Host Masih Jadi Pemanis Layanan Video Streaming
A
A
A
JAKARTA - Bisa dibilang, ledakan konten video di Indonesia baru terjadi saat ini dengan kehadiran koneksi 4G. Tidak lama, beragam penyedia konten tersebut pun menyerbu tanah air namun dengan jumlahnya yang beragam tentu ada senjata yang harus digunakan.
Berdasarkan prediksi dari Cisco Visual Networking disebut bahwa trafik internet di Indoenesia di tahun 2018 nanti didominasi oleh akses terhadap konten video, sekitar separuh 60% ketimbangan layanan non video.
Bisa dibaca bahwa semakin banyak orang yang mengakses koten video tentu saja dibarengi oleh bermunculan penyedia konten tersebut yang melihat fenomena tersebut sebagai pohon uang. Dan karena internet 4G yang sifatnya cepat sehingga bisa menikmati layanan video secara real time jelas yang diuntungkan adalah penyedia video live streaming.
Sebut saja NonoLive, aplikasi live video streaming yang diciptakan oleh mantan penjabat di Alibaba Group bebrapa waktu lalu resmi melenggang di Indonesia dan menyatakan siap bersaing dengan layanan serupa yang lebih dulu hadir di tanah air, yakni Bigo Live dan pendahulunya yakni Cliponyu.
“Perbedaan kami dengan yang lain tentu saja dalam kualitas video streaming yang kami tayangkan, dan host tentu masih tetap menjadi daya tarik layanan live video streaming, sebab mereka yang juga berinteraksi dengan para pengguna yang lain. Pengguna pun juga bisa jadi host,” ujar Robin Su selaku founder dan CEO dari Tang Internet Ltd yang menaungi NonoLive saat meresmikan aplikasi tersebut di Indonesia.
Kecakapan host dalam berinteraksi harus diakui memang jadi modal penting dalam sebuah konten video, terlepas dari apakah layanan video tersebut memiliki konten bertema yang khusus dibuat atau ya sekedar bercakap dan menghibur penontonnya seperti NonoLive dan semacamnya.
NonoLive memang memandang pasar konten video adalah pohon uang, namun bagi pengguna apalagi yang mampu menjadi host juga bisa ikut memetik hasilnya. Melalui sistem gift atau sebut saja disini dengan istilah ”sawer”, setiap host yang disukai dan memiliki banyak follower akan memperoleh digital gift yang nantinya diredeem atau diubah menjadi uang.
“Host disini adalah mereka atau pengguna yang dapat menghibur pengguna lain, misalnya lewat cara mereka mengajak ngobrol atau bakat lain misalnya standup comedy, menyanyi, dan lain-lain. Paras cantik atau rupawan tidak harus selalu jadi patokan agar mereka mendulang follower dan gift,” klaim Robin Su.
Namun jujur saja, baik NonoLive maupun aplikasi lain serupa yang sudah Sindonews dapati, seluruhnya didominasi oleh mereka yang memiliki paras cantik dan tampan, makanya kerap strategi yang digunakan adalah mengajak artis untuk berinteraksi lewat aplikasi pada event tertentu.
Mau bagaimana lagi, memang sejatinya industri konten video yang mendulang banyak penonton adalah konten yang memajang host berparas menarik, terlepas dari konten yang dibuat oleh host. Host yang ada disini pun bak artis dadakan yang juga diberikan tugas untuk memperoleh penghasilan dari penampilannya.
“Host didominasi oleh perempuan yakni 90% dan 10% pria, kebanyakan mereka adalah berprofesi sebagai SPG dan usher, jadi dari awal mereka memang sudah jago ngomong an berinteraksi dengan orang. Mereka harus memenuhi jam tayang 50 jam dan tiap bulan, mitra kami (status para host) akan memperoleh penghasilan Rp 2 juta, itu masih diluar bonus dan penukaran gift,” tutur Andryan Gouw, General Manager Tang Internet Ltd.
Karena keuntungan yang cukup menjanjikan inilah yang oleh Adryan kadang ada host yang “kelewatan” dalam berusaha memperoleh follower, ya sebut aja dengan cara yang sedikit vulgar.
“Selalu, label negatif selalu melekat sama layanan live video streaming, yang sebetulnya akibat host atau pengguna yang bandel. Kami sebagai penyedia makanya tanpa disuruh tentu berusaha memantau dan menjaga konten yang berlangsung di dalam NonoLive, tidak hanya lewat laporan dan sistem saja, kami juga mensiagakan tim monitoring selama 24 jam,” tandas Andryan.
