Divyank Turakhia, Technopreneur Termuda dan Terkaya di India
A
A
A
TIBA-TIBA saja dua bersaudara ini memuncaki daftar technopreneur terkaya asal India. Mereka adalah Divyank dan Bhavin Turakhia. Tahun lalu, keduanya mendapat "durian runtuh" setelah menjual perusahaan mereka Media.net kepada konsorsium perusahaan asal China senilai USD900 juta.
Semua orang bisa bermain video game. Tapi, bisakah Anda membuatnya? Tantangan itu yang memotivasi Divyank dan Bhavin Turakhia untuk mulai belajar programming untuk game sejak masih SD. Dan tantangan tersebut datang dari ayah mereka, seorang akuntan, yang juga membelikan buku tentang bagaimana menciptakan sebuah permainan.
Di usia 13, ketika Divyank memiliki tugas komputer di sekolahnya, dia dan kakaknya Bhavin (berusia 15) menghabiskan waktu setahun untuk membuat permainan simulasi bisnis. Dimulai dengan sekuens animasi tentang bagaimana seorang rekanan perusahaan menipu si pemain game dan mengambil alih perusahaan.
Tanpa uang di tangan, pemain harus membangun perusahaan baru dari nol untuk dapat menyaingi rivalnya. Tujuan game-nya adalah bisa mendapatkan 100 persen market share. Pemain harus bisa memutar uang dan mengatur karyawan, juga menciptakan serta memenej budjet, mengalokasikannya ke HRD, riset, penjualan, dan marketing. "Permainan itu kental dengan nilai edukasi. Menciptakannya merupakan pengalaman luar biasa," kata Divyank.
Divyank dan Bhavin Turakhia. FOTO/IST
Sekarang, 21 tahun kemudian, kedua bersaudara itu seolah menjadi apa yang mereka buat di permainan tersebut. Div, sapaan akrab Divyank, menjual perusahaan iklan yang berusia 6 tahun Media.net kepada konsorsium investor asal Tiongkok dengan nilai luar biasa besar. Yakni USD900 juta. Bhavin langsung yang melakukan negoisasi kesepakatan tersebut di Beijing.
Jika digabungkan, total aset dan kekayaan Turakhia bersaudara mencapai USD1,3 miliar. Keduanya langsung menjadi pendatang baru dari daftar orang kaya di India tahun ini. Selama ini Div dan Bhavin memang telah membuat berbagai macam produk di bidang teknologi. Mulai dari yang sederhana Web hosting dan infrastruktur cloud, layanan pesan dan suara, hingga digital payments. Mereka memiliki kantor di Dubai, New York, Zurich, Los Angeles, dan Beijing.
"Kami tidak pernah menjadi yang pertama di bidang apapun. Tapi, itu tidak ada bedanya bagi kami," ujar Div,34. "Tunjukkan kepada saya sebuah industri di mana ada pasar yang nilainya mencapai lebih dari USD1 miliar, maka saya akan bekerja lebih baik dari semua orang. Yang penting kami harus tahu bahwa kami mengerjakan sesuatu yang menyenangkan, menarik, dan kompleks," tambahnya.
Tahun lalu, perusahaan iklan Div menghasilkan pendapatan senilai USD232 juta. Sekitar 90 persen di antaranya berasal dari Amerika, dan 50 persen di antaranya adalah dari mobile atau perangkat bergerak. Setelah pembelian itu, Div akan terus menjadi chief executive, melebarkan sayap ke Eropa dan China. Sementara itu, Bhavin, akan memenej tiga startup sekaligus. Dua di antaranya dari luar India yang sedang ia rintis sejak dua tahun lalu.
Sejak Kecil Ketagihan Komputer
Tapi, bagaimana kedua bersaudara itu menjadi sangat besar? Bisa jadi, ini karena masa kecil mereka yang tidak biasa. Sejak belajar komputer di SD kelas 4 dan 6, mereka langsung tertarik. Mereka membaca buku komputer dan menggunakan lab komputer di sekolah saat istrirahat atau sepulang sekolah. Dan di rumah, Div mendapat uang jajan dari membantu tugas komputer temannya yang lebih kaya.
