RI Harus Tegakkan Kedaulatan Data

Kamis, 12 April 2018 - 07:29 WIB
RI Harus Tegakkan Kedaulatan...
RI Harus Tegakkan Kedaulatan Data
A A A
WASHINGTON - Maraknya pencurian data akun media sosial Facebook menimbulkan keresahan di kalangan masyrakat. Indonesia yang turut menjadi korban perlu menegakkan kedaulatan data dengan regulasi yang ketat.

Sejumlah negara di dunia kini merasakan kekhawatiran yang sama akibat bocornya data akun Facebook yang mendapai 87 juta pengguna. Skandal tersebut mendorong perlunya perlindungan khusus agar kedaulatan data warga negara terjamin. Di Tanah Air, jumlah akun Facebook yang bocor mencapai lebih dari 1 juta akun.

Di Australia, Komisi Privasi memberikan perhatian penuh terhadap skandal Facebook. Mereka akan menyerukan proyek data perusahaan dan penduduk. Selain itu, banyak perusahaan juga khawatir dengan keamanan data dalam lingkaran layanana internet. Mereka juga mempertanyakan aturan tentang perlindungan data yang dibuat pemerintah.

“Belum ada regulasi yang cepat dan keras untuk mengatakan kalau data yang dipegang negara tertentu. Tapi, pilihannya, fleksibilitas, dan kontrol menjadi bagian penting,” ungkap Wakil Presiden Asia Pasifik Intralink Allan Robertson, kepada CSO Australia. Intralink merupakan perusahaan teknologi dan piranti lunak yang juga melayani manajemen data.

Menurut dia, regulasi yang ketat akan menjadikan mekanisme kontrol data mengizinkan perusahaan mengamankan data pelanggan. Perusahaannya, kata dia, juga bisa menolak akses dari luar terhadap data yang berada di dalam jaringan.

Di Kanada, kekhawatiran tentang kedaulatan juga muncul ke permukaan setelah skandal Cambridge Analytica. Menurut pakar informatika Universitas Toronto Andrew Clemen, warga Kanada berhak memprotes jika datanya dimanfaatan Cambridge Analytica untuk manipulasi politik.

“Itu merupakan ancaman privasi personal dan kasus ini bukan fenomena terisolasi,” kata Clemen dilansir The Globe and Mail.

Apalagi, 90% komunikasi internet melalui AS. Layanan internet yang digunakan sebagian besar warga Kanada, termasuk Facebook, Google, dan Twitter di mana data penggunanya berada di AS. “Hampir semua komunikasi internet melalui AS karena Kanada tidak memiliki akses yang cukup untuk kabel optic lintas samudra,” kata Clemen.

Untuk itu, Clemen mengungkapkan perlunya perlindungan privasi data warga Kanada. “Strategi untuk melindungi privasi warga Kanada harus menjadi kedaulatan nasional,” ujarnya.

Facebook Menyalahkan Rusia
Buntut dari bocornya puluhan juga akun Facebook, Senat AS memanggil CEO Facebook Mark Zuckerberg untuk diminta keterangan pada Selasa (10/4) waktu lokal. Kesempatan ini pun seolah menjadi ajang penghakiman bagi Zuckerberg yang dianggap membiarkan data pengguna media sosial terbesar di dunia itu dibobol oleh pihak lain seperti Cambrigde Analytica, CubeYou dan AggregateIQ (AIQ).

Kepada senator, Zuckerberg mengungkapkan bahwa perusahaannya kini berperang melawan operator nakal Rusia yang berusaha mengeksploitasi jaringan sosial. “Ini adalah perang senjata,” ujar Zuckerberg saat menjawab pertanyaan mengenai skandal pencurian data yang digunakan untuk kepentingan politik tersebut.

Di depan anggota Senator yang mayoritas sudah senior, Zuckerberg mengungkapkan dirinya tidak bisa berbuat banyak ketika terjadi pencurian data 87 pengguna Facebook yang dilakukan Cambridge Analytica. “Kita memang tidak melakukan banyak upaya untuk mencegah alat tersebut untuk berbuat jahat,” ujarnya.

Selama proses dengar pendapat di Senat, Zuckerberg hanya bisa tertunduk lesu di depan 44 senator AS. Dia berulang kali meminta maaf atas berbagai permasalahan yang terjadi di Facebook, dari kebocoran data hingga agen Rusia yang menggunakan Facebook untuk pemilu Presiden AS. Dia pun berjanji mendukung undang-undang baru dan mengubah bagaimana perusahaan jaringan sosial dalam berbisnis.

