Tunggu Persetujuan CFIUS, TikTok Pilih Oracle

Selasa, 15 September 2020 - 07:35 WIB
loading...
Tunggu Persetujuan CFIUS, TikTok Pilih Oracle
Foto: dok/Reuters
A A A
JAKARTA - Oracle mengalahkan Microsoft dalam pertarungan dan perebutan TikTok untuk operasional di Amerika Serikat (AS). Walaupun keputusan ini belum dirilis resmi, perkembangan teranyar di tengah ketegangan geopolitik antara Beijing dan Washington sudah santer diberitakan.

Keputusan ByteDance, pemilik TikTok asal China, menjual TikTok merespons langkah Presiden AS Donald Trump yang memerintahkan penjualan aplikasi itu bulan lalu. Jika tidak, Trump mengancam akan menutup. Jumlah pengguna TikTok di AS telah mencapai 100 juta, menjadikan kekhawatiran AS mengenai pemanfaatan data mereka untuk kepentingan pemerintahan China. (Baca: Berikut Sebaran Penambahan Kasus Corona di 34 Provinsi)

Menindaklanjuti tekanan tersebut, ByteDance telah berbicara mengenai divestasi bisnisnya di AS kepada Oracle atau konsorsium yang dipimpin Microsoft. “Oracle sedang bernegosiasi dalam operasional TikTok di AS,” ujar sumber yang dilansir Reuters. Investor ByteDance termasuk General Atlantic dan Sequoia juga akan memiliki saham minoritas dalam operasional TikTok di AS.

Langkah TikTok teranyar terbilang sebagai perubahan drastis. Sebelumnya, Reuters pekan lalu melaporkan bahwa China lebih memilih TikTok ditutup di AS dibandingkan dibeli paksa oleh investor asing. Beberapa hari lalu, CGTN mengutip sumber asal ByteDance bahwa operasional TikTok di AS tidak akan dijual kepada Oracle dan Microsoft serta tidak akan memberikan kode utama kepada perusahaan AS.

Namun, walaupun jika sudah dibeli Oracle, persetujuan transaksi tidak bisa serta-merta lancar mendapat persetujuan Trump. Komite Investasi Asing di AS (CFIUS) nantinya juga akan mengkaji kesepakatan itu terkait risiko keamanan nasional dan mengawasi perundingan ByteDance-Oracle.

“Perlindungan dan jaminan keamanan data pengguna terkait bagaimana algoritma TikTok bisa mengatur konten penggunanya, menjadi komponen utama dalam pemeriksaan,” kata pengacara John Kabealo, yang tidak terlibat dalam perundingan. Namun, dia mengatakan CFIUS bisa saja berpikir tentang dampak politik sehingga masalah itu menjadi sangat sulit.

ByteDance berencana memberikan argumen tentang persetujuan CFIUS terhadap upaya pembelian China Oceanwide Holdings Group Co Ltd oleh perusahaan asuransi AS Genworth Financial Inc sebagai bahan pertimbangan proposal Oracle. (Baca juga: Sunan Giri Pendakwah Pertama di Bumi Kalimantan)

Dalam kesepakatan itu, China Oceanwide sepakat untuk menggunakan layanan pihak ketiga untuk mengelola data pemegang kebijakan Genworth AS. ByteDance akan berargumen bahwa langkah serupa juga dilakukan Oracle untuk mengamankan data pengguna TikTok di AS.

ByteDance dan Oracle tidak merespons pertanyaan tentang komentar rencana kesepakatan tersebut. Gedung Putih pun menolak berkomentar. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin juga menolak berkomentar mengenai kesepakatan TikTok.

“ TikTok telah dipaksa untuk melakukan transaksi di AS,” kata Wang. Dia pun menyarankan pemerintah AS untuk melaksanakan lingkungan perusahaan asing yang terbuka, jujur, adil, dan tidak ada diskriminasi,” sindirnya.

Chairman Oracle Larry Ellison merupakan salah satu pendukung Trump. Perusahaannya memang memiliki kekuatan dalam pengelolaan dan pengamanan data. Namun, Oracle tidak memiliki pengalaman dalam mengelola media sosial.

“Kepemimpinan Oracle dalam operasional TikTok di AS hanya mendapatkan akses, bukan kepemilikan,” ujar profesor investasi asal Universitas Peking, Jeffrey Towson. (Baca juga: Perdamaian Israel-Bahrain Tak Bantu Palestina)

Sebelumnya, Microsoft mendapatkan informasi dari ByteDance bahwa perusahaan China itu tidak akan menjual operasional TikTok di AS kepada mereka. Walmart Inch yang bergabung dalam konsorsium Microsoft, menyatakan masih tertarik berinvestasi di TikTok dan melanjutkan pembicaraan dengan ByteDance dan pihak lainnya.

