Ini yang Terjadi saat Manusia Sakaratul Maut Menurut Ilmu Pengetahuan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Misteri tentang apa yang terjadi saat manusia menghadapi sakaratul maut sedikit demi sedikit mulai terkuak. Menurut penelitian, orang sekarat akan memasuki dimensi realitas baru.
Momen sekarat atau dikenal near-death experience (NDE) sering kali dikatakan sebagai persepsi terpisah dari tubuh. Peristiwa ini dicatat secara konsisten, menunjukkan bahwa NDE bukanlah fenomena budaya.
Penelitian terbaru, yang mengamati pria dan wanita yang mengalami serangan jantung saat berada di rumah sakit, menemukan 11 persen dari mereka yang selamat melaporkan bahwa sebenarnya dalam keadaan sadar.
Selain itu, dari 85 persen yang menerima pemantauan otak selama CPR, hampir 40 persen memiliki aktivitas otak yang kembali normal, atau hampir normal, dari keadaan garis datar, bahkan setelah satu jam setelah CPR.
Pembacaan Electroencephalogram (EEG) untuk mengukur aktivitas otak mencatat lonjakan gelombang gamma, delta, theta, alpha, dan beta yang terkait dengan fungsi mental yang lebih tinggi.
Para peneliti berpendapat bahwa ketika seseorang sekarat , otak akan menghilangkan sistem pengereman alami, yang mungkin membuka akses ke dimensi realitas baru, termasuk menampilkan semua ingatan.
Semua kenangan yang tersimpan dari masa kanak-kanak hingga jelang kematian , yang dievaluasi dari perspektif moralitas akan muncul. Dengan kata lain, tiap momen dalam kehidupan akan melintas di depan mata.
Meskipun para ilmuwan belum memahami tujuan evolusi dari peristiwa ini, mereka mengatakan hal ini membuka pintu bagi eksplorasi sistematis tentang apa yang terjadi ketika seseorang meninggal.
Ini adalah penelitian besar pertama yang menunjukkan bahwa ingatan dan perubahan gelombang otak ini merupakan tanda-tanda universal. Elemen dari apa yang disebut pengalaman mendekati kematian.
"Penelitian kami menemukan bahwa otak dapat menunjukkan tanda-tanda pemulihan listrik lama setelah CPR berlangsung," kata Dr Sam Parnia, profesor madya di Departemen Kedokteran di Universitas New York dikutip dari Metro, Senin (18/9/2023).
"Temuan ini juga dapat memandu perancangan cara-cara baru untuk menghidupkan kembali jantung atau mencegah cedera otak dan mempunyai implikasi terhadap transplantasi," ucapnya.
Penelitian tersebut bekerjasama dengan 25 rumah sakit yang sebagian besar berada di AS dan Inggris, menganalisis 567 pasien, 53 – 9,3 persen di antaranya selamat.
Momen sekarat atau dikenal near-death experience (NDE) sering kali dikatakan sebagai persepsi terpisah dari tubuh. Peristiwa ini dicatat secara konsisten, menunjukkan bahwa NDE bukanlah fenomena budaya.
Penelitian terbaru, yang mengamati pria dan wanita yang mengalami serangan jantung saat berada di rumah sakit, menemukan 11 persen dari mereka yang selamat melaporkan bahwa sebenarnya dalam keadaan sadar.
Selain itu, dari 85 persen yang menerima pemantauan otak selama CPR, hampir 40 persen memiliki aktivitas otak yang kembali normal, atau hampir normal, dari keadaan garis datar, bahkan setelah satu jam setelah CPR.
Pembacaan Electroencephalogram (EEG) untuk mengukur aktivitas otak mencatat lonjakan gelombang gamma, delta, theta, alpha, dan beta yang terkait dengan fungsi mental yang lebih tinggi.
Para peneliti berpendapat bahwa ketika seseorang sekarat , otak akan menghilangkan sistem pengereman alami, yang mungkin membuka akses ke dimensi realitas baru, termasuk menampilkan semua ingatan.
Semua kenangan yang tersimpan dari masa kanak-kanak hingga jelang kematian , yang dievaluasi dari perspektif moralitas akan muncul. Dengan kata lain, tiap momen dalam kehidupan akan melintas di depan mata.
Meskipun para ilmuwan belum memahami tujuan evolusi dari peristiwa ini, mereka mengatakan hal ini membuka pintu bagi eksplorasi sistematis tentang apa yang terjadi ketika seseorang meninggal.
Ini adalah penelitian besar pertama yang menunjukkan bahwa ingatan dan perubahan gelombang otak ini merupakan tanda-tanda universal. Elemen dari apa yang disebut pengalaman mendekati kematian.
"Penelitian kami menemukan bahwa otak dapat menunjukkan tanda-tanda pemulihan listrik lama setelah CPR berlangsung," kata Dr Sam Parnia, profesor madya di Departemen Kedokteran di Universitas New York dikutip dari Metro, Senin (18/9/2023).
"Temuan ini juga dapat memandu perancangan cara-cara baru untuk menghidupkan kembali jantung atau mencegah cedera otak dan mempunyai implikasi terhadap transplantasi," ucapnya.
Penelitian tersebut bekerjasama dengan 25 rumah sakit yang sebagian besar berada di AS dan Inggris, menganalisis 567 pasien, 53 – 9,3 persen di antaranya selamat.
(msf)