Vloger Dunia Ini Ungkap Kunci Bertahan di Era Digital
A
A
A
SEBENARNYA alasan saya untuk datang ke festival Ideafest 2017 di Jakarta Convention Center (JCC) pada Jumat (29/9) silam karena ini: Casey Neistat.
Casey adalah seorang content creator yang sangat berpengaruh di YouTube. Ia mungkin bukan orang pertama yang rutin membuat video blog (vlog). Namun, Casey menjadi peletak fondasi bagaimana sebuah vlog dapat dibuat dengan kualitas yang sangat solid.
Gaya berceritanya (storytelling) yang khas menginspirasi banyak sekali orang untuk membuat vlog. Netizen dibuat geleng-geleng kepala dengan kemampuannya memproduksi video berkualitas tinggi hampir setiap hari di awal ia memutuskan membuat vlog harian.
Akhir pekan lalu, pria yang pernah membuat startup teknologi bernama Beme (yang kemudian dibeli oleh CNN) itu berkeliling Jakarta menggunakan ojek online Gojek, membeli es doger di pinggir jalan, serta menerbangkan DJI Mavic Pro-nya di atas gedung, dan sempat berjumpa Presiden Jokowi di Bandara Halim Perdanakusuma.
Dalam keynote di Ideafest 2017, Casey bercerita tentang perjalanan kariernya hingga menjadi influencer seperti sekarang yang diawali video berdurasi tiga menit pada 2003 bertajuk iPods Dirty Secret. Di video itu, ia mengkritisi kebijakan Apple yang tidak mau mengganti baterai iPod miliknya yang rusak setelah dipakai 18 bulan.
“Saya bahkan mendapat e-mail langsung dari Steve Jobs yang marah-marah setelah melihat video saya,” kenangnya sambil tertawa.
Casey mengaku tidak pernah membayangkan dirinya akan sesukses sekarang. Pria yang pernah bekerja sebagai juru masak, tukang cuci piring, dan bike messenger itu mengatakan bahwa saat itu ia hanya bermodal dua hal. “Pertama, saya suka membuat video. Kedua, saya punya sesuatu yang ingin saya sampaikan. Dulu saya membuat video dengan alat seadanya, bahkan jauh lebih buruk kualitasnya dibanding smartphone yang sedang Anda semua pegang,” katanya.
Seiring penontonnya yang terus bertambah besar, pria kelahiran 25 Maret 1981 bercerita, perlahan ia mulai bekerja dengan brand seperti Nike, Mercedes-Benz, hingga Samsung. Menurut Casey, tidak ada resep sukses di YouTube. “Anda di Jakarta, saya di New York. Terlihat jauh dan berbeda. Tapi kita semua mulai di tempat yang sama di YouTube, Anda harus menggali karakter Anda sendiri yang menarik bagi penonton,” katanya.
Membuat video, kata Casey, sama dengan melukis. “Modalnya hanya kuas dan kertas. Tapi, Anda butuh kerja keras untuk bisa menjadi sepopuler dan sehebat Pablo Picasso,” ungkapnya.
Sebagai penonton rutin channel YouTube Casey, sebenarnya tidak ada yang baru dari apa yang ia sampaikan dalam durasi yang tergolong singkat itu. Sebaliknya, saya justru terkesan dengan keynote yang disampaikan Deddy Corbuzier. Ada tiga hal menarik yang disampaikan Deddy atas panggung Ideafest 2017.
Pertama, soal ceritanya memutuskan untuk berhenti jadi mentalist di puncak popularitasnya. “Ada dua alasan saya berhenti jadi mentalist. Alasan pertama karena Azka (Azkanio Nikola Corbuzier, putranya) protes lantaran terlalu sering saya tinggal. Kedua saya memang ingin berhenti ketika ada di puncak. Karena saat Anda di puncak, tidak ada jalan lain selain ke bawah,” katanya.
Hal menarik kedua ketika Deddy berpindah karier dari seorang mentalist ke pembawa acara talk show. “Anda bayangkan di usia 40-an tahun saya berpindah karier secara drastis,” imbuhnya.
Terakhir, Deddy kini fokus bereksperimen di channel YouTube. “Dalam 3 bulan terakhir, jumlah subscriber saya meningkat dari 50.000 jadi 500.000. Saya adalah public figure dengan jumlah subscriber YouTube terbesar di Indonesia,” katanya.
