Penjualan Ponsel Rekondisi Turun untuk Pertama Kali dalam 4 Tahun Terakhir
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penjualan smartphone baru secara global pada 2019 turun tipis. Hal ini diikuti dengan serapan pasar terhadap ponsel rekondisi.
Menurut Counterpoint, konsumen pada 2019 membeli lebih sedikit smartphone yang diperbaharui dari tahun sebelumnya. Secara formal, ada penurunan 1%, dan ini adalah penurunan pertama dalam empat tahun terakhir.
Secara total, pada tahun 2019, sebanyak 137 juta smartphone yang diperbaharui dijual di dunia. Di AS, China, dan Eropa, minat pada perangkat rekondisi lebih rendah -penurunan di sana tercatat rata-rata 6%. Penurunan terbesar terjadi di Jepang, yakni 8%.
Tetapi di India, Amerika Latin dan Afrika, penjualan handphone rekondisi justru meningkat. Kenaikkannya masing-masing sebesar 9%, 6%, dan 2%.
Apple dan Samsung mendominasi pasar tersebut, karena perusahaan-perusahaan ini secara aktif mempromosikan produk serupa. Huawei juga dapat meningkatkan kinerjanya di bidang itu, tapi sanksi AS akan berdampak buruk pada bidang bisnis pabrikan ini.
Laman Giz China memberitakan, handphone yang diperbaharui adalah perangkat yang dikembalikan oleh pemilik sebelumnya dan diperbaiki untuk dijual kembali. Tidak seperti telepon pintar bekas, yang dijual dalam kondisi yang sama dari pemilik sebelumnya, perangkat rekondisi terlihat seperti baru karena perbaikan "kosmetik" dan teknis.
Ponsel cerdas yang diperbaharui, harga jualnya 10-15% lebih murah dari handphone baru. Sedangkan smartphone bekas alias sekon kehilangan harga setidaknya 30-40%.
Pandemik COVID-19 tentu berdampak pada ekonomi global. Namun, para analis mulai berspekulasi bahwa fase terburuk telah berlalu. Pertimbangannya, beberapa negara mulai melanjutkan kegiatan ekonominya.
Menurut penelitian pasar Eropa yang dilakukan oleh Counterpoint, pandemik COVID-19 telah menyebabkan penurunan pasar 7% pada Q1 2020 dibandingkan Q1 2019.
Selain itu, pandemik membuat beberapa pelanggan menyesuaikan siklus pembaruannya. Sebagian besar dari mereka, sekarang percaya bahwa 2020 bukan tahun yang tepat untuk meningkatkan kemampuan smartphone.
Italia, misalnya, mengalami penurunan 21% dibandingkan Q1 tahun lalu. Laporan tersebut menyatakan pengecer online dapat mengimbangi dampak negatif dengan skema penjualan online yang lebih agresif.
Toko offline, dalam survei Counterpart, telah menderita dampak besar karena kebijakan penguncian. Cukup menarik, pasar Rusia yang juga terpukul wabah COVID-19 mengalami penurunan sangat kecil, hanya 1%.
Menurut Counterpoint, konsumen pada 2019 membeli lebih sedikit smartphone yang diperbaharui dari tahun sebelumnya. Secara formal, ada penurunan 1%, dan ini adalah penurunan pertama dalam empat tahun terakhir.
Secara total, pada tahun 2019, sebanyak 137 juta smartphone yang diperbaharui dijual di dunia. Di AS, China, dan Eropa, minat pada perangkat rekondisi lebih rendah -penurunan di sana tercatat rata-rata 6%. Penurunan terbesar terjadi di Jepang, yakni 8%.
Tetapi di India, Amerika Latin dan Afrika, penjualan handphone rekondisi justru meningkat. Kenaikkannya masing-masing sebesar 9%, 6%, dan 2%.
Apple dan Samsung mendominasi pasar tersebut, karena perusahaan-perusahaan ini secara aktif mempromosikan produk serupa. Huawei juga dapat meningkatkan kinerjanya di bidang itu, tapi sanksi AS akan berdampak buruk pada bidang bisnis pabrikan ini.
Laman Giz China memberitakan, handphone yang diperbaharui adalah perangkat yang dikembalikan oleh pemilik sebelumnya dan diperbaiki untuk dijual kembali. Tidak seperti telepon pintar bekas, yang dijual dalam kondisi yang sama dari pemilik sebelumnya, perangkat rekondisi terlihat seperti baru karena perbaikan "kosmetik" dan teknis.
Ponsel cerdas yang diperbaharui, harga jualnya 10-15% lebih murah dari handphone baru. Sedangkan smartphone bekas alias sekon kehilangan harga setidaknya 30-40%.
Pandemik COVID-19 tentu berdampak pada ekonomi global. Namun, para analis mulai berspekulasi bahwa fase terburuk telah berlalu. Pertimbangannya, beberapa negara mulai melanjutkan kegiatan ekonominya.
Menurut penelitian pasar Eropa yang dilakukan oleh Counterpoint, pandemik COVID-19 telah menyebabkan penurunan pasar 7% pada Q1 2020 dibandingkan Q1 2019.
Selain itu, pandemik membuat beberapa pelanggan menyesuaikan siklus pembaruannya. Sebagian besar dari mereka, sekarang percaya bahwa 2020 bukan tahun yang tepat untuk meningkatkan kemampuan smartphone.
Italia, misalnya, mengalami penurunan 21% dibandingkan Q1 tahun lalu. Laporan tersebut menyatakan pengecer online dapat mengimbangi dampak negatif dengan skema penjualan online yang lebih agresif.
Toko offline, dalam survei Counterpart, telah menderita dampak besar karena kebijakan penguncian. Cukup menarik, pasar Rusia yang juga terpukul wabah COVID-19 mengalami penurunan sangat kecil, hanya 1%.
(iqb)