Artificial Intelligence Dorong Digitalisasi Rantai Pasok Perusahaan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Manajemen rantai pasok, atau supply chain management (SCM), memungkinkan perusahaan memenuhi permintaan pasar dengan cepat dan tepat.
BACA JUGA - Kecerdasan Buatan Google Mulai Bisa Digunakan
Data terbaru mengungkapkan bahwa hingga 58 % perusahaan di Indonesia sudah menggunakan teknologi, seperti solusi SCM berbasis awan, untuk mengotomatisasi proses dan kegiatan di rantai pasok yang terbukti berdampak positif pada pendapatan perusahaan.
Rantai pasok sendiri adalah sistem untuk mengkoordinasi semua bagian dan aktivitas, mulai dari sumber daya manusia (SDM) hingga logistik, untuk menghadirkan produk di pasar.
Manajemen rantai pasok yang baik menjadi kunci kesuksesan perusahaan mengingat bahwa Indonesia adalah negara kepulauan di mana bahan baku serta produk jadi harus dikirim lewat jalur darat, udara, dan air.
Jansen Jumino, Chief Business Officer (CBO) Mekari, perusahaan software-as-a-service (SaaS) yang bermain di kategori solusi SCM berbasis awan yaitu Mekari Jurnal SCM, mengatakan bahwa manajemen rantai pasok yang tepat akan membantu perusahaan meningkatkan pendapatan.
“Tren digitalisasi rantai pasok di tingkat global semakin meluas karena teknologi terbukti memperkuat kemampuan perusahaan untuk mengontrol dan mengamati proses di setiap titik rantai pasok. Lebih spesifik, teknologi dalam bentuk solusi SCM berbasis awan meningkatkan otomasi, efisiensi, dan visibilitas rantai pasok sehingga perusahaan bisa merespon dengan cepat fluktuasi permintaan pasar,” kata Jansen di Jakarta, Jumat (14/6/2024).
Ia menambahkan solusi SCM dapat membantu perusahaan menanggulangi tantangan-tantangan yang umum dihadapi, termasuk penyusunan ulang volume pasokan dari supplier ketika harga bahan baku naik dan pengaturan inventaris ketika terjadi disrupsi pasokan.
Jansen kemudian membagikan tren digitalisasi rantai pasok berdasarkan data Mekari yang dirangkum di whitepaper bertajuk Tantangan dan Peluang Rantai Pasok di Indonesia. Pertama, dilaporkan bahwa perusahaan di Indonesia semakin mendigitalisasi pengoperasian rantai pasok mereka.
Riset menunjukkan bahwa kebanyakan perusahaan, yaitu sebesar 58 %, telah menggunakan solusi SCM berbasis awan untuk mengelola rantai pasok. Jansen menambahkan bahwa perusahaan lebih tertarik pada solusi SCM berbasis awan dibanding on-premise karena manfaat yang dihadirkannya.
Solusi SCM berbasis awan membutuhkan biayaninvestasi dan bulanan yang lebih rendah, serta membebaskan perusahaan dari biaya pemeliharaanbsoftware dan infrastruktur milik sendiri.
“Skalabilitas yang ditawarkan solusi SCM berbasis awan menghilangkan salah satu hambatan utama pengadopsian teknologi, yaitu biaya implementasi yang tinggi. Sebab itu, solusi SCM berbasis awan mempercepat adopsi teknologi oleh perusahaan di lintas industri dan membantu
mereka merespon permintaan pasar dengan lebih dinamis,” katanya.
Disebutkan juga bahwa perusahaan yang memanfaatkan solusi SCM berbasis awan untuk mengelola rantai pasok mencatat pertumbuhan pendapatan hingga 45 % lebih tinggi dibanding sebelum menggunakan teknologi tersebut.
“Ini membuktikan bahwa pemanfaatan solusi SCM berbasis awan membuahkan hasil positif yang tercermin dari peningkatan pendapatan bisnis,” kata Jansen.
Perusahaan-perusahaan mengakui bahwa tantangan utama yang mereka hadapi terkait manajemen rantai pasok adalah menekan kenaikan biaya produksi dan logistik (43 %) , diikuti oleh mencegah dampak lingkungan dari aktivitas rantai pasok (37 %) serta memitigasi dampak dari disrupsi eksternal seperti keterlambatan dan kekurangan pasokan (36%).
“Fluktuasi permintaan pelanggan, permintaan pasar yang rendah, dan terbatasnya visibilitas rantai
pasok menjadi tiga tantangan lainnya yang dilaporkan oleh perusahaan di Indonesia,” terang Jansen.
Kemudian, saat ini, mayoritas perusahaan ada di tahap adopsi teknologi untuk mengotomatisasi proses utama di rantai pasok. Hanya 6% perusahaan yang sudah maju ke tahap adopsi teknologi berikutnya, yaitu menggunakan artificial intelligence (AI) untuk mengelola rantai pasok.
Namun, 43% dari mereka berencana untuk mengadopsi teknologi tersebut dalam 2- 3 tahunbkedepan. Ini berarti bahwa potensi transformasi digital, baik di tahap otomatisasi dan di tahap pengimplementasian AI, masih sangat luas.
Jansen menambahkan bahwa tren digitalisasi manajemen rantai pasok akan terus bertumbuh karena transformasi digital telah menjadi bagian dari perencanaan strategi jangka panjang dibberbagai perusahaan. Kehadiran teknologi mutakhir seperti AI akan membuka peluang baru bagi perusahaan untuk mendongkrak bisnis dengan teknologi.
