Email Parlemen Inggris Diretas, Indonesia Harus Waspada
A
A
A
JAKARTA - Baru-baru ini, parlemen Inggris mengalami serangan peretas dimulai pada hari Jumat dan membuat sebagian anggota parlemen beserta stafnya tidak dapat mengakses email resmi mereka. Hal ini patut diwaspadai instansi dan lembaga di Indonesia, terutama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Peretas menyasar email dengan password lemah. Peristiwa ini langsung ditangani National Crime Agency menggandeng National Cyber Security Center (NCSC) yang punya kemampuan menghadapi peretas. Email anggota parlemen Inggrs banyak digunakan untuk berhubungan dengan konstituen mereka di daerah dan menjaring masukan.
Pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan, serangan pada instansi pemerintah akan terus meningkat dan pemerintah Indonesia perlu waspada. Namun, para peretas bisa saja diam tidak melakukan ancaman atau blackmail seperti yang dilakukan pada beberapa anggota parlemen Inggris yang menjadi korban. Mereka bisa diam dan exploit yang dipasang pada sistem bisa memantau apa saja informasi yang keluar masuk, bahkan bisa mengambilnya.
“Kejadian di Inggris ini jelas bisa menimpa siapa saja. Di Indonesia belum tentu aman. Karena bisa saja para peretas ini memilih diam dan mencuri data ketimbang melakukan ancaman atau pemerasan,” ujarnya, dalam keterangan tertulis yang dilansir SINDOnews, Senin (26/6/2017).
Chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) ini mengungkapkan, kejadian di Inggris para peretas mengincar email dengan password lemah. Artinya, ada kelalaian dari para pemakai email tersebut juga. Karena itulah, menurut Pratama sangat penting nantinya di Tanah Air lembaga siber seperti BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) melakukan edukasi ke seluruh lapisan di instansi pemerintah swasta dan masyarakat.
“Menurut riset CISSReC yang berlangsung di sembilan kota besar tanah air pada 1-9 Juni 2017, khusus terkait password ini memang ada pekerjaan rumah besar bagi pemerintah. Sebesar 58% tidak pernah mengganti password, jelas ini berbahaya,” terang mantan pejabat Lembaga Sandi Negara ini.
Ditambahkan Pratama, hasil riset CISSReC juga menyebutkan bahwa sebanyak 53% responden mempunyai password yang sama untuk semua aplikasi dan media sosial. Ini tentu mengingatkan kita pada peretasan yang menimpa akun media sosial pemilik Facebook, Mark Zuckerberg. Diketahui Zuckerberg mempunyai password media sosial yang sama dan sederhana, sehingga sangat mudah diretas oleh orang asing dan sempat menghebohkan pemberitaan internasional.
“Jadi nantinya BSSN ini tidak hanya membuat sebuah sistem yang aman, namun ada yang jauh lebih penting, mengedukasi masyarakat. Jangan sampai peristiwa peretasan email parlemen di Inggris terjadi,” terangnya.
Peretas menyasar email dengan password lemah. Peristiwa ini langsung ditangani National Crime Agency menggandeng National Cyber Security Center (NCSC) yang punya kemampuan menghadapi peretas. Email anggota parlemen Inggrs banyak digunakan untuk berhubungan dengan konstituen mereka di daerah dan menjaring masukan.
Pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan, serangan pada instansi pemerintah akan terus meningkat dan pemerintah Indonesia perlu waspada. Namun, para peretas bisa saja diam tidak melakukan ancaman atau blackmail seperti yang dilakukan pada beberapa anggota parlemen Inggris yang menjadi korban. Mereka bisa diam dan exploit yang dipasang pada sistem bisa memantau apa saja informasi yang keluar masuk, bahkan bisa mengambilnya.
“Kejadian di Inggris ini jelas bisa menimpa siapa saja. Di Indonesia belum tentu aman. Karena bisa saja para peretas ini memilih diam dan mencuri data ketimbang melakukan ancaman atau pemerasan,” ujarnya, dalam keterangan tertulis yang dilansir SINDOnews, Senin (26/6/2017).
Chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) ini mengungkapkan, kejadian di Inggris para peretas mengincar email dengan password lemah. Artinya, ada kelalaian dari para pemakai email tersebut juga. Karena itulah, menurut Pratama sangat penting nantinya di Tanah Air lembaga siber seperti BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) melakukan edukasi ke seluruh lapisan di instansi pemerintah swasta dan masyarakat.
“Menurut riset CISSReC yang berlangsung di sembilan kota besar tanah air pada 1-9 Juni 2017, khusus terkait password ini memang ada pekerjaan rumah besar bagi pemerintah. Sebesar 58% tidak pernah mengganti password, jelas ini berbahaya,” terang mantan pejabat Lembaga Sandi Negara ini.
Ditambahkan Pratama, hasil riset CISSReC juga menyebutkan bahwa sebanyak 53% responden mempunyai password yang sama untuk semua aplikasi dan media sosial. Ini tentu mengingatkan kita pada peretasan yang menimpa akun media sosial pemilik Facebook, Mark Zuckerberg. Diketahui Zuckerberg mempunyai password media sosial yang sama dan sederhana, sehingga sangat mudah diretas oleh orang asing dan sempat menghebohkan pemberitaan internasional.
“Jadi nantinya BSSN ini tidak hanya membuat sebuah sistem yang aman, namun ada yang jauh lebih penting, mengedukasi masyarakat. Jangan sampai peristiwa peretasan email parlemen di Inggris terjadi,” terangnya.
(dmd)