Alami Kejahatan, Masyarakat Tinggal Pencet Panic Button
A
A
A
SEMARANG - Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah membuat aplikasi layanan masyarakat berbasis IT bernama Sistem Manajemen Layanan Elektronik Kepolisian (Smile Police).
Salah satu layanan di dalamnya adalah panic button. Ini memungkinkan masyarakat yang mengalami gangguan kejahatan ataupun melihat adanya kejahatan bisa cepat melapor.
"Cukup pencet tombol ini tiga kali. Kenapa harus tiga kali, ini antisipasi kalau kepencet. Nantinya akan mengirim sinyal ke command center Polres dan juga ke Polda. Nanti petugas polisi terdekat akan mengetahui dan wajib mendatangi (TKP), " ungkap Kapolda Jawa Tengah, Irjen Pol Condro Kirono, di lobi Mapolda Jawa Tengah, Kota Semarang, Kamis (19/1/2017).
Petugas yang merespon sebut Condro merupakan fungsi operasional, mulai dari Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT), Samapta Bhayangkara (Sabhara), Lalu Lintas hingga Reserse.
Kelebihan aplikasi ini, kata Condro, dibanding daerah-daerah lain, karena Polda Jawa Tengah melakukan standardisasi. Sehingga terkoneksi antar polres di 35 wilayah kabupaten/kota di Jawa Tengah.
"Terkoneksi juga ke Polda. Jadi Polda ini sebagai supervisor. Misal panic button di Tegal, juga masuk ke Polda," lanjutnya.
Selain itu, ada juga layanan e complain yang memungkinkan masyarakat untuk mengadu. Misalnya, keluhan layanan kepolisian yang tidak memuaskan. Layanan ini terhubung dengan Provos Polres maupun Provos Polda. Mereka akan langsung merespons.
Layanan lain di aplikasi ini, di antaranya; Sistem Regident Center (SRC), e pelayanan masyarakat, hingga e learning. Ini memudahkan masyarakat untuk mengurus SIM, SKCK, STNK, BPKB hingga belajar soal aturan lalu lintas atupun aturan hukum lain.
"Nanti akan dilaunching tanggal 3 Februari, bisa download via Apps Store," jelas Condro.
Salah satu warga, Tsany Khoiriyah, mengaku senang dengan adanya aplikasi yang dibuat Polda Jawa Tengah tersebut.
"Urus SIM jadi gampang, atau cek-cek yang lain. Untuk Panic Button juga sangat membantu. Pulang malam nggak takut lagi, karena ada panic button. Sebelumnya memang ada omor telepon polisi, tapi nggak tahu (berapa nomornya). Ini lebih mudah, karena sekarang kan hampir semua orang pakai smartphone," beber Tsany yang tercatat sebagai mahasiswi semester V Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro Semarang ini.
Diketahui, berdasar data Polda Jawa Tengah, provinsi ini memang cukup rawan kriminalitas. Tercatat, selama 2016, telah terjadi 12.574 kejahatan yang artinya tiap 42 menit 48 detik terjadi satu kejahatan di Jawa Tengah.
Ini memang melambat dibandingkan tahun 2015, yang tercatat terjadi 15.245 kejahatan terjadi di Jawa Tengah. Artinya pada tahun 2015 di Jawa Tengah tiap 34 menit 34 detik, terjadi satu kali kejahatan.
Salah satu layanan di dalamnya adalah panic button. Ini memungkinkan masyarakat yang mengalami gangguan kejahatan ataupun melihat adanya kejahatan bisa cepat melapor.
"Cukup pencet tombol ini tiga kali. Kenapa harus tiga kali, ini antisipasi kalau kepencet. Nantinya akan mengirim sinyal ke command center Polres dan juga ke Polda. Nanti petugas polisi terdekat akan mengetahui dan wajib mendatangi (TKP), " ungkap Kapolda Jawa Tengah, Irjen Pol Condro Kirono, di lobi Mapolda Jawa Tengah, Kota Semarang, Kamis (19/1/2017).
Petugas yang merespon sebut Condro merupakan fungsi operasional, mulai dari Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT), Samapta Bhayangkara (Sabhara), Lalu Lintas hingga Reserse.
Kelebihan aplikasi ini, kata Condro, dibanding daerah-daerah lain, karena Polda Jawa Tengah melakukan standardisasi. Sehingga terkoneksi antar polres di 35 wilayah kabupaten/kota di Jawa Tengah.
"Terkoneksi juga ke Polda. Jadi Polda ini sebagai supervisor. Misal panic button di Tegal, juga masuk ke Polda," lanjutnya.
Selain itu, ada juga layanan e complain yang memungkinkan masyarakat untuk mengadu. Misalnya, keluhan layanan kepolisian yang tidak memuaskan. Layanan ini terhubung dengan Provos Polres maupun Provos Polda. Mereka akan langsung merespons.
Layanan lain di aplikasi ini, di antaranya; Sistem Regident Center (SRC), e pelayanan masyarakat, hingga e learning. Ini memudahkan masyarakat untuk mengurus SIM, SKCK, STNK, BPKB hingga belajar soal aturan lalu lintas atupun aturan hukum lain.
"Nanti akan dilaunching tanggal 3 Februari, bisa download via Apps Store," jelas Condro.
Salah satu warga, Tsany Khoiriyah, mengaku senang dengan adanya aplikasi yang dibuat Polda Jawa Tengah tersebut.
"Urus SIM jadi gampang, atau cek-cek yang lain. Untuk Panic Button juga sangat membantu. Pulang malam nggak takut lagi, karena ada panic button. Sebelumnya memang ada omor telepon polisi, tapi nggak tahu (berapa nomornya). Ini lebih mudah, karena sekarang kan hampir semua orang pakai smartphone," beber Tsany yang tercatat sebagai mahasiswi semester V Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro Semarang ini.
Diketahui, berdasar data Polda Jawa Tengah, provinsi ini memang cukup rawan kriminalitas. Tercatat, selama 2016, telah terjadi 12.574 kejahatan yang artinya tiap 42 menit 48 detik terjadi satu kejahatan di Jawa Tengah.
Ini memang melambat dibandingkan tahun 2015, yang tercatat terjadi 15.245 kejahatan terjadi di Jawa Tengah. Artinya pada tahun 2015 di Jawa Tengah tiap 34 menit 34 detik, terjadi satu kali kejahatan.
(wbs)