Network Sharing Jadi Keniscayaan Dorong Percepatan Industri Digital
A
A
A
JAKARTA - Sebagaimana diketahui bahwa Industri telekomunikasi telah berkembang amat cepat dan memiliki multiplier effect yang sangat besar dan luas. Hanya saja Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Rudiantara dalam seminar yang digelar Indonesia Technology Forum (ITF) mengungkapkan, dari elemen DNA (device, network, & application), sektor yang tumbuh stagnan hanya network.
"Persoalannya karena tidak ada terobosan apa-apa. Jadi perlu usaha meningkatkan affordability atau keterjangkauan. Bagiamana caranya?, ya dengan cara menurunkan cost, oleh karena itu berbagi jaringan menjadi sebuah keniscayaan," ujar Chief RA, panggilan akrab Rudiantara, di Jakarta, Jumat (20/1/2017).
Oleh karena itu, Chief RA menambahkan, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk meningkatkan infrastruktur telekomunikasi (serat optik) di luar jawa (palapa ring) serta meningkatkan jumlah dan pemakaian telepon dan kecepatan pengiriman data untuk peningkatan perekonomian dan sekaligus demi ketahanan nasional.
Pemerintah sendiri daat ini telah menetapkan kebijakan pembangunan infrastruktur telekomunikasi melalui proyek palapa ring dengan menggunakan system komunikasi kabel laut dan serat optik (skll dan skso) untuk menyebarkan layanan broadband di seluruh wilayah indonesia dengan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (kpbu).
Manfaat kebijakan ini antara lain adalah ketahanan nasional, pemerataan infrastruktur telekomunikasi, penyediaan jasa akses teknologi informasi dan komunikasi (tik) yang tersebar di seluruh wilayah indonesia. Kebijakan ini sangat tepat karena sebaran infrastruktur saat ini hanya terpusat di jawa. Kebijakan ini tentu tidak bermanfaat maksimal apabila penggunaan infrastruktur tersebut tidak optimal (under capacity) sehingga perlu pula peningkatan jumlah telepon seluler/pintar serta penggunaannya
Hanya saja, dalam praktiknya, menurut Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, sebagian besar kpbu atas pembangunan infrastrukur telekomunikasi di luar pulau jawa (80 persen) dilakukan oleh satu operator telekomunikasi. Pasar telekomunikasi seluler Indonesia saat ini dikuasai (market leader) oleh satu operator, yakni Telkomsel (sekitar 37 persen pangsa pasar). Di bawah Telkomsel terdapat dua operator, yakni Indosat Ooredoo (23 persen) dan XL Axiata (14 persen).
Oleh karenanya, Agus menilai dalam struktur pasar yang oligopolis, dibutuhkan regulasi yang dapat mengatur persaingan usaha untuk memastikan peningkatan manfaat bagi para pemangku kepentingannya. Bagi masyarakat sebagai konsumen kepentingan terutamanya adalah tarif yang lebih murah dan layanan yang lebih baik. Bagi pemerintah, kepentingan utamanya adalah peningkatan peran industry telekomunikasi, terutama untuk kesatuan wilayah dan perekonomian. Bagi industry telekomunikasi, kepentingan utama adalah pengaturan persaingan usaha yang sehat, efisiensi industri, mendorong inovasi dan investasi, serta peningkatan kualitas dan return yang lebih baik.
"Solusinya lakukan perubahan atas peraturan pemerintah nomor 52 tahun 2000 tentang penyelenggaraan telekomunikasi dan PP 53/ 2000 tentang penggunaan spectrum frekuensi radio dan orbit satelit yang memungkinkan berjalannya sharing kapasitas sangat diperlukan. Kedua peraturan tersebut tidak memadai lagi dengan perkembangan saat ini," tegas Agus.
Sementara itu, Anggota Wantiknas, Garuda Sugardo mengatakan saat ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan revisi terhadap regulasi yang sudah tidak relevan. Serta kebijakan network sharing merupakan kebijakan yang tepat dan perlu didukung oleh pelaku industri Telko.