NonoLive sendiri baru beberapa bulan lalu, yakni di pertengahan 2016 namun karena kepopuleran layanan semacam ini yang sudah dikenal maka tanpa butuh waktu lama pihak NonoLive mengklaim sudah memperoleh pengguna sebanyak 1,5 juta di Indonesia.
Berdasarkan prediksi dari Cisco Visual Networking disebut bahwa trafik internet di Indoenesia di tahun 2018 nanti didominasi oleh akses terhadap konten video, sekitar separuh 60% ketimbangan layanan non video.
Bisa dibaca bahwa semakin banyak orang yang mengakses koten video tentu saja dibarengi oleh bermunculan penyedia konten tersebut yang melihat fenomena tersebut sebagai pohon uang. Dan karena internet 4G yang sifatnya cepat sehingga bisa menikmati layanan video secara real time jelas yang diuntungkan adalah penyedia video live streaming.
Sebut saja NonoLive, aplikasi live video streaming yang diciptakan oleh mantan penjabat di Alibaba Group bebrapa waktu lalu resmi melenggang di Indonesia dan menyatakan siap bersaing dengan layanan serupa yang lebih dulu hadir di tanah air, yakni Bigo Live dan pendahulunya yakni Cliponyu.
“Perbedaan kami dengan yang lain tentu saja dalam kualitas video streaming yang kami tayangkan, dan host tentu masih tetap menjadi daya tarik layanan live video streaming, sebab mereka yang juga berinteraksi dengan para pengguna yang lain. Pengguna pun juga bisa jadi host,” ujar Robin Su selaku founder dan CEO dari Tang Internet Ltd yang menaungi NonoLive saat meresmikan aplikasi tersebut di Indonesia.
Kecakapan host dalam berinteraksi harus diakui memang jadi modal penting dalam sebuah konten video, terlepas dari apakah layanan video tersebut memiliki konten bertema yang khusus dibuat atau ya sekedar bercakap dan menghibur penontonnya seperti NonoLive dan semacamnya.
NonoLive memang memandang pasar konten video adalah pohon uang, namun bagi pengguna apalagi yang mampu menjadi host juga bisa ikut memetik hasilnya. Melalui sistem gift atau sebut saja disini dengan istilah ”sawer”, setiap host yang disukai dan memiliki banyak follower akan memperoleh digital gift yang nantinya diredeem atau diubah menjadi uang.
“Host disini adalah mereka atau pengguna yang dapat menghibur pengguna lain, misalnya lewat cara mereka mengajak ngobrol atau bakat lain misalnya standup comedy, menyanyi, dan lain-lain. Paras cantik atau rupawan tidak harus selalu jadi patokan agar mereka mendulang follower dan gift,” klaim Robin Su.
Namun jujur saja, baik NonoLive maupun aplikasi lain serupa yang sudah Sindonews dapati, seluruhnya didominasi oleh mereka yang memiliki paras cantik dan tampan, makanya kerap strategi yang digunakan adalah mengajak artis untuk berinteraksi lewat aplikasi pada event tertentu.
Mau bagaimana lagi, memang sejatinya industri konten video yang mendulang banyak penonton adalah konten yang memajang host berparas menarik, terlepas dari konten yang dibuat oleh host. Host yang ada disini pun bak artis dadakan yang juga diberikan tugas untuk memperoleh penghasilan dari penampilannya.
“Host didominasi oleh perempuan yakni 90% dan 10% pria, kebanyakan mereka adalah berprofesi sebagai SPG dan usher, jadi dari awal mereka memang sudah jago ngomong an berinteraksi dengan orang. Mereka harus memenuhi jam tayang 50 jam dan tiap bulan, mitra kami (status para host) akan memperoleh penghasilan Rp 2 juta, itu masih diluar bonus dan penukaran gift,” tutur Andryan Gouw, General Manager Tang Internet Ltd.
Karena keuntungan yang cukup menjanjikan inilah yang oleh Adryan kadang ada host yang “kelewatan” dalam berusaha memperoleh follower, ya sebut aja dengan cara yang sedikit vulgar.
“Selalu, label negatif selalu melekat sama layanan live video streaming, yang sebetulnya akibat host atau pengguna yang bandel. Kami sebagai penyedia makanya tanpa disuruh tentu berusaha memantau dan menjaga konten yang berlangsung di dalam NonoLive, tidak hanya lewat laporan dan sistem saja, kami juga mensiagakan tim monitoring selama 24 jam,” tandas Andryan.
NonoLive sendiri baru beberapa bulan lalu, yakni di pertengahan 2016 namun karena kepopuleran layanan semacam ini yang sudah dikenal maka tanpa butuh waktu lama pihak NonoLive mengklaim sudah memperoleh pengguna sebanyak 1,5 juta di Indonesia.
(dol)