Tumbuhkan Ekonomi Digital, Tarif Internet Harus Terjangkau
A
A
A
JAKARTA - Terjadinya peretasann situs-situs milik operator seluler di Indonesia dianggap sebagai ungkapan protes masyarakat atas layanan telekomunikasi. Mahalnya tarif internet tidak sejalan dengan visi Indonesia menjadi ekonomi digital terbesar di Asia tenggara pada 2020.
"Kasus peretasan website Telkomsel oleh hacker usil terjadi karena tarif layanan internet yang relatif mahal. Itu tindakan koreksi untuk meninjau kebijakan tarifnya," kata Ketua BEM Mahasiswa Universitas Sam Ratulangi Manado Rinaldo CH dalam rilisnya, Jakarta, Rabu (3/5/2017).
Menurutnya, masyarakat di kawasan Indonesia Timur juga merasakan hal sama. Apalagi pembedaan tarif dengan pembagian per-wilayah oleh salah satu operator dominan dinilai tidak mencerminkan nasionalisme dan pemerataan harga yang tengah gencar di upayakan pemerintah di seluruh Indonesia.
"Kami juga merasakan hal sama untuk layanan internet dan telepon yang sangat mahal Wajar jika netizen atau masyarakat marah," imbuh dia.
Seharusnya, kata dia, tidak boleh ada diskriminasi dan juga tidak membeda-bedakan tarif. Apalagi dengan tujuan Indonesia di bidang digital pada 2020, yang harus didukung dengan ketersediaan jaringan internet dan tarif yang terjangkau masyarakat.
"Harus ada nasionalisme tarif, bukan mengotak-kotakkan wilayah, untuk mendukung visi digital yang ingin digapai pemerintah," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, pengamat telekomunikasi STMIK Handayani Makassar, Kamaruddin mengatakan, peretasan situs operator telekomunikasi sebagai protes atas mahalnya tarif internet di Tanah Air harus disikapi dengan bijak.
Pemerintah juga diminta untuk meninjau kembali kebijakan tarif internet operator telekomunikasi yang dinilai memberatkan konsumen. "Ini momen untuk berbenah, baik di sisi keamanan maupun juga penerapan tarif ke pelanggan. Sehingga, tidak perlu terjadi lagi di masa depan," tutur dia.
Menurutnya, saat ini masih terjadi ketimpangan akses data di Indonesia Timur. Seperti di Makassar dan di luar jawa yang terbatas dan hanya dikuasai operator dominan. Selain tarif internet yang mahal, juga minimnya layanan lain sehingga konsumen harus menerimanya.
"Dari kejadian ini operator dan regulator harus berkaca bahwa masih ada masalah di sini yang harus diselesaikan bersama," imbuh dia.
"Kasus peretasan website Telkomsel oleh hacker usil terjadi karena tarif layanan internet yang relatif mahal. Itu tindakan koreksi untuk meninjau kebijakan tarifnya," kata Ketua BEM Mahasiswa Universitas Sam Ratulangi Manado Rinaldo CH dalam rilisnya, Jakarta, Rabu (3/5/2017).
Menurutnya, masyarakat di kawasan Indonesia Timur juga merasakan hal sama. Apalagi pembedaan tarif dengan pembagian per-wilayah oleh salah satu operator dominan dinilai tidak mencerminkan nasionalisme dan pemerataan harga yang tengah gencar di upayakan pemerintah di seluruh Indonesia.
"Kami juga merasakan hal sama untuk layanan internet dan telepon yang sangat mahal Wajar jika netizen atau masyarakat marah," imbuh dia.
Seharusnya, kata dia, tidak boleh ada diskriminasi dan juga tidak membeda-bedakan tarif. Apalagi dengan tujuan Indonesia di bidang digital pada 2020, yang harus didukung dengan ketersediaan jaringan internet dan tarif yang terjangkau masyarakat.
"Harus ada nasionalisme tarif, bukan mengotak-kotakkan wilayah, untuk mendukung visi digital yang ingin digapai pemerintah," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, pengamat telekomunikasi STMIK Handayani Makassar, Kamaruddin mengatakan, peretasan situs operator telekomunikasi sebagai protes atas mahalnya tarif internet di Tanah Air harus disikapi dengan bijak.
Pemerintah juga diminta untuk meninjau kembali kebijakan tarif internet operator telekomunikasi yang dinilai memberatkan konsumen. "Ini momen untuk berbenah, baik di sisi keamanan maupun juga penerapan tarif ke pelanggan. Sehingga, tidak perlu terjadi lagi di masa depan," tutur dia.
Menurutnya, saat ini masih terjadi ketimpangan akses data di Indonesia Timur. Seperti di Makassar dan di luar jawa yang terbatas dan hanya dikuasai operator dominan. Selain tarif internet yang mahal, juga minimnya layanan lain sehingga konsumen harus menerimanya.
"Dari kejadian ini operator dan regulator harus berkaca bahwa masih ada masalah di sini yang harus diselesaikan bersama," imbuh dia.
(izz)