Riset: Pemahaman Keamanan Informasi Masyarakat Masih Rendah
A
A
A
JAKARTA - Serangan ransomware wannacry beberapa waktu lalu diakui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) turut andil mendorong lahirnya Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Bahkan karena sangat berbahaya serangan wannacry tersebut, Kemenkominfo mengeluarkan imbauan untuk melakukan setting pada komputer masyarakat.
Namun, berdasarkan penelitian CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) yang dilakukan di sembilan kota besar Indonesia, hanya 33% masyarakat yang mengikuti imbauan tersebut.
"Hal ini menjelaskan bahwa masyarakat kita di perkotaan sebenarnya masih enggan melakukan pengamanan pada aset yang terkoneksi ke wilayah siber. Tujuan riset ini untuk mengukur kesadaran keamanan informasi masyarakat," ujar pakar keamanan siber yang juga Chairman CISSReC Pratama Persadha, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (15/6/2017).
Pratama menjelaskan ada kecenderungan masyarakat enggan melakukan pengamanan siber secara mandiri. Ini bisa disebabkan oleh masyarakat yang memang belum merasakan langsung akibat serangan siber maupun dorongan dari pemerintah yang harus lebih kuat lagi.
Dia berharap dengan adanya BSSN, pemerintah bisa mendorong dua hal sekaligus. Pertama, mendorong kesadaran keamanan siber di masyarakat. "Kepahaman risiko keamanan dan privasi di perkotaan sudah ada, tinggal pemerintah mendorong ada aksi dari masyarakat untuk mengamankan aset siber mereka sendiri," katanya.
Kedua, pemerintah mendorong semua instansi pemerintah dan swasta untuk meningkatkan keamanan sistem informasi elektronik. "Dua hal ini tidak hanya akan mendorong ekonomi lebih cepat, tapi juga stabilitas politik dan kedaulatan nasional,” jelas Pratama.
Survei CISSReC dilaksanakan di 9 kota besar, yakni DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Palembang, Bali dan Makasar. Survei dilakukan menggunakan metode stratified multistage random sampling.
Jumlah sampel dalam survei ini adalah 400 responden dengan margin of error 4,9% pada tingkat kepercayaan 95%. Metode pengumpulan data adalah responden terpilih diwawancara secara tatap muka menggunakan quesioner oleh pewawancara yang telah dilatih.
Kendali mutu survei adalah pewawancara lapangan minimal mahasiswa atau sederajat dan mendapatkan pelatihan (workshop) secara intensif di setiap pelaksanaan survei. Pengambilan data survei (penentuan responden dan wawancara di lapangan) dilakukan pada 1-9 Juni 2017.
Namun, berdasarkan penelitian CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) yang dilakukan di sembilan kota besar Indonesia, hanya 33% masyarakat yang mengikuti imbauan tersebut.
"Hal ini menjelaskan bahwa masyarakat kita di perkotaan sebenarnya masih enggan melakukan pengamanan pada aset yang terkoneksi ke wilayah siber. Tujuan riset ini untuk mengukur kesadaran keamanan informasi masyarakat," ujar pakar keamanan siber yang juga Chairman CISSReC Pratama Persadha, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (15/6/2017).
Pratama menjelaskan ada kecenderungan masyarakat enggan melakukan pengamanan siber secara mandiri. Ini bisa disebabkan oleh masyarakat yang memang belum merasakan langsung akibat serangan siber maupun dorongan dari pemerintah yang harus lebih kuat lagi.
Dia berharap dengan adanya BSSN, pemerintah bisa mendorong dua hal sekaligus. Pertama, mendorong kesadaran keamanan siber di masyarakat. "Kepahaman risiko keamanan dan privasi di perkotaan sudah ada, tinggal pemerintah mendorong ada aksi dari masyarakat untuk mengamankan aset siber mereka sendiri," katanya.
Kedua, pemerintah mendorong semua instansi pemerintah dan swasta untuk meningkatkan keamanan sistem informasi elektronik. "Dua hal ini tidak hanya akan mendorong ekonomi lebih cepat, tapi juga stabilitas politik dan kedaulatan nasional,” jelas Pratama.
Survei CISSReC dilaksanakan di 9 kota besar, yakni DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Palembang, Bali dan Makasar. Survei dilakukan menggunakan metode stratified multistage random sampling.
Jumlah sampel dalam survei ini adalah 400 responden dengan margin of error 4,9% pada tingkat kepercayaan 95%. Metode pengumpulan data adalah responden terpilih diwawancara secara tatap muka menggunakan quesioner oleh pewawancara yang telah dilatih.
Kendali mutu survei adalah pewawancara lapangan minimal mahasiswa atau sederajat dan mendapatkan pelatihan (workshop) secara intensif di setiap pelaksanaan survei. Pengambilan data survei (penentuan responden dan wawancara di lapangan) dilakukan pada 1-9 Juni 2017.
(dmd)