Pejuang Beasiswa LPDP dari Ingin Jadi Ilmuan Hingga Bangun Aplikasi Pendidikan
A
A
A
JAKARTA - Sejak dibentuk pada 2012, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan sukses mengelola Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN) hingga akhir tahun 2019 sebesar Rp55 triliun. Dana DPPN ini akan meningkat seiring dengan naiknya anggaran fungsi pendidikan di APBN 2020 sebesar Rp505,8 triliun. Anggaran tersebut naik 2,7% dibandingkan APBN 2019 yang sebesar Rp492,5 triliun.
DPPN sebesar Rp55 triliun tersebut telah disalurkan kepada 24.936 orang penerima beasiswa, 5.634 orang Awardee Afirmasi, dan 219 riset yang didanai melalui LPDP. Jumlah alumni LPDP hingga 1 Januari 2020 tercatat mencapai 9.287 orang.
Keberadaan LPDP ini tak lepas dari implementasi amanat 20% APBN dimana wajib dialokasikan untuk fungsi pendidikan. Pemerintah dan parlemen menyepakati sebagian dana APBN fungsi pendidikan dijadikan sebagai DPPN. Dana ini dikelola dengan mekanisme dana abadi oleh Badan Layanan Umum (BLU) LPDP. LPDP juga adalah lembaga non eselon yang langsung bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.
Di dalam pengelolaan DPPN ini, manajemen LPDP menerapkan sistem yang terbilang cukup ketat, terutama dalam proses seleksi calon-calon penerima beasiswa LPDP maupun riset yang akan didanai oleh LPDP. Kondisi inilah menyisakan banyak cerita menarik dari para peserta penerima beasiswa LPDP saat mengikuti proses seleksi yang terbilang ketat tersebut.
Banyak pelajaran dan pengalaman menarik dari mereka yang bergabung bersama LPDP, salah satunya Ardityo Hendi Prastowo. Berangkat dari keanekaragaman Indonesia, Ardityo memiliki cita-cita mengembangkan Indonesia. Ia mengenyam pendidikan di Georg-August-Universitat Gottingen Jerman, Jurusan Forest Genetic dengan beasiswa LPDP untuk melanjutkan mimpinya membangun Hutan Lestari di Indonesia.
Selama kuliah, Ardityo mendalami berbagai riset dan mengambil data tentang kehutanan di wilayah Indonesia. “Sebelum mengikuti LPDP di tahun 2015, saya pernah menjadi peneliti di salah satu perusahaan Hutan Tanaman Industri di Kalimantan, in-line dengan pendidikan di bidang kehutanan sejak lulus kuliah di Universitas Gadjah Mada Jurusan Kehutanan,” ujar Ardityo.
Tidak hanya mengenyam studi doktoral, Ardityo juga memperoleh berbagai pengalaman menarik selama di Jerman. “Pengalaman terbesar saya adalah kedisiplinan. Contoh, ketika saya ingin berangkat ke kampus naik bis kota, jadwalnya sangat tepat waktu. Jadi, misalnya 07.01 di menit 01 itu dia berangkat. Terus sampainya juga di 07.32, benar-benar menit ke-32. Sehingga, di awal-awal kuliah, sering sekali saya kejar-kejaran bus agar tidak telat sampai kampus,” ujarnya.
Harapan Ardityo masih panjang sebagai ilmuwan, peneliti atau dosen di bidang kehutanan untuk membagikan ilmu kehutanan yang sudah diraih selama ini untuk masyarakat Indonesia.
“Saya ingin membawa Indonesia menjadi negara pelopor Hutan Lestari pertama di Dunia. Kita punya hutan terluas kedua setelah Brazil. Seharusnya kita menjadi patrol atau leader country di bidang kehutanan,” ujar Ardityo.
Saat ini, Ardityo juga mengembangkan sebuah platform jasa pendidikan untuk memfasilitasi masyarakat di daerahnya agar mampu mengembangkan studi dengan baik. Dia bekerja sama dengan tenaga pengajar profesional yang produktif dan kompeten. Hingga saat ini, Ardityo tidak pernah menyangka bisa berbagi pengalaman dan menjadi pendorong semangat untuk teman-teman yang lain. Melalui Learning Indonesia, bisnis bimbingan belajar private online yang dia dirikan sejak 3 tahun lalu, Ardityo mampu memberikan kontribusi berupa pendidikan gratis bagi anak-anak Indonesia.