“Ini kabar buruk bagi Walmart,” kata Towson. “Mengombinasikan hiburan TikTok dan pertautan pengguna dengan platform e-commerce merupakan pilihan terbaik untuk bisa menyaingi Amazon,”paparnya.

Belum jelas juga alasan TikTok menolak akuisisi dari Microsoft. Padahal, Microsoft merupakan konsorsium yang pertama kali mengonfirmasi rencana untuk mengakuisisi TikTok. Microsoft menyatakan telah lama menggelar perbincangan dengan perusahaan teknologi asal China, ByteDance.

Twitter juga pernah mendekati ByteDance untuk menyatakan ketertarikannya mengakuisisi aplikasi berbagai video tersebut. Namun, para pakar menyatakan keraguan terhadap kemampuan Twitter mampu menyukseskan kesepakatan tersebut. (Baca juga: Kenali Gejala Kanker Payudara Sejak Dini)

Twitter yang memiliki kapitalisasi pasar mendekati USD30 miliar harus menambah modal tambahan untuk menyukseskan kesepakatan akuisisi TikTok. “Twitter memiliki waktu yang sempit untuk bisa membiayai akuisisi tersebut. Mereka tidak memiliki waktu untuk meminjam dana,” kata Erik Gordon, profesor dari Universitas Michigan.

Aplikasi TikTok menarik perhatian global dan sejak saat itu TikTok telah menarik ratusan juta penonton yang bersemangat, kreatif, dan muda. Asal-usul TikTok berbeda dengan kisah start-up yang sering kita dengar sebelumnya. Perusahaan itu bukan kerajaan yang dibangun oleh beberapa orang dengan ide bagus di garasi rumah mereka.

Aplikasi itu sebenarnya bermula dari tiga aplikasi berbeda. Yang pertama adalah aplikasi AS bernama Musical.ly, yang diluncurkan pada 2014 dan memiliki sejumlah pengikut yang jumlahnya “sehat” di negara itu. Pada 2016, raksasa teknologi China ByteDance meluncurkan layanan serupa di China yang disebut Douyin. Aplikasi itu menarik 100 juta pengguna di China dan Thailand dalam kurun waktu setahun.

ByteDance melihat prospek yang cerah dan ingin memperluas bisnis dengan merek yang berbeda–TikTok. Jadi, pada 2018, perusahaan itu membeli Musical.ly dan memulai ekspansi global TikTok.

TikTok memiliki kelebihan pada penggunaan musik dan algoritma yang luar biasa kuat, yang mempelajari apa yang disukai pengguna jauh lebih cepat daripada banyak aplikasi lain. Pengguna dapat memilih dari database lagu yang besar, filter dan klip film untuk melakukan lipsync. (Baca juga: Frank Lampard Yakin Chelsea Musim Ini Makin Tangguh)

Banyak orang akan menghabiskan sebagian besar waktunya di laman 'For You'. Di sinilah algoritma menawarkan konten bagi pengguna, mengantisipasi apa yang akan mereka nikmati berdasarkan konten yang telah mereka saksikan.

Pada Juli lalu, TikTok sudah memiliki satu miliar pengunduh di seluruh dunia, yang 500 juta di antaranya pengguna aktif. Setahun kemudian, mereka memiliki dua miliar pengunduh dan sekitar 800 juta pengguna aktif.

Meskipun tuduhan itu tidak jelas, India dan AS khawatir TikTok mengumpulkan data sensitif dari pengguna yang dapat digunakan oleh pemerintah China untuk memata-matai. Setiap perusahaan besar China dituding memiliki "sel" internal yang bertanggung jawab kepada Partai Komunis China yang berkuasa, dengan banyak agennya yang bertugas mengumpulkan rahasia.

Namun, kekhawatiran tidak hanya tentang data apa yang dikumpulkan, tetapi juga lebih teoretis–dapatkah pemerintah China memaksa ByteDance untuk menyerahkan data. Undang-Undang Keamanan Nasional 2017 di China memaksa setiap organisasi atau warga negara untuk "mendukung, membantu, dan bekerja sama dengan pekerjaan intelijen negara". (Lihat videonya: DKI Jakarta Kembali Berlakukan PSBB Jilid II Mulai Hari Ini)

CEO baru TikTok , Kevin Mayer, seorang mantan eksekutif Disney di Amerika, mengatakan pihaknya akan mengizinkan para ahli untuk memeriksa kode di balik algoritmanya. Pernyataan itu sangat penting dalam industri yang data dan kodenya dijaga ketat. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1899 seconds (0.1#10.140)