Selain itu, Zuckerberg juga mendukung upaya pembentukan regulasi bagi Facebook dan perusahaan internet lainnya. “Saya memiliki tim yang akan menindaklanjuti diskusi ini untuk melihat banyak perbedaan,” kata miliarder berusia 33 tahun itu.

Banyak anggota Senat kecewa dengan jawaban Zuckerberg tentang kebocoran data Facebook. “Mark Zuckerberg gagal menjawab pertanyaan kritis selama penampilannya tentang nilai kepercayaan dan transparansi,” kata Senator dari Partai Demokrat Kamala Harris.

Tidak Penuhi Panggilan DPR
Dari dalam negeri, Facebook Indonesia mangkir dari undangan Komisi I DPR yang mengagendakan mendengarkan penjelasan Facebook terkait bocornya data 1 juta pengguna Facebook Indonesia. Agenda yang seharusnya berlangsung pada Rabu (11/4) pukul 13.00 harus dijadwalkan ulang pada pekan depan.

“Kami minggu yang lalu sudah konfirmasi memanggil Facebook Indonesia dan mereka juga sudah sanggupi. Namun Jumat lalu Facebook Indonesia meberitahukan pada kami untuk penjadwalan ulang karena pada Rabu ini eksekutif Facebook Asia Tenggara harus menghadiri dengar pendapat dengan Kongres AS,” ujar Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Al Masyhari di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Di bagian lain, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, sudah mengirimkan surat teguran kedua pasca adanya informasi bahwa selain data pengguna Facebook dimanfaatkan oleh Cambridge Analytica, ada dua pihak lain yang memanfaatkan itu yakni CubeYou dan AIQ.

“Tadi malam ada respons melalui surat, tapi saya baru datang dari Bali saya belum baca suratnya,” kata pria yang akrab disapa Chief RA itu.

Mengenai sanksi terhadap Facebook, Rudiantara menjelaskan bahwa hal itu masih harus melihat perkembangan yang ada. Yang jelas, pihaknya sudah meminta kepada Facebook untuk memproteksi data pengguna Facebook Indonesia. Dia juga meminta Facebook menyampaikan kepada pemerintah mengenai data pengguna yang bocor dan motif penggunannya.

Mengenai pengawasan terhadap Facebook, Rudiantara juga mengaku tidak ragu untuk memblokir Facebook kebocoran data terjadi di kemudian hari dan dimanfaatkan untuk kepentingan politik.

“Saya tidak mempunyai keraguan (memblokir), karena saya tidak ingin Facebook, orang menggunakan platform Facebook dan menjadikan Indonesia seperti Myanmar, Rohingnya. Itu jelas,” tegasnya.

Pengamat Teknologi Informasi Heru Sutadi menyayangkan Kemenkominfo lengah sebagai pihak eksekutif terkait dalam perlindungan data masyarakat.

Undang-undang sebetulnya sangat penting dibutuhkan namun tentu untuk tegas menanggapi tidak dimungkinkan menunggu UU selesai. Butuh waktu cukup lama prosesnya mulai dirancang hingga disahkan. "Tentu ada sangkutan hukum yang mengatur mengenai perlindungan data. Pada UU ITE pasal 30 dan pasal 32 dapat dipakai untuk menjawab tantangan ini," jelas Heru.

Menurutnya, saat ini yang terpenting adalah ketegasan dari Kemenkominfo sebagai eksekutor, dan DPR sebagai pengawas agar semua pihak mentaati aturan yang ada.

Sementara itu, pakar marketing Yuswohady menambahkan, kasus penyalahgunaan data pribadi melalui Facebook oleh Cambridge Analytics dan firma analisis data lain harus disikapi pemerintah secara serius. Jika tidak, hal tersebut akan berdampak terhadap kedaulatan bangsa Indonesia.

"Jika pemerintah tidak segera bertindak, ini akan berpengaruh terhadap kedaulatan bangsa, apalagi sebentar lagi kita akan menggelar pilkada serentak dan pemilu pada tahun depan," kata Yuswohady. (Andika Hendra/Heru Febrianto/Ananda Nararya/Kiswondari)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1380 seconds (0.1#10.140)