BACA JUGA - Kecerdasan Buatan Google Mulai Bisa Digunakan
Data terbaru mengungkapkan bahwa hingga 58 % perusahaan di Indonesia sudah menggunakan teknologi, seperti solusi SCM berbasis awan, untuk mengotomatisasi proses dan kegiatan di rantai pasok yang terbukti berdampak positif pada pendapatan perusahaan.
Rantai pasok sendiri adalah sistem untuk mengkoordinasi semua bagian dan aktivitas, mulai dari sumber daya manusia (SDM) hingga logistik, untuk menghadirkan produk di pasar.
Manajemen rantai pasok yang baik menjadi kunci kesuksesan perusahaan mengingat bahwa Indonesia adalah negara kepulauan di mana bahan baku serta produk jadi harus dikirim lewat jalur darat, udara, dan air.
Jansen Jumino, Chief Business Officer (CBO) Mekari, perusahaan software-as-a-service (SaaS) yang bermain di kategori solusi SCM berbasis awan yaitu Mekari Jurnal SCM, mengatakan bahwa manajemen rantai pasok yang tepat akan membantu perusahaan meningkatkan pendapatan.
“Tren digitalisasi rantai pasok di tingkat global semakin meluas karena teknologi terbukti memperkuat kemampuan perusahaan untuk mengontrol dan mengamati proses di setiap titik rantai pasok. Lebih spesifik, teknologi dalam bentuk solusi SCM berbasis awan meningkatkan otomasi, efisiensi, dan visibilitas rantai pasok sehingga perusahaan bisa merespon dengan cepat fluktuasi permintaan pasar,” kata Jansen di Jakarta, Jumat (14/6/2024).
Ia menambahkan solusi SCM dapat membantu perusahaan menanggulangi tantangan-tantangan yang umum dihadapi, termasuk penyusunan ulang volume pasokan dari supplier ketika harga bahan baku naik dan pengaturan inventaris ketika terjadi disrupsi pasokan.
Jansen kemudian membagikan tren digitalisasi rantai pasok berdasarkan data Mekari yang dirangkum di whitepaper bertajuk Tantangan dan Peluang Rantai Pasok di Indonesia. Pertama, dilaporkan bahwa perusahaan di Indonesia semakin mendigitalisasi pengoperasian rantai pasok mereka.
Riset menunjukkan bahwa kebanyakan perusahaan, yaitu sebesar 58 %, telah menggunakan solusi SCM berbasis awan untuk mengelola rantai pasok. Jansen menambahkan bahwa perusahaan lebih tertarik pada solusi SCM berbasis awan dibanding on-premise karena manfaat yang dihadirkannya.
Solusi SCM berbasis awan membutuhkan biayaninvestasi dan bulanan yang lebih rendah, serta membebaskan perusahaan dari biaya pemeliharaanbsoftware dan infrastruktur milik sendiri.
“Skalabilitas yang ditawarkan solusi SCM berbasis awan menghilangkan salah satu hambatan utama pengadopsian teknologi, yaitu biaya implementasi yang tinggi. Sebab itu, solusi SCM berbasis awan mempercepat adopsi teknologi oleh perusahaan di lintas industri dan membantu
mereka merespon permintaan pasar dengan lebih dinamis,” katanya.
Disebutkan juga bahwa perusahaan yang memanfaatkan solusi SCM berbasis awan untuk mengelola rantai pasok mencatat pertumbuhan pendapatan hingga 45 % lebih tinggi dibanding sebelum menggunakan teknologi tersebut.
“Ini membuktikan bahwa pemanfaatan solusi SCM berbasis awan membuahkan hasil positif yang tercermin dari peningkatan pendapatan bisnis,” kata Jansen.
Perusahaan-perusahaan mengakui bahwa tantangan utama yang mereka hadapi terkait manajemen rantai pasok adalah menekan kenaikan biaya produksi dan logistik (43 %) , diikuti oleh mencegah dampak lingkungan dari aktivitas rantai pasok (37 %) serta memitigasi dampak dari disrupsi eksternal seperti keterlambatan dan kekurangan pasokan (36%).
“Fluktuasi permintaan pelanggan, permintaan pasar yang rendah, dan terbatasnya visibilitas rantai
pasok menjadi tiga tantangan lainnya yang dilaporkan oleh perusahaan di Indonesia,” terang Jansen.
Kemudian, saat ini, mayoritas perusahaan ada di tahap adopsi teknologi untuk mengotomatisasi proses utama di rantai pasok. Hanya 6% perusahaan yang sudah maju ke tahap adopsi teknologi berikutnya, yaitu menggunakan artificial intelligence (AI) untuk mengelola rantai pasok.
Namun, 43% dari mereka berencana untuk mengadopsi teknologi tersebut dalam 2- 3 tahunbkedepan. Ini berarti bahwa potensi transformasi digital, baik di tahap otomatisasi dan di tahap pengimplementasian AI, masih sangat luas.
Jansen menambahkan bahwa tren digitalisasi manajemen rantai pasok akan terus bertumbuh karena transformasi digital telah menjadi bagian dari perencanaan strategi jangka panjang dibberbagai perusahaan. Kehadiran teknologi mutakhir seperti AI akan membuka peluang baru bagi perusahaan untuk mendongkrak bisnis dengan teknologi.
(wbs)