#JanganMundur ke Masa Lalu
A
A
A
ERA digital telah mengubah segalanya. Cara berpikir, bertindak, dan yang paling jelas adalah menggeser ritme kehidupan masyarakat. Betapa tidak, era digital telah menepikan ‘peradaban’ ngantre dan menunggu ke masa silam. Dengan jaringan internet dan gawai di tangan orang kini tak ubahnya telah menggenggam dunia. Mereka dapat melakukan apa saja melalui tarian jemari di atas layarsmartphone.
Aplikasi atau apps yang merupakan anak kandung era digital, makin menjadikan berbagai pekerjaan manusia menjadi sangat sederhana dan nyaman. Termasuk yang paling krusial dalam kehidupan manusia: kebutuhan transportasi. Era digital ini telah melahirkan gelombang transportasi online berbasis aplikasi. Transportasi online berbasis aplikasi ini jelas telah sangat membantu masyarakat pengguna layanan ini.
Sistem transportasi berbasis aplikasi online sepenuhnya menerjemahkan konsep sharing economy. Bayangkan, tanpa harus membangun pangkalan taksi berbiaya besar serta menyiapkan armada taksi, pengembang usaha transportasi online hanya perlu mengembangkan aplikasi dan melakukan kerjasama dengan pihak-pihak yang memiliki mobil dan bisa menyetir. Kedua belah pihak sama-sama merasa diuntungkan karena mendapatkanprofit sharing. Selain itu, layanan ini menerapkan prinsip efisiensi sumber daya benar-benar berjalan baik karena dengan satu mobil, dapat memberikan keuntungan pada dua pihak sekaligus.
Masyarakat pengguna jasa transportasi pun menikmati keuntungan. Mereka selain tak perlu mengantre dan menunggu lama untuk mendapatkan angkutan, biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan ini pun jauh lebih murah. Tak heran transportasi online berbasis aplikasi mendapatkan respons positif dari masyarakat.
Namun masih banyak kalangan masyarakat yang belum siap dengan inovasi digital di bidang transportasi ini. Tugas kita semua untuk terus mengedukasi mereka untuk siap menerima perubahan. Nah, di tengah upaya mengedukasi sementara kalangan yang belum siap menerima perubahan, belum lama ini pemerintah melalui Kementerian Perhubungan mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 (PM32/2016) Tentang Penyelenggaraaan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Inti dari PM32/2016 ini setidaknya akan membuat praktek transportasi online berbasis aplikasi digital ini menjadi ilegal. Dampaknya masyarakat pengguna jasa transportasi online berbasis aplikasi digital kembali ke masa lalu: harus ngantre, menunggu, mencari sendiri transportasi. Karena itu ada baiknya Kemenhub untuk menangguhkan, menunda, setidaknya memperpanjang masa tenggang implementasi revisi PM32/2016 dan mempertimbangkan kembali dampaknya terhadap pengguna dan pengemudi.
Pada dasarnya niat pemerintah untuk membenahi industri transportasi dengan menyusun pedoman bagi pengembangan model bisnis yang inovatif seperti bisnis ride-hailing, sangat perlu didukung. Penyedia layanan transportasi online sangat mengapresiasi apa yang dilakukan pemerintah sebagai upaya mewujudkan cita-cita pemerintah membenahi transportasi umum.
Usaha pemerintah merevisi PM32/2016 merupakan bentuk dukungan pemerintah terhadap industri ride-hailing – serta manfaat-manfaat yang diberikan penyedia layanan transportasi online kepada bangsa Indonesia.
Namun, ada beberapa poin yang diusulkan pada PM32/2016 tidak mendukung inovasi dan tidak pro terhadap konsumen. Peraturan ini berpotensi membawa industri transportasi kembali ke cara-cara lama dan menghambat inovasi serta upaya perbaikan layanan untuk penggunanya.
Terkait hal tersebut Grab memberikan dukungan terhadap gerakan #JANGANMUNDUR yang muncul untuk meminta pemerintah memperpanjang masa tenggang implementasi revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 (PM32/2016) . [aris]
Aplikasi atau apps yang merupakan anak kandung era digital, makin menjadikan berbagai pekerjaan manusia menjadi sangat sederhana dan nyaman. Termasuk yang paling krusial dalam kehidupan manusia: kebutuhan transportasi. Era digital ini telah melahirkan gelombang transportasi online berbasis aplikasi. Transportasi online berbasis aplikasi ini jelas telah sangat membantu masyarakat pengguna layanan ini.
Sistem transportasi berbasis aplikasi online sepenuhnya menerjemahkan konsep sharing economy. Bayangkan, tanpa harus membangun pangkalan taksi berbiaya besar serta menyiapkan armada taksi, pengembang usaha transportasi online hanya perlu mengembangkan aplikasi dan melakukan kerjasama dengan pihak-pihak yang memiliki mobil dan bisa menyetir. Kedua belah pihak sama-sama merasa diuntungkan karena mendapatkanprofit sharing. Selain itu, layanan ini menerapkan prinsip efisiensi sumber daya benar-benar berjalan baik karena dengan satu mobil, dapat memberikan keuntungan pada dua pihak sekaligus.
Masyarakat pengguna jasa transportasi pun menikmati keuntungan. Mereka selain tak perlu mengantre dan menunggu lama untuk mendapatkan angkutan, biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan ini pun jauh lebih murah. Tak heran transportasi online berbasis aplikasi mendapatkan respons positif dari masyarakat.
Namun masih banyak kalangan masyarakat yang belum siap dengan inovasi digital di bidang transportasi ini. Tugas kita semua untuk terus mengedukasi mereka untuk siap menerima perubahan. Nah, di tengah upaya mengedukasi sementara kalangan yang belum siap menerima perubahan, belum lama ini pemerintah melalui Kementerian Perhubungan mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 (PM32/2016) Tentang Penyelenggaraaan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Inti dari PM32/2016 ini setidaknya akan membuat praktek transportasi online berbasis aplikasi digital ini menjadi ilegal. Dampaknya masyarakat pengguna jasa transportasi online berbasis aplikasi digital kembali ke masa lalu: harus ngantre, menunggu, mencari sendiri transportasi. Karena itu ada baiknya Kemenhub untuk menangguhkan, menunda, setidaknya memperpanjang masa tenggang implementasi revisi PM32/2016 dan mempertimbangkan kembali dampaknya terhadap pengguna dan pengemudi.
Pada dasarnya niat pemerintah untuk membenahi industri transportasi dengan menyusun pedoman bagi pengembangan model bisnis yang inovatif seperti bisnis ride-hailing, sangat perlu didukung. Penyedia layanan transportasi online sangat mengapresiasi apa yang dilakukan pemerintah sebagai upaya mewujudkan cita-cita pemerintah membenahi transportasi umum.
Usaha pemerintah merevisi PM32/2016 merupakan bentuk dukungan pemerintah terhadap industri ride-hailing – serta manfaat-manfaat yang diberikan penyedia layanan transportasi online kepada bangsa Indonesia.
Namun, ada beberapa poin yang diusulkan pada PM32/2016 tidak mendukung inovasi dan tidak pro terhadap konsumen. Peraturan ini berpotensi membawa industri transportasi kembali ke cara-cara lama dan menghambat inovasi serta upaya perbaikan layanan untuk penggunanya.
Terkait hal tersebut Grab memberikan dukungan terhadap gerakan #JANGANMUNDUR yang muncul untuk meminta pemerintah memperpanjang masa tenggang implementasi revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 (PM32/2016) . [aris]
(tjs)