Robot Pendeta AI Berikan Khotbah untuk Ribuan Orang di Jerman
loading...
A
A
A
BERLIN - Sebuah gereja di Jerman mengadakan kebaktian dengan menggunakan robot 'pendeta' yang dikendalikan oleh kecerdasan buatan (AI).
Kebaktian ini diadakan pada hari Minggu, 23 Oktober 2023, dan dihadiri oleh sekitar 300 orang secara langsung, serta ribuan orang lainnya secara online.
Kebaktian ini dipimpin oleh robot bernama ChatGPT, yang merupakan model bahasa besar yang dikembangkan oleh OpenAI. ChatGPT dapat menghasilkan teks, menerjemahkan bahasa, menulis berbagai jenis konten kreatif, dan menjawab pertanyaan dengan cara yang informatif.
Khotbah yang disampaikan oleh ChatGPT membahas tentang pentingnya kasih dan pengampunan. Khotbah ini disambut baik oleh para jemaat, yang merasa bahwa ChatGPT dapat menyampaikan pesan-pesan keagamaan dengan cara yang menarik dan informatif.
Jonas Simmerlein, seorang teolog dan filsuf dari Universitas Wina yang membantu mengembangkan kebaktian ini, mengatakan bahwa tujuannya adalah untuk menggunakan AI sebagai alat untuk membantu orang-orang menemukan makna dan tujuan dalam hidup mereka.
"Kami percaya bahwa AI memiliki potensi untuk menjadi alat yang kuat untuk kebaikan," kata Simmerlein.
"Kami ingin menggunakan AI untuk membantu orang-orang terhubung dengan agama dan nilai-nilai spiritual mereka."
Kebaktian ini merupakan salah satu contoh dari penggunaan AI dalam agama. Di masa depan, AI kemungkinan akan semakin banyak digunakan dalam berbagai aspek kehidupan beragama, seperti khotbah, pendidikan, dan pelayanan pastoral.
Kebangkitan robot 'pendeta' ini telah menimbulkan reaksi yang beragam. Beberapa orang menyambutnya dengan antusias, sementara yang lain khawatir bahwa hal ini akan menggantikan peran manusia dalam agama.
"Ini adalah cara yang inovatif untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan," kata seorang jemaat yang menghadiri kebaktian. "ChatGPT dapat menyampaikan khotbah dengan cara yang menarik dan informatif."
"Saya khawatir bahwa hal ini akan menggantikan peran manusia dalam agama," kata seorang pendeta.
"Manusia memiliki kemampuan untuk memahami dan menanggapi kebutuhan spiritual manusia dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh mesin."
Terlepas dari reaksinya, kebangkitan robot 'pendeta' ini menunjukkan bahwa AI kemungkinan akan semakin banyak digunakan dalam agama di masa depan.
Kebaktian ini diadakan pada hari Minggu, 23 Oktober 2023, dan dihadiri oleh sekitar 300 orang secara langsung, serta ribuan orang lainnya secara online.
Kebaktian ini dipimpin oleh robot bernama ChatGPT, yang merupakan model bahasa besar yang dikembangkan oleh OpenAI. ChatGPT dapat menghasilkan teks, menerjemahkan bahasa, menulis berbagai jenis konten kreatif, dan menjawab pertanyaan dengan cara yang informatif.
Khotbah yang disampaikan oleh ChatGPT membahas tentang pentingnya kasih dan pengampunan. Khotbah ini disambut baik oleh para jemaat, yang merasa bahwa ChatGPT dapat menyampaikan pesan-pesan keagamaan dengan cara yang menarik dan informatif.
Jonas Simmerlein, seorang teolog dan filsuf dari Universitas Wina yang membantu mengembangkan kebaktian ini, mengatakan bahwa tujuannya adalah untuk menggunakan AI sebagai alat untuk membantu orang-orang menemukan makna dan tujuan dalam hidup mereka.
"Kami percaya bahwa AI memiliki potensi untuk menjadi alat yang kuat untuk kebaikan," kata Simmerlein.
"Kami ingin menggunakan AI untuk membantu orang-orang terhubung dengan agama dan nilai-nilai spiritual mereka."
Kebaktian ini merupakan salah satu contoh dari penggunaan AI dalam agama. Di masa depan, AI kemungkinan akan semakin banyak digunakan dalam berbagai aspek kehidupan beragama, seperti khotbah, pendidikan, dan pelayanan pastoral.
Kebangkitan robot 'pendeta' ini telah menimbulkan reaksi yang beragam. Beberapa orang menyambutnya dengan antusias, sementara yang lain khawatir bahwa hal ini akan menggantikan peran manusia dalam agama.
"Ini adalah cara yang inovatif untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan," kata seorang jemaat yang menghadiri kebaktian. "ChatGPT dapat menyampaikan khotbah dengan cara yang menarik dan informatif."
"Saya khawatir bahwa hal ini akan menggantikan peran manusia dalam agama," kata seorang pendeta.
"Manusia memiliki kemampuan untuk memahami dan menanggapi kebutuhan spiritual manusia dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh mesin."
Terlepas dari reaksinya, kebangkitan robot 'pendeta' ini menunjukkan bahwa AI kemungkinan akan semakin banyak digunakan dalam agama di masa depan.
(wbs)