Prediksi Ancaman Cyber 2017

Senin, 02 Januari 2017 - 18:55 WIB
Prediksi Ancaman Cyber...
Prediksi Ancaman Cyber 2017
A A A
JAKARTA - Indonesia salah satu negara dengan rata-rata trafik internet berbahaya paling tinggi di dunia dalam beberapa tahun terakhir. Di mana sekitar 38% dari seluruh trafik di dunia berasal dari Indonesia. Hal ini menunjukkan tingkat konektivitas dan penggunaan yang sangat tinggi.

Paling mengkhawatirkan baru-baru ini ditemukan dalam sebuah forum teknologi berbahasa Indonesia di internet, panduan dasar pembuatan ransomware disebar bebas dan bisa dimiliki oleh siapa pun. Ini artinya ke depan baik individu ataupun perusahaan di Indonesia akan mendapat banyak ancaman serangan ransomware lokal.

Hal tersebut disampaikan Technical Consultant PT Prosperita – ESET Indonesia, Yudhi Kukuh menanggapi prediki serangan ransomware lokal pada 2017, dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews, Senin (2/1/2016).

Dia mengemukakan, penggunaan ransomware oleh penjahat cyber sebagai salah satu ancaman paling mendesak yang dihadapi perusahaan dan organisasi di seluruh dunia. Tulisan tentang "create your own" atau "buat sendiri" ransomware di sebuah forum cyber Indonesia dalam bahasa Indonesia menjadi sinyalemen atau lonceng peringatan peningkatan ancaman oleh ransomware Indonesia di seluruh wilayah Indonesia.

"Postingan di Forum Cyber Indonesia Mungkin sudah banyak yang mengetahui tentang ransomware, tapi bagi mereka yang belum memahami, ransomware adalah jenis malware yang mencegah pengguna mengakses data atau sistem sampai membayar uang tebusan kepada penjahat cyber yang bertanggung jawab. Secara presentase, ransomware tidak sebesar malware lain. Namun, secara dampak yang diakibatkan sangat merugikan pengguna komputer," ujarnya.

Yudhi membeberkan ransomware yang paling mendasar dan beberapa variannya di ponsel beroperasi dengan mengunci layar korban. Namun pada perkembangannya, ransomware mulai memanfaatkan enkripsi, yaitu suatu proses yang digunakan untuk pengaman suatu data yang disembunyikan atau proses konversi data (plaintext) menjadi bentuk yang tidak dapat dimengerti, sehingga keamanan informasinya terjaga dan tidak dapat dibaca.

"Untuk membuka data yang dienkripsi dibutuhkan kunci dekripsi, yaitu kebalikan dari proses enkripsi, adalah proses konversi data yang sudah dienkripsi (ciphertext) kembali menjadi data aslinya (original plaintext) sehingga dapat dibaca atau dimengerti kembali. Kunci dekripsi ini hanya dimiliki oleh pelaku kejahatan ransomware," terangnya.

Demam Virus yang Berulang

Terinspirasi Brontok (W32/Brontok), worm produksi Indonesia yang sangat legendaris dan mendunia sejak 2005. Dalam rentang 2009-2011 dikenal sebagai tahun yang sangat krusial untuk disiarkan segera dunia cyber Indonesia.

"Saat itu terjadi persaingan penciptaan virus di antara penggiat dunia maya nasional. Banyak pihak di dunia cyber Indonesia saling berlomba-lomba menciptakan berbagai macam virus berbahaya," tutur Yudhi.

Kemudian, lanjut dia, semakin banyak varian beredar seiring dengan disebarnya source code Kspool/Kespo (W32/Delf) di internet. Deman virus dunia digital yang menjadi ajang perebutan prestise di kalangan praktisi cyber nasional yang ingin unjuk gigi.

Pertarungan lokal yang dampaknya ikut dirasakan secara global, Brontok pun melahirkan beberapa varian yang merupakan produk persaingan digital tersebut menjadi virus yang ditakuti di dunia.

"Atmosfir yang sama begitu terasa di masa akhir peralihan 2017, dengan beredarnya panduan dasar ransomware yang bisa memudahkan orang membuat ransomware menjadi pemicu peristiwa yang sama yang terjadi pada 2011 tersebut," jelasnya.

Disusul ramainya berbagai forum lokal yang belakangan disibukan oleh aktivitas penggiat dunia maya Indonesia yang mulai kasak-kusuk mencari tahu tentang segala sesuatu mengenai ransomware, seperti mencari source code ransomware, menawarkan kerja sama, sampai membuat ransomware. Gejala yang semakin mengarah menjadi demam virus kedua atau lebih tepat “Demam ransomware.”
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7496 seconds (0.1#10.140)