Kedua bersaudara itu mulai membuat bisnis konsultan saat berusia 14 dan 16 tahun. Pada 1998, mereka mendirikan perusahaan Directi. Modalnya sebuah komputer dan kantor yang dimiliki ayah mereka, serta modal senilai USD600. Dengan 40 klien yang mengantre, modal itu dikembalikan dalam 1 bulan. "Saat kecil, kami berpikir bisa meraih apapun. Sekarang pun masih seperti itu," katanya.
Hingga 2005, keduanya menjalankan bisnis bersama. Tapi, kemudian mengubah strategi. Bisnis mereka bisa semakin berkembang jika bekerja masing-masing. "Bekerja dengan Div sangat menyenangkan. Kami memiliki kesamaan di berbagai aspek dan sangat percaya satu sama lain," ujar Bhavin.
Div yakin untuk terjun di dunia online advertising setelah perusahaan yang ia dirikan Skenzo, sukses. Skenzo adalah perusahaan yang melisensi teknologi iklan online.
Pada 2010, ia mendirikan Media.net, yang memungkinkan publisher secara otomatis menampilkan display ad yang relevan terhadap konten yang ada di website mereka. Mulanya iklan Media.net hanya bersumber dari Yahoo. Tapi, pada 2012, perusahaan tersebut juga menjalankan contextual ads dari Yahoo Bing Network dan setuju untuk tidak pernah menjual lisensi teknologi mereka ke Google. Menurut Div, Yahoo sudah beberapa kali ingin membeli Media.net, tapi ia tolak.
Adapun Bhavin sendiri fokus ke bisnis web-hosting dan sejumlah layanan online lain yang kemudian dijual ke perusahaan Amerika, Endurance Internasional, senilai USD160 juta. "Dua bersaudara ini sangat dinamis dalam bekerja," ujar Hari Ravichandran, CEO Endurance. "Mereka juga memiliki hubungan sangat baik sebagai partner bisnis dan saling melengkapi," tambahnya.
Di akhir 2015, Div meminta Bank of America Merrill Lynch untuk mencari investor, yang ternyata berujung ke Tiongkok. Dipimpin oleh Miteno Communication Technology, perusahaan tekonologi, media, sekaligus telekomunikasi di Shenzhen. Semua negoisasi dilakukan oleh Bhavin, supaya Div tetap dapat menjalankan Media.net tanpa ada ganggungan.
"Prosesnya sangat alot," ujar Bhavin. "Tapi, kami tidak mau berkompromi. Kami juga tidak sedang mati-matian menjual perusahaan," tambahnya. Ia bercerita ada saatnya ia berhadapan dengan 18 pengacara dan invesment banker, dan tetap mendapat keinginannya. Yakni USD426 juta dibayar dimuka.
Chairman Miteno Zhiyong Zhang mengaku sudah melihat ratusan perusahaan sebelum memilih berinvestasi ke Media,net. "Saya suka platform, invasi, dan seluruh tim manajemen mereka," katanya. "Cara mereka bekerja sangat efisien dan menguntungkan. Mereka juga punya hubungan sangat baik dengan publisher premium," ungkapnya.
Workaholics, Tidak Sempat Berkeluarga
Ketika Div tetap sibuk di teknologi iklan online, Bhavin sendiri terus mengembangkan sejumlah startup. Yang jelas, keduanya sama-sama haus teknologi. "Mereka memiliki mind-set seorang hacker, sangat menikmati membuat produk atau membongkar kode," kata Avinash Raghava, pengamat teknologi asal India. "Sangat berbeda dengan entrepreneur masa kini yang mudah tergoda uang dan investor," katanya.
Sepanjang perjalanan Media.net, mereka hanya sekali menerima investasi dari luar. Dan kemudian membeli kembali saham mereka karena tidak sepakat dengan cara berbisnis. "Bagi saya dan Davin, kami adalah pemilik semuanya dan punya akses ke semuanya. Jika Anda memiliki pantai, mengapa harus memisahkan pasirnya?," katanya.
Kedua bersaudara itu juga sama-sama workaholics. Bhavin bahkan memiliki kendaraan minivan di Mumbai yang isinya laptop dan wifi, supaya ia bisa tetap bekerja dalam perjalanan selama 20 menit dari rumah ke kantor. Sementara itu, Div sendiri memiliki hobi aerobatic flying. "Apa yang saya miliki terlalu lambat," katanya yang menyebut ingin menerbangkan pesawat jet.