Untuk itu, Ardityo berpesan untuk kita semua agar jangan pernah bimbang, jangan pernah ragu, lakukan apapun hal positif yang ada di dalam pikiran kalian, eksekusi di level masyarakat dan jangan takut. Karena pendidikan itu adalah pondasi utama. Melalui pendidikan tinggi, pola pikir, perilaku, dan juga karakter itu secara SDM sangat meningkat.
“Kami Awardee dan alumni LPDP sangat mendukung satu sama lain. Jadi, kalau kalian punya ide segera kontribusikan, dan bergabunglah dengan kami agar kalian tidak merasa sendirian dalam berjuang. Kita harus yakin bahwa ada orang-orang yang punya pemikiran sama dengan kalian, untuk berkontribusi positif kepada bangsa Indonesia. Saatnya kita berkontribusi untuk Indonesia,” pungkas Ardityo.
Pengalaman berkesan lainnya juga dirasakan Ryan Saputra Alam, alumni penerima beasiswa LPDP BPI reguler di Universitas Indonesia jenjang S2 Magister Manajemen jurusan Sumber Daya Manusia. Setelah lulus jenjang S1 pada 2014 dari Universitas Hasanuddin jurusan Sumber Daya Manusia, Ryan bekerja untuk mencari pengalaman dan mendapatkan informasi tentang beasiswa LPDP.
“Awalnya saya mau daftar ke Cina karena saya memiliki sertifikat bahasa mandarin, namun saya tidak lulus,” ujar Ryan. Pada kesempatan kedua, dia fokus mengambil S2 di dalam negeri. Ryan lulus dan menerima beasiswa LDPD.
Ryan merasa pesimis mendaftar ke LPDP karena rata-rata yang lulus adalah mereka yang mempunyai karya dan pengalaman kerja yang bagus. Jurusan S1 Ryan pada saat itu tidak terlalu fokus pada penelitian. Sementara, mayoritas yang diterima adalah academic minded.
“Tujuan pertama saya mengincar luar negeri ingin ambil Community Development karena spesifik itu tidak ada di Indonesia. Tapi, akhirnya saya mengambil di UI jurusan SDM karena saya berpikir kok Indonesia tidak maju-maju selama 70 tahun terakhir merdeka padahal penduduk kita banyak. SDM kita berlimpah, tapi kok SDM semua ini nggak dioptimalisasikan. Jadi, saya ingin mendalami jurusan ini agar SDM kita merata,” Ujar Ryan.
Di luar akademik, Ryan terus mengembangkan networking hingga saat ini bekerja bersama pemerintah sebagai salah satu bentuk kontribusi untuk Indonesia. Mimpi Ryan membuat taman bacaan di daerah-daerah karena itu penting untuk generasi yang akan datang.
“Pendidikan itu sangat penting untuk mengubah dunia. Salah satu jalan untuk menaikkan taraf hidup, status sosial dan ilmu yang kita dapat bisa diimplementasikan untuk sekitar. Kalau ingin mendapatkan beasiswa, tetap semangat belajar dan tunjukan kontribusi kamu untuk negara,” ujar Ryan.
DPPN sebesar Rp55 triliun tersebut telah disalurkan kepada 24.936 orang penerima beasiswa, 5.634 orang Awardee Afirmasi, dan 219 riset yang didanai melalui LPDP. Jumlah alumni LPDP hingga 1 Januari 2020 tercatat mencapai 9.287 orang.
Keberadaan LPDP ini tak lepas dari implementasi amanat 20% APBN dimana wajib dialokasikan untuk fungsi pendidikan. Pemerintah dan parlemen menyepakati sebagian dana APBN fungsi pendidikan dijadikan sebagai DPPN. Dana ini dikelola dengan mekanisme dana abadi oleh Badan Layanan Umum (BLU) LPDP. LPDP juga adalah lembaga non eselon yang langsung bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.
