BRTI: Penuntasan IM2 di Tangan Pemerintah
A
A
A
JAKARTA - Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Muhammad Imam Nashiruddin mengatakan, saat ini kunci kasus penuntasan IM2 terletak di tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurutnya, Jokowi bisa memerintahkan anak buahnya baik Jaksa Agung maupun menteri di bawah Menko Polhukam untuk duduk bareng melihat kasus IM2 ini secara jernih. Bila perlu memanggil kembali regulator di industri telekomunikasi untuk mendengarkan kembali kasus ini secara tuntas dan menyeluruh.
Dengan demikian, kata Imam, para hakim di tingkat PK kedua dalam kasus Indar Atmanto, mantan dirut IM2 bisa memutus kasus ini secara jernih dan berkeadilan.
"Saya berharap kasus ini bisa diselesaikan, semua pihak bisa happy. Kami dari BRTI, yakin kasus ini sudah benar dan tidak ada yang dilanggar," kata dia dalam rialisnya, Senin (16/11/2015).
Di sisi lain, lanjut Imam, Presiden juga harus bersikap tegas menetapkan siapa sebenarnya regulator di industri telekomunikasi, apakah BRTI bersama Kemenkominfo yang diberi amanah sesuai UU Telekomunikasi atau penegak hukum dalam hal ini pengadilan.
"Ini penting karena jangan sampai terjadi preseden hukum yang bisa merugikan semua pelaku di industri TIK. Kalau di negara lain, pelanggaran regulasi yang menentukan adalah regulator. Tapi di Indonesia fenomenanya berbeda. Ini sungguh luar biasa. Karena itu, Presiden harus turun tangan," ujarnya.
Imam menuturkan, kasus IM2 membuat semua pelaku industri TIK merasa kecewa dan terancam karena bisnis mereka sama dengan yang dilakukan IM2.
"Kami kecewa dan melihat kasus ini bentuk kriminalisasi. Pasalnya, baik BRTI maupun Kemenkomifo menyatakan tidak ada pelanggaran regulasi yang dilakukan IM2. Namun, penegak hukum menilai ada pelanggaran hukum. Ini sudah terjadi dan dampaknya sangat parah dan membahayakan industri, dimana ada ratusan orang yang berbisnis secara benar tapi dinilai salah. Kita tidak ingin ratusan pebisnis masuk penjara," terang dia.
Karena itu, agar kasus ini tidak terjadi lagi, pemerintah tengah membenahi beberapa regulasi untuk memperjelas bahwa hal-hal seperti yang dilakukan IM2 ini bukan pelanggaran, tapi praktik bisnis umum yang sudah jamak terjadi.
Pihaknya akan memperbaiki PP dan KM untuk menjelaskan sesuatu yang sebenarnya sudah jelas. Bahwa hal-hal seperti ini merupakan praktik bisnis biasa. BRTI akan fokus memperbaiki PP No 52/2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, serta Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 21/2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.
"Sembari langkah ini dilakukan, sebaiknya Presiden turun tangan dengan membekukan kasus ini atau membuka jalan bagi PK kedua bagi Indar Atmanto," ujarnya.
Sementara, Presiden Serikat Pekerja Indosat Azwani Dadeh juga tak bisa menutupi kekecewaannya atas ditolaknya PK Indar Atmanto.
"Kami tidak menyangka kalau Indar tetap dinyatakan bersalah dengan ditolak PKnya. Sepanjang yang kami ketahui, kami sangat optimis beliau akan bebas. Tapi ternyata kondisi berbicara lain. Kami sangat prihatin dan sangat kecewa," katanya.
Azwani menegaskan bahwa, SP terus berupaya keras mendukung atau memberikan support kepada Idar untuk tetap memperjuangkan keadilan. "Kami berharap masih ada kesempatan upaya lagi sehingga Pak Indar bisa segera bebas," ujarnya.
Menurutnya, Jokowi bisa memerintahkan anak buahnya baik Jaksa Agung maupun menteri di bawah Menko Polhukam untuk duduk bareng melihat kasus IM2 ini secara jernih. Bila perlu memanggil kembali regulator di industri telekomunikasi untuk mendengarkan kembali kasus ini secara tuntas dan menyeluruh.
Dengan demikian, kata Imam, para hakim di tingkat PK kedua dalam kasus Indar Atmanto, mantan dirut IM2 bisa memutus kasus ini secara jernih dan berkeadilan.
"Saya berharap kasus ini bisa diselesaikan, semua pihak bisa happy. Kami dari BRTI, yakin kasus ini sudah benar dan tidak ada yang dilanggar," kata dia dalam rialisnya, Senin (16/11/2015).
Di sisi lain, lanjut Imam, Presiden juga harus bersikap tegas menetapkan siapa sebenarnya regulator di industri telekomunikasi, apakah BRTI bersama Kemenkominfo yang diberi amanah sesuai UU Telekomunikasi atau penegak hukum dalam hal ini pengadilan.
"Ini penting karena jangan sampai terjadi preseden hukum yang bisa merugikan semua pelaku di industri TIK. Kalau di negara lain, pelanggaran regulasi yang menentukan adalah regulator. Tapi di Indonesia fenomenanya berbeda. Ini sungguh luar biasa. Karena itu, Presiden harus turun tangan," ujarnya.
Imam menuturkan, kasus IM2 membuat semua pelaku industri TIK merasa kecewa dan terancam karena bisnis mereka sama dengan yang dilakukan IM2.
"Kami kecewa dan melihat kasus ini bentuk kriminalisasi. Pasalnya, baik BRTI maupun Kemenkomifo menyatakan tidak ada pelanggaran regulasi yang dilakukan IM2. Namun, penegak hukum menilai ada pelanggaran hukum. Ini sudah terjadi dan dampaknya sangat parah dan membahayakan industri, dimana ada ratusan orang yang berbisnis secara benar tapi dinilai salah. Kita tidak ingin ratusan pebisnis masuk penjara," terang dia.
Karena itu, agar kasus ini tidak terjadi lagi, pemerintah tengah membenahi beberapa regulasi untuk memperjelas bahwa hal-hal seperti yang dilakukan IM2 ini bukan pelanggaran, tapi praktik bisnis umum yang sudah jamak terjadi.
Pihaknya akan memperbaiki PP dan KM untuk menjelaskan sesuatu yang sebenarnya sudah jelas. Bahwa hal-hal seperti ini merupakan praktik bisnis biasa. BRTI akan fokus memperbaiki PP No 52/2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, serta Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 21/2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.
"Sembari langkah ini dilakukan, sebaiknya Presiden turun tangan dengan membekukan kasus ini atau membuka jalan bagi PK kedua bagi Indar Atmanto," ujarnya.
Sementara, Presiden Serikat Pekerja Indosat Azwani Dadeh juga tak bisa menutupi kekecewaannya atas ditolaknya PK Indar Atmanto.
"Kami tidak menyangka kalau Indar tetap dinyatakan bersalah dengan ditolak PKnya. Sepanjang yang kami ketahui, kami sangat optimis beliau akan bebas. Tapi ternyata kondisi berbicara lain. Kami sangat prihatin dan sangat kecewa," katanya.
Azwani menegaskan bahwa, SP terus berupaya keras mendukung atau memberikan support kepada Idar untuk tetap memperjuangkan keadilan. "Kami berharap masih ada kesempatan upaya lagi sehingga Pak Indar bisa segera bebas," ujarnya.
(izz)