Di rumahnya di San Francisco, ia menggunakan Ferrari 458 Spider warna merah. Keduanya juga memiliki rumah di Vancouver, Mumbai, serta Dubai. Sayangnya, karena sibuk bekerja, keduanya belum memiliki rencana untuk memulai keluarga. "Kami terlalu sibuk membangun bisnis," katanya.
Semua orang bisa bermain video game. Tapi, bisakah Anda membuatnya? Tantangan itu yang memotivasi Divyank dan Bhavin Turakhia untuk mulai belajar programming untuk game sejak masih SD. Dan tantangan tersebut datang dari ayah mereka, seorang akuntan, yang juga membelikan buku tentang bagaimana menciptakan sebuah permainan.
Di usia 13, ketika Divyank memiliki tugas komputer di sekolahnya, dia dan kakaknya Bhavin (berusia 15) menghabiskan waktu setahun untuk membuat permainan simulasi bisnis. Dimulai dengan sekuens animasi tentang bagaimana seorang rekanan perusahaan menipu si pemain game dan mengambil alih perusahaan.
Tanpa uang di tangan, pemain harus membangun perusahaan baru dari nol untuk dapat menyaingi rivalnya. Tujuan game-nya adalah bisa mendapatkan 100 persen market share. Pemain harus bisa memutar uang dan mengatur karyawan, juga menciptakan serta memenej budjet, mengalokasikannya ke HRD, riset, penjualan, dan marketing. "Permainan itu kental dengan nilai edukasi. Menciptakannya merupakan pengalaman luar biasa," kata Divyank.
Divyank dan Bhavin Turakhia. FOTO/IST
Sekarang, 21 tahun kemudian, kedua bersaudara itu seolah menjadi apa yang mereka buat di permainan tersebut. Div, sapaan akrab Divyank, menjual perusahaan iklan yang berusia 6 tahun Media.net kepada konsorsium investor asal Tiongkok dengan nilai luar biasa besar. Yakni USD900 juta. Bhavin langsung yang melakukan negoisasi kesepakatan tersebut di Beijing.
Jika digabungkan, total aset dan kekayaan Turakhia bersaudara mencapai USD1,3 miliar. Keduanya langsung menjadi pendatang baru dari daftar orang kaya di India tahun ini. Selama ini Div dan Bhavin memang telah membuat berbagai macam produk di bidang teknologi. Mulai dari yang sederhana Web hosting dan infrastruktur cloud, layanan pesan dan suara, hingga digital payments. Mereka memiliki kantor di Dubai, New York, Zurich, Los Angeles, dan Beijing.
"Kami tidak pernah menjadi yang pertama di bidang apapun. Tapi, itu tidak ada bedanya bagi kami," ujar Div,34. "Tunjukkan kepada saya sebuah industri di mana ada pasar yang nilainya mencapai lebih dari USD1 miliar, maka saya akan bekerja lebih baik dari semua orang. Yang penting kami harus tahu bahwa kami mengerjakan sesuatu yang menyenangkan, menarik, dan kompleks," tambahnya.
Tahun lalu, perusahaan iklan Div menghasilkan pendapatan senilai USD232 juta. Sekitar 90 persen di antaranya berasal dari Amerika, dan 50 persen di antaranya adalah dari mobile atau perangkat bergerak. Setelah pembelian itu, Div akan terus menjadi chief executive, melebarkan sayap ke Eropa dan China. Sementara itu, Bhavin, akan memenej tiga startup sekaligus. Dua di antaranya dari luar India yang sedang ia rintis sejak dua tahun lalu.
Sejak Kecil Ketagihan Komputer
Tapi, bagaimana kedua bersaudara itu menjadi sangat besar? Bisa jadi, ini karena masa kecil mereka yang tidak biasa. Sejak belajar komputer di SD kelas 4 dan 6, mereka langsung tertarik. Mereka membaca buku komputer dan menggunakan lab komputer di sekolah saat istrirahat atau sepulang sekolah. Dan di rumah, Div mendapat uang jajan dari membantu tugas komputer temannya yang lebih kaya.
Kedua bersaudara itu mulai membuat bisnis konsultan saat berusia 14 dan 16 tahun. Pada 1998, mereka mendirikan perusahaan Directi. Modalnya sebuah komputer dan kantor yang dimiliki ayah mereka, serta modal senilai USD600. Dengan 40 klien yang mengantre, modal itu dikembalikan dalam 1 bulan. "Saat kecil, kami berpikir bisa meraih apapun. Sekarang pun masih seperti itu," katanya.
