Pakar Cyber: Pemerintah Harus Tegas terhadap Twitter dkk

Senin, 29 Februari 2016 - 17:04 WIB
Pakar Cyber: Pemerintah...
Pakar Cyber: Pemerintah Harus Tegas terhadap Twitter dkk
A A A
JAKARTA - Ancaman pemerintah memblokir layanan Facebook, Twitter, WhatsApp, Google dan kawan-kawan (dkk) membuat publik bertanya-tanya. Pemerintah melalui Kemenkominfo menyatakan bahwa aplikasi media sosial dan instant messaging yang masuk dalam kategori layanan over the top (OTT) dari luar harus memperjelas bentuk badan usahanya di Indonesia.

Menanggapi hal itu, pakar keamanan cyber Pratama Persadha mengemukakan, seharusnya pemerintah bersikap tegas. Sebab, selama ini layanan over the top tak menghiraukan aturan hukum dan norma susila di Tanah Air.

“Maksud pemerintah ini bagus, kalau jelas bentuk badan usahanya di Tanah Air jadi jelas mereka harus patuh aturan hukum dan norma susila di Indonesia. Selain itu juga wajib bayar pajak, seperti bentuk usaha di Tanah Air lainnya,” ujar Pratama, dalam keterangan tertulisnya kepada Sindonews, Senin (19/2/2016).

Dia menuturkan layanan OTT, seperti Facebook banyak menimbulkan kecemburuan. Setidaknya dalam sebulan Facebook bisa meraup lebih dari Rp500 miliar, tanpa membayar pajak. Di luar masalah pajak, masalah keamanan dalam negeri juga sangat penting untuk diperhatikan.

“Konten media sosial dan layanan OTT ini juga harus diperhatikan. Jangan sampai berlawanan dengan hukum dan norma susila di sini. Misalnya, pornografi dan juga konten LGBT yang sedang ramai di Tanah Air,” terang pria yang juga menjabat sebagai ketua lembaga riset keamanan cyber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) ini.

Tumblr bahkan sudah mendapat peringatan untuk segera diblokir oleh pemerintah, karena banyaknya konten pornografi di sana. Masyarakat juga sedang diramaikan oleh kebijakan Facebook yang menghapus tulisan yang menentang LGBT. Bahkan Menhan Ryamizard Ryacudu sampai angkat bicara tentang bahaya LGBT.

“Kesulitan pemerintah menertibkan konten ini salah satunya juga karena adanya ratusan provider internet di Indonesia. Sehingga imbauan untuk memblokir konten tidak serta merta bisa langsung efektif,” terangnya.

Selain blokir-memblokir, Pratama meminta pemerintah untuk bisa mendukung aplikasi-aplikasi media sosial karya anak bangsa yang sudah ada. Melalui dukungan itu bisa makin menguatkan dan mendorong munculnya aplikasi media sosial lokal.

Dia menjelaskan, keberanian pemerintah China memblokir Facebook dan Google karena mereka sudah mempersiapkan layanan serupa seperti Weibo dan QQ. Jadi saat Facebook dan Google tak sanggup mematuhi regulasi di China, tidak serta merta masyarakat menjadi tertinggal dalam kegiatan di internet.

“Pemerintah juga harus melihat provider yang sebagian besar pemasukan didapat dari penjualan data. Dengan adanya layanan dan aplikasi alternatif lokal, diharapkan konsumsi data tetap stabil bila memang pemblokiran jadi dilakukan,” tegasnya.

Pratama menambahkan, saat ini Indonesia punya Kaskus, Kompasiana, Mintalk, dan beberapa aplikasi yang cukup bagus. Namun perlu diperkuat aplikasi instant messaging serta media sosial yang memang dipakai luas di Tanah Air.

“Provider besar tanah air bisa ikut berinvestasi dan membesarkan aplikasi anak bangsa. Jangan sampai peristiwa matinya Koprol setelah dibeli Yahoo terulang kembali. Pemerintah tentunya harus ikut membantu,” tegasnya.

Selain itu, kata dia, dengan sikap tegas perusahaan teknologi asing tersebut bisa menjadi pondasi kuat untuk membangun kedaulatan informasi dan cyber di Indonesia.

“Asing mudah mendapatkan data dari kita salah satu pintu masuknya lewat media sosial. Jadi ini bagian integral dari penguatan kedaulatan sebuah bangsa. Bukan membatasi, namun kita ingin menjadi tuan rumah di negeri sendiri, yang tidak taat regulasi bisa angkat kaki,” terang mantan pejabat Lembaga Sandi Negara tersebut.
(dmd)
Copyright ©2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3501 seconds (0.1#10.24)