Atasi Hoax, Pemerintah Diminta Perketat Pembelian Nomor Seluler

Jum'at, 25 Agustus 2017 - 20:08 WIB
Atasi Hoax, Pemerintah...
Atasi Hoax, Pemerintah Diminta Perketat Pembelian Nomor Seluler
A A A
JAKARTA - Publik dikagetkan dengan penangkapan penyebar hoax, Saracen Cyber Army. Tren hoax sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia, namun di seluruh dunia.

Bahkan pada Pemilu Presiden AS 2016 lalu, masyarakat AS dihantam bertubu-tubi berita hoax. Media penyampaian hoax di seluruh dunia hampir sama, lewat media sosial dan instant messaging.

Penangkapan Tim cyber Saracen mengkonfirmasi bahwa ada sekelompok orang yang memang menjadikan isu SARA di media sosial sebagai barang jualan mereka. Sebelumnya pada akhir 2014 akun twitter TrioMacan yang legendaris dengan berbagai isu berhasil dibekuk tim adminnya dan menjadi salah satu berita yang paling hangat saat itu.

Pakar keamanan siber Pratama Persadha mengungkapkan media sosial dan instant messaging, seperti WhatsApp menjadi lokasi favorit para penyebar konten hoax. Karena memang saat ini pemakainya di Tanah Air sudah sangat banyak.

Pemakai internet di Indonesia sudah lebih dari 132 juta orang, pemakai layanan Google sendiri sudah lebih dari 100 juta orang, sedangkan pemakai FB dan WhatsApp sudah lebih dari 80 juta orang. Hal ini menjadi peluang bagi mereka.

“Dengan bantuan teknologi membuat konten hoax ini menjadi sangat cepat dan tepat sasaran. Para pelaku bisa melakukan pengelompokan dengan mudah pada grup WA maupun Grup FB yang mereka buat. Dibuat berdasarkan agama, daerah, suku, di mana pengkotakan sesuai sasaran pelaku ini,” ujarnya, dalam keterangan tertulis, Jumat (25/8/2017).

Pratama mengatakan, langkah penangkapan oleh Polri sudah bagus dan patut diapresiasi. Namun lebih baik bila pemerintah bisa melakukan langkah preventif dengan menegakkan aturan pembelian nomor seluler baru lebih tegas.

“Di Indonesia setiap orang bisa dengan bebas membeli nomor baru. Padahal, nomor seluler adalah syarat untuk membuat email dan media sosial, termasuk instant messaging, seperti WhatsApp dan Telegram. Ini pintu masuknya, di banyak negara aturan pembelian nomor baru ini disertai identitas, tidak hanya registrasi yang asal-asalan saja,” terang chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) ini.

Pratama menjelaskan pemerintah seharusnya bisa memberlakukan pembelian nomor seluler yang diikuti infomasi e-KTP. Ada batas yang jelas untuk pembelian, sehingga setiap nomor aktif teregistrasi dengan e-KTP. Ini jelas akan mempersulit para pelaku untuk melakukan “ternak akun”.

“Tanpa keleluasaan untuk ternak akun, ini jelas akan mempersulit para pemain layanan konten hoax bergerak,” jelas mantan pejabat Lembaga Sandi Negara ini.

Pemerintah juga bisa dengan tegas kepada penyedia layanan media sosial untuk melakukan filter konten. Hal yang sama sudah dilakukan Telegram sebagai syarat membuka blokir di Indonesia. Bila masih banyak konten hoax bermunculan di sebuah media sosial, ada baiknya pemerintah memberikan peringatan, agar konten negatif tersebut bisa berangsur berkurang dan hilang.

Terkait pemesan yang isunya banyak dari kalangan politisi, Pratama mengimbau masyarakat menunggu hasil pihak berwajib untuk mengusut lebih lanjut. Bila hanya dugaan-dugaan nanti menambah kisruh di masyarakat. Namun yang pasti dari keterangan pihak berwajib, Saracen ini memanfaatkan dua pihak untuk diadu domba.

Mereka mempunyai akun untuk memojokkan umat islam, maupun juga mempunyai akun untuk memojokkan umat beragama lain. Mereka mengambil keriuhan media sosial dari isu yang mereka sebar.

Masyarakat di Indonesia umumnya baru menikmati media sosial langsung dalam genggaman (smartphone) sekitar 5 tahun terakhir. Mulai ramai ke ranah politik sejak 2012. Satu kelompok mempunyai tim sendiri, kelompok lain pun demikian.

“Beberapa pihak melihat peluang ini, mengapa tidak terus diramaikan saja, meski kontestasi pemilu sudah berakhir. Korbannya jelas masyarakat. Karena itu pemerintah selain bertindak tegas lewat pendekatan hukum oleh aparat, sebaiknya juga menertibkan penjualan nomor seluler, di sana kuncinya,” tegas pria asal Cepu, Jawa Tengah ini.

Dia menambahkan masyarakat pun juga harus diedukasi sedari dini, agar menjadi netizen yang baik. Pemerintah harus mendorong netizen Tanah Air sibuk menghasilkan konten positif.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7843 seconds (0.1#10.140)