Hingga 2005, keduanya menjalankan bisnis bersama. Tapi, kemudian mengubah strategi. Bisnis mereka bisa semakin berkembang jika bekerja masing-masing. "Bekerja dengan Div sangat menyenangkan. Kami memiliki kesamaan di berbagai aspek dan sangat percaya satu sama lain," ujar Bhavin.
Div yakin untuk terjun di dunia online advertising setelah perusahaan yang ia dirikan Skenzo, sukses. Skenzo adalah perusahaan yang melisensi teknologi iklan online.
Pada 2010, ia mendirikan Media.net, yang memungkinkan publisher secara otomatis menampilkan display ad yang relevan terhadap konten yang ada di website mereka. Mulanya iklan Media.net hanya bersumber dari Yahoo. Tapi, pada 2012, perusahaan tersebut juga menjalankan contextual ads dari Yahoo Bing Network dan setuju untuk tidak pernah menjual lisensi teknologi mereka ke Google. Menurut Div, Yahoo sudah beberapa kali ingin membeli Media.net, tapi ia tolak.
Adapun Bhavin sendiri fokus ke bisnis web-hosting dan sejumlah layanan online lain yang kemudian dijual ke perusahaan Amerika, Endurance Internasional, senilai USD160 juta. "Dua bersaudara ini sangat dinamis dalam bekerja," ujar Hari Ravichandran, CEO Endurance. "Mereka juga memiliki hubungan sangat baik sebagai partner bisnis dan saling melengkapi," tambahnya.
Di akhir 2015, Div meminta Bank of America Merrill Lynch untuk mencari investor, yang ternyata berujung ke Tiongkok. Dipimpin oleh Miteno Communication Technology, perusahaan tekonologi, media, sekaligus telekomunikasi di Shenzhen. Semua negoisasi dilakukan oleh Bhavin, supaya Div tetap dapat menjalankan Media.net tanpa ada ganggungan.
"Prosesnya sangat alot," ujar Bhavin. "Tapi, kami tidak mau berkompromi. Kami juga tidak sedang mati-matian menjual perusahaan," tambahnya. Ia bercerita ada saatnya ia berhadapan dengan 18 pengacara dan invesment banker, dan tetap mendapat keinginannya. Yakni USD426 juta dibayar dimuka.
Chairman Miteno Zhiyong Zhang mengaku sudah melihat ratusan perusahaan sebelum memilih berinvestasi ke Media,net. "Saya suka platform, invasi, dan seluruh tim manajemen mereka," katanya. "Cara mereka bekerja sangat efisien dan menguntungkan. Mereka juga punya hubungan sangat baik dengan publisher premium," ungkapnya.
Workaholics, Tidak Sempat Berkeluarga
Ketika Div tetap sibuk di teknologi iklan online, Bhavin sendiri terus mengembangkan sejumlah startup. Yang jelas, keduanya sama-sama haus teknologi. "Mereka memiliki mind-set seorang hacker, sangat menikmati membuat produk atau membongkar kode," kata Avinash Raghava, pengamat teknologi asal India. "Sangat berbeda dengan entrepreneur masa kini yang mudah tergoda uang dan investor," katanya.
Sepanjang perjalanan Media.net, mereka hanya sekali menerima investasi dari luar. Dan kemudian membeli kembali saham mereka karena tidak sepakat dengan cara berbisnis. "Bagi saya dan Davin, kami adalah pemilik semuanya dan punya akses ke semuanya. Jika Anda memiliki pantai, mengapa harus memisahkan pasirnya?," katanya.
Kedua bersaudara itu juga sama-sama workaholics. Bhavin bahkan memiliki kendaraan minivan di Mumbai yang isinya laptop dan wifi, supaya ia bisa tetap bekerja dalam perjalanan selama 20 menit dari rumah ke kantor. Sementara itu, Div sendiri memiliki hobi aerobatic flying. "Apa yang saya miliki terlalu lambat," katanya yang menyebut ingin menerbangkan pesawat jet.
Di rumahnya di San Francisco, ia menggunakan Ferrari 458 Spider warna merah. Keduanya juga memiliki rumah di Vancouver, Mumbai, serta Dubai. Sayangnya, karena sibuk bekerja, keduanya belum memiliki rencana untuk memulai keluarga. "Kami terlalu sibuk membangun bisnis," katanya.
(amm)