Soal RUU Penyiaran, Pengamat Tegas Lebih Menyarankan Multi Mux

Kamis, 12 Oktober 2017 - 20:00 WIB
Soal RUU Penyiaran, Pengamat Tegas Lebih Menyarankan Multi Mux
Soal RUU Penyiaran, Pengamat Tegas Lebih Menyarankan Multi Mux
A A A
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran kini telah memasuki tahap harmonisasi, pembulatan dan pemantapan antara Badan Legislasi (Baleg) dengan Komisi I DPR RI. Meski begitu beberapa poin dalam konsep RUU Penyiaran itu masih terbilang jauh dari harapan pelaku industri Penyiaran.

Beberapa poin dalam draft yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai tak sejalan dengan pelaku industri penyiaran, sehingga terbilang jauh dari tujuan untuk menumbuhkan industri penyiaran yang sehat.

Salah satu dari perubahan substansi yang dilakukan oleh Baleg adalah model bisnis migrasi sistem penyiaran televisi terresterial penerimaan tetap tidak berbayar (TV FTA) analog menjadi digital.

Pada intinya, Komisi I DPR tidak bersedia mengubah konsep single mux operator dan penetapan Lembaga Penyiaran Publik Radio Televisi Republik Indonesia (LPP RTRI) sebagai satu-satunya penyelenggara penyiaran multipleksing digital.

Hal ini tentu saja menuai polemik, pasalnya frekuensi siaran akan dikuasai oleh satu pihak saja. Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, mengatakan, konsep single mux akan memisahkan antara konten dengan teknologi dalam industri penyiaran. Padahal kedua poin itu menjadi kesatuan dalam sebuah pesan yang disalurkan melalui teknologi penyiaran.

“Konsep single mux pengelola dipusatkan di konsorsium, dengan demikian pengendalian frekuensi dan infrastruktur ada di tangan mereka. Sementara siaran tidak bisa dipisahkan dengan konten, meskipun DPR menyebut konten tidak termasuk, itu tidak dipisahkan dengan teknologi,” kata Emrus kepada Okezone, Kamis (12/10/2017).

Menurutnya, infrastruktur penyiaran jika dikelola dengan konsep single mux tetap tidak bisa terlepas dari media massa, karena desain distribusi penyampaian konten tak bisa dipisahkan. Oleh karenanya, Emrus lebih menyarankan untuk menggunakan konsep multi mux ketimbang single mux.

“Saya sangat prihatin terhadap teman-teman di DPR yang menurut saya harus mengedepankan Pasal 29. Terus terang saya lebih menyarankan muti mux,” tegasnya.

Sementara itu, jika DPR bersikukuh untuk menggunakan konsep single mux, Emrus menyarankan agar pelaku industri penyiaran atau media massa dilibatkan dalam konsorsium.

“Masih ada jalan keluar, kompromi pelaku industri penyiaran dengan DPR. Salah satunya bisa saja single mux, tetapi yang mengelolanya orang-orang TV, jangan konsorsium kekuasaan dari legislatif dan eksekutif,” jelasnya.

Tak hanya itu, Emrus juga menyarankan agar para anggota DPR tidak kaku dan lebih terbuka untuk berdialog dengan pelaku industri penyiaran.

“Aneh bagi saya teknologi dipisahkan dengan konten. Itu satu kesatuan, perlu jalan keluar yang sifatnya kompromi dalam pengertian positif sehingga kedua kepentingan terakomodasi, tidak mengganggu industri penyiaran. Saya mendorong teman-teman DPR jangan kaku, buka dialog dengan orang-orang industri penyiaran,” kata Emrus.
(wbs)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1797 seconds (0.1#10.140)