"Jika tidak dilakukan, maka percepatan industri digital di indonesia akan sulit terwujud," tandasnya.
"Persoalannya karena tidak ada terobosan apa-apa. Jadi perlu usaha meningkatkan affordability atau keterjangkauan. Bagiamana caranya?, ya dengan cara menurunkan cost, oleh karena itu berbagi jaringan menjadi sebuah keniscayaan," ujar Chief RA, panggilan akrab Rudiantara, di Jakarta, Jumat (20/1/2017).
Oleh karena itu, Chief RA menambahkan, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk meningkatkan infrastruktur telekomunikasi (serat optik) di luar jawa (palapa ring) serta meningkatkan jumlah dan pemakaian telepon dan kecepatan pengiriman data untuk peningkatan perekonomian dan sekaligus demi ketahanan nasional.
Pemerintah sendiri daat ini telah menetapkan kebijakan pembangunan infrastruktur telekomunikasi melalui proyek palapa ring dengan menggunakan system komunikasi kabel laut dan serat optik (skll dan skso) untuk menyebarkan layanan broadband di seluruh wilayah indonesia dengan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (kpbu).
Manfaat kebijakan ini antara lain adalah ketahanan nasional, pemerataan infrastruktur telekomunikasi, penyediaan jasa akses teknologi informasi dan komunikasi (tik) yang tersebar di seluruh wilayah indonesia. Kebijakan ini sangat tepat karena sebaran infrastruktur saat ini hanya terpusat di jawa. Kebijakan ini tentu tidak bermanfaat maksimal apabila penggunaan infrastruktur tersebut tidak optimal (under capacity) sehingga perlu pula peningkatan jumlah telepon seluler/pintar serta penggunaannya
Hanya saja, dalam praktiknya, menurut Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, sebagian besar kpbu atas pembangunan infrastrukur telekomunikasi di luar pulau jawa (80 persen) dilakukan oleh satu operator telekomunikasi. Pasar telekomunikasi seluler Indonesia saat ini dikuasai (market leader) oleh satu operator, yakni Telkomsel (sekitar 37 persen pangsa pasar). Di bawah Telkomsel terdapat dua operator, yakni Indosat Ooredoo (23 persen) dan XL Axiata (14 persen).
Oleh karenanya, Agus menilai dalam struktur pasar yang oligopolis, dibutuhkan regulasi yang dapat mengatur persaingan usaha untuk memastikan peningkatan manfaat bagi para pemangku kepentingannya. Bagi masyarakat sebagai konsumen kepentingan terutamanya adalah tarif yang lebih murah dan layanan yang lebih baik. Bagi pemerintah, kepentingan utamanya adalah peningkatan peran industry telekomunikasi, terutama untuk kesatuan wilayah dan perekonomian. Bagi industry telekomunikasi, kepentingan utama adalah pengaturan persaingan usaha yang sehat, efisiensi industri, mendorong inovasi dan investasi, serta peningkatan kualitas dan return yang lebih baik.
"Solusinya lakukan perubahan atas peraturan pemerintah nomor 52 tahun 2000 tentang penyelenggaraan telekomunikasi dan PP 53/ 2000 tentang penggunaan spectrum frekuensi radio dan orbit satelit yang memungkinkan berjalannya sharing kapasitas sangat diperlukan. Kedua peraturan tersebut tidak memadai lagi dengan perkembangan saat ini," tegas Agus.
Sementara itu, Anggota Wantiknas, Garuda Sugardo mengatakan saat ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan revisi terhadap regulasi yang sudah tidak relevan. Serta kebijakan network sharing merupakan kebijakan yang tepat dan perlu didukung oleh pelaku industri Telko.
"Jika tidak dilakukan, maka percepatan industri digital di indonesia akan sulit terwujud," tandasnya.
(wbs)