Video Anda Dihapus YouTube? Salahkan Machine Learning dan 20 Ribu Human Reviewers
loading...
A
A
A
JAKARTA - Akhir pekan lalu Deddy Corbuzier lewat akun Instagram @Mastercorbuzier protes lantaran video podcastnya bersama Kementrian Kesehatan RI tiba-tiba di take down atau dihapus oleh YouTube. ”Ini lucu sekali,” protes Deddy.
Ia merasa tidak ada yang salah dengan video tersebut. Tapi, kenapa harus di take down? Apa yang salah? Dimana letak kesalahannya? Dan siapa yang menentukan video tersebut harus dihapus atau tidak? Siapa “pengadil” di YouTube?
Sebagai sebuah platform, YouTube merasa harus menjaga konten di dalamnya terhindar dari konten yang tidak pantas. Mulai SARA, pornografi, terorisme, hingga provokasi. Itu sudah dituangkan dalam aturan Kebijakan dan Keamanan mereka.
Tapi, siapa yang menentukan sebuah video dianggap melanggar atau tidak? Siapa yang menjadi “hakim”nya?
1. Laporan Pengguna
Jennifer Flannery O'Connor, Director, YouTube Trust & Safety mengatakan, cara pertama YouTube mengidentifikasi konten tidak pantas fitur laporan sesama pengguna. Jika pengguna merasa sebuah konten tidak pantas, mereka bisa melaporkannya dengan klik tombol bendera/flag.
2. Machine Learning
Namun, laporan pengguna dianggap tidak efektif dan tidak mampu mengimbangi kecepatan jumlah konten yang diunggah di YouTube. Karena itu, sejak 2017 mereka mengimplementasikan machine learning yang tidak hanya semakin pintar mempelajari konten yang tidak pantas, juga bekerja sangat cepat. ”Dengan machine learning kami bisa mendeteksi konten dengan cepat dan skala besar,” ujarnya.
3. 20.000 Human Reviewers
Tapi, machine learning saja dianggap tidak cukup dalam menentukan sebuah konten dianggap pantas atau tidak. Jennifer menyebut bahwa sistem machine learning punya keterbatasan dalam hal bahasa, atau visual. ”Ada momen ketika mesin menangkap konten yang dianggap tidak layak, tapi tidak yakin,” ujarnya.
Karena itu, Jennifer mengatakan bahwa YouTube tetap menggunakan human reviewers atau manusia sebagai “hakim” yang menentukan sebuah konten layak atau tidak. Jumlahnya, ada 20.000 human reviewers di seluruh dunia. ”Mereka telah dilatih spesifik untuk menegakkan Kebijakan Komunitas kami, dan sangat mengerti konten lokal,” ujarnya.
Jadi, sistem machine learning bisa bekerja sendiri untuk memblok sebuah video dari YouTube. Tapi, jika mereka tidak yakin, sistem akan menominasikan video yang di duga tidak pantas itu dan mengirimkannya ke pekerja manusia di seluruh dunia. ”Mesin tetap butuh manusia. Dan keputusan tetap ada di pekerja manusia,” ujarnya.
Ia merasa tidak ada yang salah dengan video tersebut. Tapi, kenapa harus di take down? Apa yang salah? Dimana letak kesalahannya? Dan siapa yang menentukan video tersebut harus dihapus atau tidak? Siapa “pengadil” di YouTube?
Sebagai sebuah platform, YouTube merasa harus menjaga konten di dalamnya terhindar dari konten yang tidak pantas. Mulai SARA, pornografi, terorisme, hingga provokasi. Itu sudah dituangkan dalam aturan Kebijakan dan Keamanan mereka.
Tapi, siapa yang menentukan sebuah video dianggap melanggar atau tidak? Siapa yang menjadi “hakim”nya?
1. Laporan Pengguna
Jennifer Flannery O'Connor, Director, YouTube Trust & Safety mengatakan, cara pertama YouTube mengidentifikasi konten tidak pantas fitur laporan sesama pengguna. Jika pengguna merasa sebuah konten tidak pantas, mereka bisa melaporkannya dengan klik tombol bendera/flag.
2. Machine Learning
Namun, laporan pengguna dianggap tidak efektif dan tidak mampu mengimbangi kecepatan jumlah konten yang diunggah di YouTube. Karena itu, sejak 2017 mereka mengimplementasikan machine learning yang tidak hanya semakin pintar mempelajari konten yang tidak pantas, juga bekerja sangat cepat. ”Dengan machine learning kami bisa mendeteksi konten dengan cepat dan skala besar,” ujarnya.
3. 20.000 Human Reviewers
Tapi, machine learning saja dianggap tidak cukup dalam menentukan sebuah konten dianggap pantas atau tidak. Jennifer menyebut bahwa sistem machine learning punya keterbatasan dalam hal bahasa, atau visual. ”Ada momen ketika mesin menangkap konten yang dianggap tidak layak, tapi tidak yakin,” ujarnya.
Karena itu, Jennifer mengatakan bahwa YouTube tetap menggunakan human reviewers atau manusia sebagai “hakim” yang menentukan sebuah konten layak atau tidak. Jumlahnya, ada 20.000 human reviewers di seluruh dunia. ”Mereka telah dilatih spesifik untuk menegakkan Kebijakan Komunitas kami, dan sangat mengerti konten lokal,” ujarnya.
Jadi, sistem machine learning bisa bekerja sendiri untuk memblok sebuah video dari YouTube. Tapi, jika mereka tidak yakin, sistem akan menominasikan video yang di duga tidak pantas itu dan mengirimkannya ke pekerja manusia di seluruh dunia. ”Mesin tetap butuh manusia. Dan keputusan tetap ada di pekerja manusia,” ujarnya.
(dan)