DPR Dorong Operator untuk Berinvestasi di Jaringan 5G
Selasa, 10 November 2020 - 23:59 WIB
JAKARTA - DPR telah memutuskan kerja sama penggunaan spektrum frekuensi radio diperbolehkan untuk penerapan teknologi baru. Dalam rapat Panitia Kerja UU Cipta Kerja disebutkan teknologi baru tersebut adalah teknologi seluler generasi ke-5 yang dikenal dengan nama 5G. (Baca juga: Diminta Copot 5G Huawei, Operator Brasil Abaikan Undangan Wamenlu AS )
Namun sejumlah operator seluler mengusulkan agar aktivitas berbagi spektrum frekuensi juga diperbolehkan untuk teknologi 4G . Alasannya, masa depan 5G di Indonesia masih tidak jelas. Dengan adanya operator seluler yang menginginkan aktivitas berbagi spektrum frekuensi juga diperbolehkan untuk teknologi 4G, ada dugaan upaya menggeser makna dari substansi yang telah ditetapkan DPR di UU Cipta Kerja.
Terkait hal itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Willy Aditya, mengatakan, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih membutuhkan peraturan-peraturan pelaksanaan yang lebih detail sebagai terjemahan praktis yang resmi. Cita-cita, nilai-nilai, dan maksud yang dikehendaki dari UU ini akan terlihat jelas nanti di dalam peraturan pemerintah sebagai dasar pelaksanaan.
Willy menjelaskan, peraturan pemerintah yang menjadi aturan pelaksanaan pun tidak luput dari pengawasan dan koordinasi dengan DPR. "UU Cipta Kerja ini memiliki mekanisme resmi pengawasan dan koordinasi oleh DPR yang secara jelas disebutkan di dalam pasal-pasalnya. Hal ini untuk memastikan bahwa apa yang menjadi tujuan UU Cipta Kerja dapat terlaksana sebagaimana niat awalnya (original intent)," tambahnya.
Politikus NasDem itu menuturkan, investasi dalam penerapan teknologi baru dalam rangka pemanfaatan frekuensi ini memang menjadi hal yang didiskusikan di dalam rapat panja UU Cipta Kerja. Tujuan akhir dari investasi yang dimaksud adalah alih teknologi selain tentunya pembukaan lapangan kerja dan tujuan investasi itu sendiri.
"Perlu diingat juga bahwa teknologi yang digunakan saat ini dalam pemanfaatan dan pengembangan jalur 3G dan 4G bukanlah teknologi yang telah siap mengisi kondisi pasca-Analog Switch Off yang akan berlangsung dua tahun ke depan. Kemudian juga pemanfaatan kanal frekuensi digital 700 MHz oleh sistem 5G," ucap anggota Komisi I DPR ini.
"Ini semua tentu butuh investasi baik dari dalam maupun luar negeri. Ini yang akan membuat perusahaan teknologi komunikasi kita akan makin maju. Aneh jika ada perusahaan dalam negeri yang justru ingin kondisi status quo yang tidak menguntungkan mereka. Jika tidak berinvestasi 5G, mereka ini justru akan tergilas oleh zamannya," kata pria yang yang mengetok palu kerja sama penggunaan spektrum frekuensi radio untuk 5G saat rapat Badan Legislasi dengan pemerintah beberapa waktu lalu.
Willy menegaskan, UU Cipta Kerja dibuat untuk menjawab tantangan masyarakat ke depan. Bukan hanya untuk menguntungkan satu pihak tertentu. UU ini diniatkan untuk memberi manfaat bagi masyarakat luas, termasuk masyarakat pengguna teknologi komunikasi.
"Keengganan kelompok tertentu untuk berinvestasi 5G akan memberi dampak kerugian bagi masyarakat," pungkasnya. (Baca juga: Mabes Polri Limpahkan Semua Kasus Habib Rizieq ke Polda Metro Jaya )
Namun sejumlah operator seluler mengusulkan agar aktivitas berbagi spektrum frekuensi juga diperbolehkan untuk teknologi 4G . Alasannya, masa depan 5G di Indonesia masih tidak jelas. Dengan adanya operator seluler yang menginginkan aktivitas berbagi spektrum frekuensi juga diperbolehkan untuk teknologi 4G, ada dugaan upaya menggeser makna dari substansi yang telah ditetapkan DPR di UU Cipta Kerja.
Terkait hal itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Willy Aditya, mengatakan, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih membutuhkan peraturan-peraturan pelaksanaan yang lebih detail sebagai terjemahan praktis yang resmi. Cita-cita, nilai-nilai, dan maksud yang dikehendaki dari UU ini akan terlihat jelas nanti di dalam peraturan pemerintah sebagai dasar pelaksanaan.
Willy menjelaskan, peraturan pemerintah yang menjadi aturan pelaksanaan pun tidak luput dari pengawasan dan koordinasi dengan DPR. "UU Cipta Kerja ini memiliki mekanisme resmi pengawasan dan koordinasi oleh DPR yang secara jelas disebutkan di dalam pasal-pasalnya. Hal ini untuk memastikan bahwa apa yang menjadi tujuan UU Cipta Kerja dapat terlaksana sebagaimana niat awalnya (original intent)," tambahnya.
Politikus NasDem itu menuturkan, investasi dalam penerapan teknologi baru dalam rangka pemanfaatan frekuensi ini memang menjadi hal yang didiskusikan di dalam rapat panja UU Cipta Kerja. Tujuan akhir dari investasi yang dimaksud adalah alih teknologi selain tentunya pembukaan lapangan kerja dan tujuan investasi itu sendiri.
"Perlu diingat juga bahwa teknologi yang digunakan saat ini dalam pemanfaatan dan pengembangan jalur 3G dan 4G bukanlah teknologi yang telah siap mengisi kondisi pasca-Analog Switch Off yang akan berlangsung dua tahun ke depan. Kemudian juga pemanfaatan kanal frekuensi digital 700 MHz oleh sistem 5G," ucap anggota Komisi I DPR ini.
"Ini semua tentu butuh investasi baik dari dalam maupun luar negeri. Ini yang akan membuat perusahaan teknologi komunikasi kita akan makin maju. Aneh jika ada perusahaan dalam negeri yang justru ingin kondisi status quo yang tidak menguntungkan mereka. Jika tidak berinvestasi 5G, mereka ini justru akan tergilas oleh zamannya," kata pria yang yang mengetok palu kerja sama penggunaan spektrum frekuensi radio untuk 5G saat rapat Badan Legislasi dengan pemerintah beberapa waktu lalu.
Willy menegaskan, UU Cipta Kerja dibuat untuk menjawab tantangan masyarakat ke depan. Bukan hanya untuk menguntungkan satu pihak tertentu. UU ini diniatkan untuk memberi manfaat bagi masyarakat luas, termasuk masyarakat pengguna teknologi komunikasi.
"Keengganan kelompok tertentu untuk berinvestasi 5G akan memberi dampak kerugian bagi masyarakat," pungkasnya. (Baca juga: Mabes Polri Limpahkan Semua Kasus Habib Rizieq ke Polda Metro Jaya )
(iqb)
tulis komentar anda