Bigo Langgar UU Pornografi, Pengamat Minta Pemerintah Bersikap
A
A
A
JAKARTA - Pengamat komunikasi, Muhammad Tajri berpendapat fenomena bigo live, nono live dan aplikasi live video sejenisnya saat ini sedang marak muncul di berbagai smartphone. Jauh sebelumnya, aplikasi serupa ‘camfrog’ sudah lama hadir. Tontonan tersebut sangat jelas mengeksploitasi tubuh wanita. Menurutnya, tontonan akan sangat berdampak kepada perkembangan sikap, perilaku dan mental anak, bahkan pengguna dewasa sekalipun. Dan ini jauh dari nilai-nilai ketimuran dan nilai agama yang berlaku di Indonesia.
Menurut Tajri, aplikasi ini mempertontonkan video streaming (tayangan video langsung) dengan embel-embel live chat (percakapan langsung) dari satu pengguna dengan pengguna lain dan video langsung berbagai pengguna untuk disaksikan oleh pengguna lain.
"Dari beberapa pengakuan pengguna, aplikasi ini didominasi pengguna pria yang menonton video streaming pengguna wanita," kata Tajri di Jakarta, Selasa (13/09/2016).
Para pengguna yang kebanyakan pria itu, lanjut Tajri, mulai dari music (permintaan lagu), pertunjukan joget (tari), bahkan hingga pamer tubuh seksi.
Dikatakan Tajri, tontonan tersebut berpotensi melanggar Undang Undang No 44/2008 tentang Pornografi. Di dalam UU Pornografi dinyatakan bahwa Pornografi adalah gambar, ilustrasi, suara, gambar bergerak, percakapan, gerak tubuh atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai media komunikasi yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual.
"Maka, tontonan seperti bigo live, nono live dan sejenisnya termasuk dalam kategori pornografi. Dan itu melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat," jelas mahasiswa pasca sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada itu.
Selain berpotensi melanggar UU Pornografi, sambung Tajri, tontonan itu juga berpotensi melanggar Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Live video streaming ini termasuk ke dalam perbuatan yang dilarang dalam UU ITE khususnya pasal 27 ayat 1 karena terdapat muatan kesusilaan," ujarnya.
Menyikapi fenomena Bigo live yang berpotensi melanggar UU yang ada, Tajri memint pemerintah tanggap dan segera merespon hal itu. Bisa jadi, pemerintah sudah tahu, tapi masih diam karena belum menimbulkan keresahan publik. Jangan sampai visi Presiden Jokowi membangun mentalitas bangsa harus ternodai dengan sikap lamban Pemerintah menyikapi fenomena itu.
“Ini kondisi darurat, pemerintah harus peka terhadap fenomena Bigo live dan semacamnya dengan mengambil langkah-langkah tegas, dan bila perlu siapkan sanksi tegas agar ada efek jera. Jangan sampai juga Pemerintah mengabaikan visi nawacita Presiden Jokowi dalam mewujudkan revolusi mental," tukas alumni Komunikasi FISIPOL Universitas Muhammadiyah Malang itu.
Menurut Tajri, aplikasi ini mempertontonkan video streaming (tayangan video langsung) dengan embel-embel live chat (percakapan langsung) dari satu pengguna dengan pengguna lain dan video langsung berbagai pengguna untuk disaksikan oleh pengguna lain.
"Dari beberapa pengakuan pengguna, aplikasi ini didominasi pengguna pria yang menonton video streaming pengguna wanita," kata Tajri di Jakarta, Selasa (13/09/2016).
Para pengguna yang kebanyakan pria itu, lanjut Tajri, mulai dari music (permintaan lagu), pertunjukan joget (tari), bahkan hingga pamer tubuh seksi.
Dikatakan Tajri, tontonan tersebut berpotensi melanggar Undang Undang No 44/2008 tentang Pornografi. Di dalam UU Pornografi dinyatakan bahwa Pornografi adalah gambar, ilustrasi, suara, gambar bergerak, percakapan, gerak tubuh atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai media komunikasi yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual.
"Maka, tontonan seperti bigo live, nono live dan sejenisnya termasuk dalam kategori pornografi. Dan itu melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat," jelas mahasiswa pasca sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada itu.
Selain berpotensi melanggar UU Pornografi, sambung Tajri, tontonan itu juga berpotensi melanggar Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Live video streaming ini termasuk ke dalam perbuatan yang dilarang dalam UU ITE khususnya pasal 27 ayat 1 karena terdapat muatan kesusilaan," ujarnya.
Menyikapi fenomena Bigo live yang berpotensi melanggar UU yang ada, Tajri memint pemerintah tanggap dan segera merespon hal itu. Bisa jadi, pemerintah sudah tahu, tapi masih diam karena belum menimbulkan keresahan publik. Jangan sampai visi Presiden Jokowi membangun mentalitas bangsa harus ternodai dengan sikap lamban Pemerintah menyikapi fenomena itu.
“Ini kondisi darurat, pemerintah harus peka terhadap fenomena Bigo live dan semacamnya dengan mengambil langkah-langkah tegas, dan bila perlu siapkan sanksi tegas agar ada efek jera. Jangan sampai juga Pemerintah mengabaikan visi nawacita Presiden Jokowi dalam mewujudkan revolusi mental," tukas alumni Komunikasi FISIPOL Universitas Muhammadiyah Malang itu.
(wbs)