Malware Spionase Gazer Serang Kedubes dan Konsulat di Dunia
A
A
A
JAKARTA - Untuk kesekian kalinya keamanan dunia diuji oleh aktivitas ilegal berbahaya yang bergerak dari bawah tanah tanpa sepengetahuan siapa pun. Sebut saja WannaCry, PetyaLike dan malware Joao menggebrak tanpa suara dan membuat dampak yang besar di seluruh dunia menyebabkan kerusakan parah.
Kerusakan itu kini semakin mengakumulasi setelah para peneliti ESET berhasil melacak aktivitas kelompok siber spionase Turla menyusupkan backdoor yang sebelumnya tidak terdokumentasi digunakan untuk memata-matai konsulat dan kedutaan besar di seluruh dunia.
Tim peneliti ESET adalah yang pertama di dunia mendokumentasikan malware backdoor lanjutan milik Turla yang diberi nama "Gazer". Malware ini sejak 2016 telah beraksi dengan agresif dalam serangan ditargetkan terhadap pemerintah dan diplomat dunia.
Keberhasilan gerilya Gazer dikarenakan metode canggih yang mereka gunakan untuk memata-matai target yang dituju, kemampuannya untuk dapat bertahan hidup dalam perangkat yang terinfeksi dan menyembunyikan diri dari pandangan pengguna komputer korban, semua adalah upaya untuk mencuri informasi dalam jangka waktu lama.
Peneliti ESET telah menemukan bahwa Gazer berhasil menginfeksi sejumlah komputer di seluruh dunia, dengan korban terbanyak berada di Eropa. Anehnya, pemeriksaan ESET terhadap berbagai operasi spionase berbeda yang menggunakan Gazer telah mengidentifikasi bahwa target utama adalah Eropa Tenggara dan negara-negara bekas Uni Soviet.
Menanggapi luasnya serangan dan target yang disasar, Technical Consultant PT Prosperita – ESET Indonesia, Yudhi Kukuh mengatakan, seperti sudah diperkirakan semakin banyak targeted attack, yaitu malware dengan tujuan spesifik.
"Malware ini jelas menjadi alat mata-mata oleh kelompok Turla yang bisa jadi disewa oleh aktor-aktor intelektual tertentu yang ingin mencuri dan mencari tahu rahasia negara-negara di dunia,” ujarnya, Selasa (5/9/2017).
Yudhi mengingatkan, semua organisasi, baik pemerintah, diplomatik, penegak hukum, atau bahkan bisnis tidak boleh menganggap enteng kasus ini. Karena dari hasil penelitian ESET, meskipun fokus serangan ditujukan pada negara di Eropa Tenggara dan bekas Uni Soviet, namun malware juga sudah disebar ke seluruh dunia dan menyusup ke setiap kedutaan besar dan konsulat.
"Karena itu, setiap stakeholder harus menanggapi ini dengan serius dan menerapkan pertahanan berlapis untuk mengurangi kemungkinan pelanggaran keamanan,” tandasnya.
Kerusakan itu kini semakin mengakumulasi setelah para peneliti ESET berhasil melacak aktivitas kelompok siber spionase Turla menyusupkan backdoor yang sebelumnya tidak terdokumentasi digunakan untuk memata-matai konsulat dan kedutaan besar di seluruh dunia.
Tim peneliti ESET adalah yang pertama di dunia mendokumentasikan malware backdoor lanjutan milik Turla yang diberi nama "Gazer". Malware ini sejak 2016 telah beraksi dengan agresif dalam serangan ditargetkan terhadap pemerintah dan diplomat dunia.
Keberhasilan gerilya Gazer dikarenakan metode canggih yang mereka gunakan untuk memata-matai target yang dituju, kemampuannya untuk dapat bertahan hidup dalam perangkat yang terinfeksi dan menyembunyikan diri dari pandangan pengguna komputer korban, semua adalah upaya untuk mencuri informasi dalam jangka waktu lama.
Peneliti ESET telah menemukan bahwa Gazer berhasil menginfeksi sejumlah komputer di seluruh dunia, dengan korban terbanyak berada di Eropa. Anehnya, pemeriksaan ESET terhadap berbagai operasi spionase berbeda yang menggunakan Gazer telah mengidentifikasi bahwa target utama adalah Eropa Tenggara dan negara-negara bekas Uni Soviet.
Menanggapi luasnya serangan dan target yang disasar, Technical Consultant PT Prosperita – ESET Indonesia, Yudhi Kukuh mengatakan, seperti sudah diperkirakan semakin banyak targeted attack, yaitu malware dengan tujuan spesifik.
"Malware ini jelas menjadi alat mata-mata oleh kelompok Turla yang bisa jadi disewa oleh aktor-aktor intelektual tertentu yang ingin mencuri dan mencari tahu rahasia negara-negara di dunia,” ujarnya, Selasa (5/9/2017).
Yudhi mengingatkan, semua organisasi, baik pemerintah, diplomatik, penegak hukum, atau bahkan bisnis tidak boleh menganggap enteng kasus ini. Karena dari hasil penelitian ESET, meskipun fokus serangan ditujukan pada negara di Eropa Tenggara dan bekas Uni Soviet, namun malware juga sudah disebar ke seluruh dunia dan menyusup ke setiap kedutaan besar dan konsulat.
"Karena itu, setiap stakeholder harus menanggapi ini dengan serius dan menerapkan pertahanan berlapis untuk mengurangi kemungkinan pelanggaran keamanan,” tandasnya.
(dmd)