Sejuta Cuitan Terkait WFH Dianalisis, 45% Ternyata Beri Sentimen Negatif

Selasa, 28 Februari 2023 - 18:18 WIB
loading...
Sejuta Cuitan Terkait...
Cuitan warganet terkait WFH ternyata lebih banyak justru berisi sentimen negatif, dibandingkan positif dan netral. Foto: dok Twitter
A A A
JAKARTA - Fenomena bekerja dari rumah ( work from home, WFH ) menjadi populer sejak pandemi Covid-19 di 2020 silam. WFH dianggap menawarkan keuntungan seperti pengurangan waktu perjalanan, fleksibilitas, serta keseimbangan kehidupan kerja.

Meski, di 2023 ini sudah banyak kantor yang kembali memberlakukan work from office (WFO) .

Startup yang bergerak di bidang machine learning Valiance (bagian dari Pacmann) melakukan analisis pada percakapan pengguna media sosial Twitter terkait tweets berbahasa Indonesia yang memuat kata kunci "working from home" dan "WFH".

Data dikumpulkan sejak Maret 2020, tepat disaat kasus Covid-19 pertama di Indonesia resmi diumumkan hingga Desember 2022. Selama periode tersebut, terkumpul 1.078.599 cuitan.

“Kami memakai Natural Language Processing (NLP) untuk melakukan klasifikasi sentimen atas tweets mengenai WFH di Indonesia tersebut," ujar Adityo Sanjaya, Chief Data Scientist Valiance dan CEO Pacmann.

Menurut Adit, isu ini menarik untuk dianalisis karena WFH telah mengubah kultur kerja secara global, tak terkecuali Indonesia.

Temuan
Sejuta Cuitan Terkait WFH Dianalisis, 45% Ternyata Beri Sentimen Negatif

Setelah melalui proses pembersihan data, cuitan yang telah terkumpul diklasifikasikan menggunakan NLP model, apakah memiliki sentimen positif, negatif, atau netral terhadap penerapan WFH.

Contoh Tweets bersentimen positif:
â—Ź WFH ini bikin irit biaya bensin
â—Ź Ya tapi enak sih jadi irit biaya wfh terus
â—Ź Kelebihan work from home: - hemat ongkos - hemat uang
â—Ź WFH hari ini sungguh menghemat biaya makan
â—Ź Aku suka WFH. Bisa hemat transport, hemat makan
â—Ź WFH dan alhamdulillah bisa menikmati olah raga pagi.

Contoh Tweets bersentimen negatif
â—Ź Kenapa tiap WFH maag kambuh
â—Ź WFH bisa membuat tagihan listrik naik
â—Ź Lagi WFH, eh tbtb mati lampu
â—Ź Kelamaan WFH, bb bertambah, stres kerja malah naik
â—Ź Baru wfh sehari, mati listriknya udah 2x
â—Ź WFH bner2 ya bikin gue jadi tmbh doyan makan. bb naik.

Contoh Tweets bersentimen netral
â—Ź Denger2 mau ada wfh seminggu kedepan nih?
â—Ź senin mulai psbb dan kembali wfh lagi
â—Ź kantor wfh ga yaaa, hemmm. Wqwa
â—Ź ga berasa bgt w dah setaun full wfh
â—Ź selamat pagi mari kita wfh lgi

Sejuta Cuitan Terkait WFH Dianalisis, 45% Ternyata Beri Sentimen Negatif

Terungkap, sekitar 45,68 persen (492.652 tweets) bersentimen negatif, 39,69 persen (428.077) tweets bersentimen positif, dan 14,64 persen (157.870 tweets) sisanya bersentimen netral.

Volume
Dari sisi volume, tweets terbanyak ditemukan pada Maret 2020. Kala itu diskursus mengenai WFH mengemuka. Sepuluh hari teratas dengan volume tweets mengenai WFH terbanyak ditemukan pada Maret 2020. ”Wajar karena banyak instansi pemerintahan dan perusahaan swasta mulai menerapkan kebijakan WFH,” ujar Adit.

Selepas Maret 2020, tren percakapan menurun tajam hingga pertengahan 2020 dengan beberapa kali fluktuasi di mana terjadi peningkatan September 2020, Oktober 2020, Januari 2021, Juli 2021, Februari 2022, Mei 2022, dan Desember 2020.

Isi percakapan
Guna menguliti isi percakapan, Pacmann mengekstraksi kolokasi dari data tekstual. Di dalam ilmu linguistik, kolokasi dapat didefinisikan sebagai sekelompok kata yang sering muncul bersama dan dapat memberi informasi penting tentang makna dan penggunaan kata-kata tersebut.

“Secara umum, ada empat kategori Pokok percakapan mengenai isu WFH, yakni Aktivitas, Kesehatan, Utilitas, dan Lainnya,” tutur Cahya.
Terpantau, kategori Utilitas memuat kolokasi paling banyak seperti "hemat transport", "irit jajan", "mati listrik", "menguras kuota", "putus koneksi", dan
"tagihan naik".

Sementara itu, kolokasi di kategori Kesehatan termasuk “berat badan naik”, “maag kambuh”, “nafsu makan bertambah”, dan “timbangan turun”. Selengkapnya lihat tabel di bawah ini.

Menyikapi WFH
Tentang isu WFH, Adit menyebut perusahaan perlu memiliki pemahaman matang mengenai kebutuhan karyawan akan fleksibilitas dan keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi, serta mengintegrasikan hal itu dalam tujuan bisnis perusahaan.

“Tidak ada satu pendekatan yang cocok untuk semua perusahaan atau industri, sehingga perusahaan perlu merancang kebijakan yang selaras dengan kebutuhan dan tujuan bisnis mereka, serta memastikan bahwa karyawan dapat bekerja dari mana pun secara efektif dan efisien,”beberAdit.
(dan)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3000 seconds (0.1#10.140)