Komersialisasi Kejahatan Siber Makin Terorganisir

Kamis, 20 Juli 2017 - 17:09 WIB
Komersialisasi Kejahatan Siber Makin Terorganisir
Komersialisasi Kejahatan Siber Makin Terorganisir
A A A
JAKARTA - Komersialisasi kejahatan siber hari demi hari berkembang semakin pesat dan terorganisir. Penyewaan beragam alat dan teknologi hacking mulai dari eksploit kit hingga ransomware menjadi bisnis besar menguntungkan melibatkan banyak peretas kawakan atau mereka yang baru saja memasuki dunia kejahatan siber.

Kemudahan penggunaan, harga yang murah dan pembagian keuntungan yang lebih besar untuk operator menjadi magnet menarik minat banyak orang untuk ambil bagian sehingga berdampak pada peningkatan serangan siber.

Hal ini dipertegas temuan ESET di dunia bawah tanah siber selama 2017, dengan semakin banyaknya beredar Ransomware as a Service (RaaS), yakni layanan franchise ransomware yang ditawarkan kepada siapa saja dengan tawaran keuntungan berlipat ganda.

Ransomware sendiri merupakan kejahatan siber bermotif ekonomi karena selalu meminta uang tebusan di setiap aksinya.

"Dalam beberapa tahun terakhir kita bisa menyaksikan popularitas MaaS atau Malware as a Service saat ini menjadi bisnis yang paling menyejahterakan bagi penjahat siber di pasar gelap bawah tanah. Dengan munculnya beragam layanan, seperti Ransomware as a Service (RaaS), DDoS as a Service, Phishing as a Service dan banyak lagi," ujar Technical Consultant PT Prosperita – ESET Indonesia, Yudhi Kukuh dalam siaran persnya kepada SINDOnews, Kamis (20/7/2017).

Menurut laporan dari Interpol Global Complex for Innovation (IGCI) di Singapura pada April 2017 melibatkan penyelidik dari beberapa negara Asia Tenggara dalam berbagi informasi tentang situasi kejahatan siber tertentu, dalam sebuah operasi ditemukan hampir 9.000 server Command & Control (C2) di wilayah tersebut, menandakan Asia Tenggara menjadi sasaran tembak para kriminal digital dalam penyebaran malware.

ESET Indonesia beberapa waktu lalu menyajikan tulisan mengenai mulai ditemukannya Ransomware modifikasi buatan lokal di beberapa forum teknologi. Namun yang sering menjadi object jual beli adalah RAT (Remote Access Trojan), sebuah software kecil yang dapat memonitor seluruh aktifitas komputer yang menjadi korban.

“Kejahatan siber awalnya adalah kejahatan individu yang kemudian berkembang menjadi kejahatan teroganisir dan dikelola dengan profesional. Keuntungan yang besar menjadi pemikat bagi banyak simpatisan dari dunia bawah tanah untuk ikut terlibat. Akibatnya, serangan siber terus meningkat dari waktu ke waktu,” kata Yudhi

Konsultan keamanan yang sudah lama berkecimpung di dunia siber ini menjelaskan perlu digalakan kesadaran keamanan siber pada masyarakat, karena dengan menyadari bahaya ancaman siber, masyarakat akan mencari tahu apa yang harus mereka lakukan agar terhindar menjadi korban.

"Ini menjadi tugas kita bersama dengan pemerintah untuk terus memberi informasi dan pengetahuan seputar keamanan siber," jelasnya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7868 seconds (0.1#10.140)