Legalitas Tanda Tangan Digital Dijamin UU ITE
A
A
A
SLEMAN - Apakah Anda pernah mengalami kejadian pihak kedua yang menyangkal isi dokumen perjanjian yang ditandatangani? Kini dengan teknologi digital semua pihak yang terlibat dalam dokumen tak bisa memungkiri kesepakatan sebelumnya.
"Kami menawarkan tanda tangan digital untuk masyarakat secara individu atau perseroan untuk memanfaatkan teknologi yang kami punya. Nama aplikasinya PrivyID," kata Marshall Pribadi, Chief Executive Officer Privy Identitas Digital di Sleman, DIY, Sabtu (17/3/2018).
Menurut dia, dengan teknologi Asymmetric Criptography maka pihak-pihak yang terlibat dengan dokumen perjanjian tidak akan bisa mengubahnya secara sepihak.
"Karena secara teknologi dokumennya hanya dapat dibuka dengan dua kunci, yakni private dan publik. Semua pihak yang terlibat masing-masing memiliki dokumen ini," ujarnya.
Dia menuturkan, yang dimaksud dengan digital signature di sini bukan dokumen kertas di-scan atau foto untuk digitalisasi. Kalau demikian, sangat mudah untuk mengubah dokumen.
"Tinggal potong tandatangannya lalu unggah dokumen baru. Jadi ini bentuk digital yang mudah dipalsukan. Kalau teknologi Asymmetric Criptography tidak begitu, tapi naskah diubah dalam bentuk kode sehingga tak bisa diubah. Dan diperkuat masing-masing punya dokumennya," kata Marshall Pribadi.
Secara hukum, lanjut dia, digital signature juga dijamin perundangan yang berlaku. "Dasar hukumnya Pasal 11 ayat 1, UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 52 ayat 1 dan 2 PP No 82/2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Serta Peraturan OJK No 77/2016 pasal 1 ayat 15," kata Marshall.
Digital signature milik PrivyID memenuhi syarat regulasi yang berlaku karena memenuhi enam kriteria syarat sah sebuah tanda tangan digital. Pertama, data pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada penanda tangan. Kedua, data pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa penandatangan.
"Ketiga, perubahan terhadap tanda tangan digital yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui. Keempat, segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait dengan dokumen tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui," paparnya.
Kelima, lanjut dia, ada cara tertentu yang dapat dipakai untuk mengindentifikasi siapa penandatanganannya. Terakhir, terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penandatangan telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik yang terkait.
PT Telkom Indonesia adalah salah satu perusahaan yang memanfaatkan jasa aplikasi PrivyID.
Teknologi signature digital dianggap sebagai solusi jitu perusahaan dalam membenahi dokumen kerja sama dengan pihak lain.
"Mempercepat proses dokumen, murah, dan ini legal. Dijamin undang-undang yang berlaku di Indonesia," kata, Marlina, Legal & Compliance Manager of Digital Service Division, PT Telkom Indonesia.
Dia mengatakan, lebih dari 50% dokumen kerja sama (PKS) sudah menggunakan digital signature. Sebab teknologi ini membantu pihaknya untuk mendokumentasikan kerja sama yang ada.
"Sudah kami gunakan sejak November 2016. Menekan kebutuhan cetak kertas. Bayangkan jika semua kerja sama kami cetak lalu masing-masing pihak harus tanda tangan basah?" ujar Marlina.
Selain boros biaya cetak kertas, juga banyak waktu terbuang lantaran harus menunggu semua pihak menandatangani secara manual.
"Dengan teknologi itu semua pihak tinggal tandatangan di gadget-nya sendiri-sendiri, di mana dan kapan pun. Sementara biayanya hanya Rp3.500 per dokumen atau file, seberapa banyak dokumennya, biaya tetap," tandas Marlina.
"Kami menawarkan tanda tangan digital untuk masyarakat secara individu atau perseroan untuk memanfaatkan teknologi yang kami punya. Nama aplikasinya PrivyID," kata Marshall Pribadi, Chief Executive Officer Privy Identitas Digital di Sleman, DIY, Sabtu (17/3/2018).
Menurut dia, dengan teknologi Asymmetric Criptography maka pihak-pihak yang terlibat dengan dokumen perjanjian tidak akan bisa mengubahnya secara sepihak.
"Karena secara teknologi dokumennya hanya dapat dibuka dengan dua kunci, yakni private dan publik. Semua pihak yang terlibat masing-masing memiliki dokumen ini," ujarnya.
Dia menuturkan, yang dimaksud dengan digital signature di sini bukan dokumen kertas di-scan atau foto untuk digitalisasi. Kalau demikian, sangat mudah untuk mengubah dokumen.
"Tinggal potong tandatangannya lalu unggah dokumen baru. Jadi ini bentuk digital yang mudah dipalsukan. Kalau teknologi Asymmetric Criptography tidak begitu, tapi naskah diubah dalam bentuk kode sehingga tak bisa diubah. Dan diperkuat masing-masing punya dokumennya," kata Marshall Pribadi.
Secara hukum, lanjut dia, digital signature juga dijamin perundangan yang berlaku. "Dasar hukumnya Pasal 11 ayat 1, UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 52 ayat 1 dan 2 PP No 82/2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Serta Peraturan OJK No 77/2016 pasal 1 ayat 15," kata Marshall.
Digital signature milik PrivyID memenuhi syarat regulasi yang berlaku karena memenuhi enam kriteria syarat sah sebuah tanda tangan digital. Pertama, data pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada penanda tangan. Kedua, data pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa penandatangan.
"Ketiga, perubahan terhadap tanda tangan digital yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui. Keempat, segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait dengan dokumen tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui," paparnya.
Kelima, lanjut dia, ada cara tertentu yang dapat dipakai untuk mengindentifikasi siapa penandatanganannya. Terakhir, terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penandatangan telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik yang terkait.
PT Telkom Indonesia adalah salah satu perusahaan yang memanfaatkan jasa aplikasi PrivyID.
Teknologi signature digital dianggap sebagai solusi jitu perusahaan dalam membenahi dokumen kerja sama dengan pihak lain.
"Mempercepat proses dokumen, murah, dan ini legal. Dijamin undang-undang yang berlaku di Indonesia," kata, Marlina, Legal & Compliance Manager of Digital Service Division, PT Telkom Indonesia.
Dia mengatakan, lebih dari 50% dokumen kerja sama (PKS) sudah menggunakan digital signature. Sebab teknologi ini membantu pihaknya untuk mendokumentasikan kerja sama yang ada.
"Sudah kami gunakan sejak November 2016. Menekan kebutuhan cetak kertas. Bayangkan jika semua kerja sama kami cetak lalu masing-masing pihak harus tanda tangan basah?" ujar Marlina.
Selain boros biaya cetak kertas, juga banyak waktu terbuang lantaran harus menunggu semua pihak menandatangani secara manual.
"Dengan teknologi itu semua pihak tinggal tandatangan di gadget-nya sendiri-sendiri, di mana dan kapan pun. Sementara biayanya hanya Rp3.500 per dokumen atau file, seberapa banyak dokumennya, biaya tetap," tandas Marlina.
(wbs)