Deddy membuktikan tiga kali berhasil meraih sukses di tiga bidang dan platform yang sangat berbeda. Apa kuncinya? “Saya beradaptasi. Setelah YouTube apalagi yang akan booming? Saya sendiri tidak tahu. Tapi, saya akan beradaptasi lagi,” tutupnya.(Danang Arradian)
Casey adalah seorang content creator yang sangat berpengaruh di YouTube. Ia mungkin bukan orang pertama yang rutin membuat video blog (vlog). Namun, Casey menjadi peletak fondasi bagaimana sebuah vlog dapat dibuat dengan kualitas yang sangat solid.
Gaya berceritanya (storytelling) yang khas menginspirasi banyak sekali orang untuk membuat vlog. Netizen dibuat geleng-geleng kepala dengan kemampuannya memproduksi video berkualitas tinggi hampir setiap hari di awal ia memutuskan membuat vlog harian.
Akhir pekan lalu, pria yang pernah membuat startup teknologi bernama Beme (yang kemudian dibeli oleh CNN) itu berkeliling Jakarta menggunakan ojek online Gojek, membeli es doger di pinggir jalan, serta menerbangkan DJI Mavic Pro-nya di atas gedung, dan sempat berjumpa Presiden Jokowi di Bandara Halim Perdanakusuma.
Dalam keynote di Ideafest 2017, Casey bercerita tentang perjalanan kariernya hingga menjadi influencer seperti sekarang yang diawali video berdurasi tiga menit pada 2003 bertajuk iPods Dirty Secret. Di video itu, ia mengkritisi kebijakan Apple yang tidak mau mengganti baterai iPod miliknya yang rusak setelah dipakai 18 bulan.
“Saya bahkan mendapat e-mail langsung dari Steve Jobs yang marah-marah setelah melihat video saya,” kenangnya sambil tertawa.
Casey mengaku tidak pernah membayangkan dirinya akan sesukses sekarang. Pria yang pernah bekerja sebagai juru masak, tukang cuci piring, dan bike messenger itu mengatakan bahwa saat itu ia hanya bermodal dua hal. “Pertama, saya suka membuat video. Kedua, saya punya sesuatu yang ingin saya sampaikan. Dulu saya membuat video dengan alat seadanya, bahkan jauh lebih buruk kualitasnya dibanding smartphone yang sedang Anda semua pegang,” katanya.
Seiring penontonnya yang terus bertambah besar, pria kelahiran 25 Maret 1981 bercerita, perlahan ia mulai bekerja dengan brand seperti Nike, Mercedes-Benz, hingga Samsung. Menurut Casey, tidak ada resep sukses di YouTube. “Anda di Jakarta, saya di New York. Terlihat jauh dan berbeda. Tapi kita semua mulai di tempat yang sama di YouTube, Anda harus menggali karakter Anda sendiri yang menarik bagi penonton,” katanya.
Membuat video, kata Casey, sama dengan melukis. “Modalnya hanya kuas dan kertas. Tapi, Anda butuh kerja keras untuk bisa menjadi sepopuler dan sehebat Pablo Picasso,” ungkapnya.
Sebagai penonton rutin channel YouTube Casey, sebenarnya tidak ada yang baru dari apa yang ia sampaikan dalam durasi yang tergolong singkat itu. Sebaliknya, saya justru terkesan dengan keynote yang disampaikan Deddy Corbuzier. Ada tiga hal menarik yang disampaikan Deddy atas panggung Ideafest 2017.
Pertama, soal ceritanya memutuskan untuk berhenti jadi mentalist di puncak popularitasnya. “Ada dua alasan saya berhenti jadi mentalist. Alasan pertama karena Azka (Azkanio Nikola Corbuzier, putranya) protes lantaran terlalu sering saya tinggal. Kedua saya memang ingin berhenti ketika ada di puncak. Karena saat Anda di puncak, tidak ada jalan lain selain ke bawah,” katanya.
Hal menarik kedua ketika Deddy berpindah karier dari seorang mentalist ke pembawa acara talk show. “Anda bayangkan di usia 40-an tahun saya berpindah karier secara drastis,” imbuhnya.
Terakhir, Deddy kini fokus bereksperimen di channel YouTube. “Dalam 3 bulan terakhir, jumlah subscriber saya meningkat dari 50.000 jadi 500.000. Saya adalah public figure dengan jumlah subscriber YouTube terbesar di Indonesia,” katanya.
Deddy membuktikan tiga kali berhasil meraih sukses di tiga bidang dan platform yang sangat berbeda. Apa kuncinya? “Saya beradaptasi. Setelah YouTube apalagi yang akan booming? Saya sendiri tidak tahu. Tapi, saya akan beradaptasi lagi,” tutupnya.(Danang Arradian)
(amm)