun yang menjadi saksi dari tingkat serangan cyber destruktif yang belum terjadi sebelumnya, termasuk virus global WannaCry dan serangan NotPetya yang sangat merusak.
“Serangan yang merusak pada tahun lalu menunjukkan bahwa keamanan cyber bukan hanya tentang apa yang dapat diperbuat oleh sebuah perusahaan namun juga apa yang dapat kita lakukan secara bersama-sama,” ujar Presiden Microsoft Brad Smith dalam sebuah pernyataan. “Kesepakatan di antara sektor teknologi ini akan membantu kita mengambil jalur berprinsip ke arah langkah-langkah yang lebih efektif untuk bekerja bersama-sama dan melindungi para pelanggan di seluruh dunia.”
Smith, yang membantu memimpin beragam upaya untuk mengorganisir kesepakatan itu, diharapkan untuk mendiskusikan persekutuan dalam sebuah pidato hari Selasa pada konferensi keamanan cyber RSA di San Fransisco.
Kesepakatan tersebut juga menjanjikan untuk membangun sebuah kemitraan formal dan informal yang baru dalam industri tersebut dan dengan para peneliti bidang keamanan untuk berbagi informasi mengenai ancaman dan mengkoordinasikan pengungkapan-pengungkapan akan berbagai kerentanan.
Ikrar yang didasarkan atas berbagai gagasan yang disebut Digital Geneva Convention Smith yang diluncurkan saat konferensi RSA tahun lalu, sebuah proposal untuk membantu lembaga internasional yang melindungi masyarakat sipil dari peretasan yang disponsori negara.
Negara-negara, kata Smith saat itu, harus mengembangkan aturan global untuk serangan cyber serupa dengan yang dibentuk untuk konflik bersenjata pada Konvensi Jenewa 1949 setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua.
Selain Microsoft dan Facebook, 32 perusahaan lain menandatangani ikrar tersebut, termasuk Cisco, Juniper Networks, Oracles, Nokia, SAP, Dell, dan perusahaan keamanan cyber Symantec, FireEye, dan Trend Micro.
Daftar perusahaan tersebut tidak termasuk perusahaan asal Rusia, China, Iran, atau Korea Utara, yang secara luas dipandang sebagai pihak yang paling aktif dalam meluncurkan serangan cyber destruktif terhadap lawan-lawannya. Perusahaan-perusahaan teknologi utama AS seperti Amazon, Apple, Alphabet, dan Twitter juga tidak menandatangani ikrar tersebut.
Cybersecurity Tech Accord, yang berjanji untuk melindungi semua pelanggannya dari serangan tidak peduli akan motif geopolitik atau kriminalnya, mengikuti tahun yang menjadi saksi dari tingkat serangan cyber destruktif yang belum terjadi sebelumnya, termasuk virus global WannaCry dan serangan NotPetya yang sangat merusak.
“Serangan yang merusak pada tahun lalu menunjukkan bahwa keamanan cyber bukan hanya tentang apa yang dapat diperbuat oleh sebuah perusahaan namun juga apa yang dapat kita lakukan secara bersama-sama,” ujar Presiden Microsoft Brad Smith dalam sebuah pernyataan. “Kesepakatan di antara sektor teknologi ini akan membantu kita mengambil jalur berprinsip ke arah langkah-langkah yang lebih efektif untuk bekerja bersama-sama dan melindungi para pelanggan di seluruh dunia.”
Smith, yang membantu memimpin beragam upaya untuk mengorganisir kesepakatan itu, diharapkan untuk mendiskusikan persekutuan dalam sebuah pidato hari Selasa pada konferensi keamanan cyber RSA di San Fransisco.
Kesepakatan tersebut juga menjanjikan untuk membangun sebuah kemitraan formal dan informal yang baru dalam industri tersebut dan dengan para peneliti bidang keamanan untuk berbagi informasi mengenai ancaman dan mengkoordinasikan pengungkapan-pengungkapan akan berbagai kerentanan.
Ikrar yang didasarkan atas berbagai gagasan yang disebut Digital Geneva Convention Smith yang diluncurkan saat konferensi RSA tahun lalu, sebuah proposal untuk membantu lembaga internasional yang melindungi masyarakat sipil dari peretasan yang disponsori negara.
Negara-negara, kata Smith saat itu, harus mengembangkan aturan global untuk serangan cyber serupa dengan yang dibentuk untuk konflik bersenjata pada Konvensi Jenewa 1949 setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua.
Selain Microsoft dan Facebook, 32 perusahaan lain menandatangani ikrar tersebut, termasuk Cisco, Juniper Networks, Oracles, Nokia, SAP, Dell, dan perusahaan keamanan cyber Symantec, FireEye, dan Trend Micro.
Daftar perusahaan tersebut tidak termasuk perusahaan asal Rusia, China, Iran, atau Korea Utara, yang secara luas dipandang sebagai pihak yang paling aktif dalam meluncurkan serangan cyber destruktif terhadap lawan-lawannya. Perusahaan-perusahaan teknologi utama AS seperti Amazon, Apple, Alphabet, dan Twitter juga tidak menandatangani ikrar tersebut.
(wbs)