Kebiasaan Chatting di Indonesia Hambat Perkembangan 4G
A
A
A
JAKARTA - Kebiasaan masyarakat Indonesia yang lebih gemar chatting ketimbang menelefon dianggap sebagai salah satu alasan tersendatnya jaringan 4G LTE (Long Term Evolution) di Tanah Air.
Menurut Global Solution Architect Spesialis Operator, Boonchareon Chong, kebiasaan tersebut ditambah fakta bahwa harga data yang dijual operator seluler dibanderol sangat murah bahkan gratis.
"LTE teknologi bagus tapi mahal. karena semua gratis operator tidak memiliki pemasukan lebih untuk membangun infrastuktur yang baik ke arah 4G," katanya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (2/12/2014).
Secara detail dia mengungkapkan, alasan lainnya adalah basis infrastruktur yang 90% baru dibanding layanan 3G. Sehingga banyak regulasi baru yang harus dikaji terkait cara mengatur jaringan.
"Tiap negara berbeda dalam mengatur ini. Untuk memiliki layanan 4G diperlukan infrastruktur yang baik, dan untuk itu mau tidak mau diperlukan dana yang besar,” imbuhnya.
Dia mengatakan jaringan 4G di Indonesia bukan hal baru. Sebab teknologi ini sudah terendus sejak PT Internux dengan merek dagang Bolt Super 4G LTE hadir pada 14 November 2013.
"Namun keberadaannya masih terbilang langka karena infrastuktur penyedia belum sempurna. Tapi dibandingkan Thailand, Indonesia sudah lebih baik. Thailand baru mulai layanan 3G, 2-3 tahun lalu," ulasnya.
Saat ini, layanan operator seluler yang telah menerapkan jaringan 4G baru Telkomsel, XL Axiata dan Indosat. Itupun hanya dibeberapa titik dan tidak menjangkau wilayah yang luas.
4G merupakan sistem berbasis IP terintegrasi penuh. Setelah dikonversikan secara maksimal, 4G mampu menghasilkan kecepatan 100Mb/detik dan 1Gb/detik baik di dalam maupun luar ruangan.
Menurut Global Solution Architect Spesialis Operator, Boonchareon Chong, kebiasaan tersebut ditambah fakta bahwa harga data yang dijual operator seluler dibanderol sangat murah bahkan gratis.
"LTE teknologi bagus tapi mahal. karena semua gratis operator tidak memiliki pemasukan lebih untuk membangun infrastuktur yang baik ke arah 4G," katanya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (2/12/2014).
Secara detail dia mengungkapkan, alasan lainnya adalah basis infrastruktur yang 90% baru dibanding layanan 3G. Sehingga banyak regulasi baru yang harus dikaji terkait cara mengatur jaringan.
"Tiap negara berbeda dalam mengatur ini. Untuk memiliki layanan 4G diperlukan infrastruktur yang baik, dan untuk itu mau tidak mau diperlukan dana yang besar,” imbuhnya.
Dia mengatakan jaringan 4G di Indonesia bukan hal baru. Sebab teknologi ini sudah terendus sejak PT Internux dengan merek dagang Bolt Super 4G LTE hadir pada 14 November 2013.
"Namun keberadaannya masih terbilang langka karena infrastuktur penyedia belum sempurna. Tapi dibandingkan Thailand, Indonesia sudah lebih baik. Thailand baru mulai layanan 3G, 2-3 tahun lalu," ulasnya.
Saat ini, layanan operator seluler yang telah menerapkan jaringan 4G baru Telkomsel, XL Axiata dan Indosat. Itupun hanya dibeberapa titik dan tidak menjangkau wilayah yang luas.
4G merupakan sistem berbasis IP terintegrasi penuh. Setelah dikonversikan secara maksimal, 4G mampu menghasilkan kecepatan 100Mb/detik dan 1Gb/detik baik di dalam maupun luar ruangan.
(dol)