Di dalam pengelolaan DPPN ini, manajemen LPDP menerapkan sistem yang terbilang cukup ketat, terutama dalam proses seleksi calon-calon penerima beasiswa LPDP maupun riset yang akan didanai oleh LPDP. Kondisi inilah menyisakan banyak cerita menarik dari para peserta penerima beasiswa LPDP saat mengikuti proses seleksi yang terbilang ketat tersebut.
Banyak pelajaran dan pengalaman menarik dari mereka yang bergabung bersama LPDP, salah satunya Ardityo Hendi Prastowo. Berangkat dari keanekaragaman Indonesia, Ardityo memiliki cita-cita mengembangkan Indonesia. Ia mengenyam pendidikan di Georg-August-Universitat Gottingen Jerman, Jurusan Forest Genetic dengan beasiswa LPDP untuk melanjutkan mimpinya membangun Hutan Lestari di Indonesia.
Selama kuliah, Ardityo mendalami berbagai riset dan mengambil data tentang kehutanan di wilayah Indonesia. “Sebelum mengikuti LPDP di tahun 2015, saya pernah menjadi peneliti di salah satu perusahaan Hutan Tanaman Industri di Kalimantan, in-line dengan pendidikan di bidang kehutanan sejak lulus kuliah di Universitas Gadjah Mada Jurusan Kehutanan,” ujar Ardityo.
Tidak hanya mengenyam studi doktoral, Ardityo juga memperoleh berbagai pengalaman menarik selama di Jerman. “Pengalaman terbesar saya adalah kedisiplinan. Contoh, ketika saya ingin berangkat ke kampus naik bis kota, jadwalnya sangat tepat waktu. Jadi, misalnya 07.01 di menit 01 itu dia berangkat. Terus sampainya juga di 07.32, benar-benar menit ke-32. Sehingga, di awal-awal kuliah, sering sekali saya kejar-kejaran bus agar tidak telat sampai kampus,” ujarnya.
Harapan Ardityo masih panjang sebagai ilmuwan, peneliti atau dosen di bidang kehutanan untuk membagikan ilmu kehutanan yang sudah diraih selama ini untuk masyarakat Indonesia.
“Saya ingin membawa Indonesia menjadi negara pelopor Hutan Lestari pertama di Dunia. Kita punya hutan terluas kedua setelah Brazil. Seharusnya kita menjadi patrol atau leader country di bidang kehutanan,” ujar Ardityo.
Saat ini, Ardityo juga mengembangkan sebuah platform jasa pendidikan untuk memfasilitasi masyarakat di daerahnya agar mampu mengembangkan studi dengan baik. Dia bekerja sama dengan tenaga pengajar profesional yang produktif dan kompeten. Hingga saat ini, Ardityo tidak pernah menyangka bisa berbagi pengalaman dan menjadi pendorong semangat untuk teman-teman yang lain. Melalui Learning Indonesia, bisnis bimbingan belajar private online yang dia dirikan sejak 3 tahun lalu, Ardityo mampu memberikan kontribusi berupa pendidikan gratis bagi anak-anak Indonesia.
Untuk itu, Ardityo berpesan untuk kita semua agar jangan pernah bimbang, jangan pernah ragu, lakukan apapun hal positif yang ada di dalam pikiran kalian, eksekusi di level masyarakat dan jangan takut. Karena pendidikan itu adalah pondasi utama. Melalui pendidikan tinggi, pola pikir, perilaku, dan juga karakter itu secara SDM sangat meningkat.
“Kami Awardee dan alumni LPDP sangat mendukung satu sama lain. Jadi, kalau kalian punya ide segera kontribusikan, dan bergabunglah dengan kami agar kalian tidak merasa sendirian dalam berjuang. Kita harus yakin bahwa ada orang-orang yang punya pemikiran sama dengan kalian, untuk berkontribusi positif kepada bangsa Indonesia. Saatnya kita berkontribusi untuk Indonesia,” pungkas Ardityo.
Pengalaman berkesan lainnya juga dirasakan Ryan Saputra Alam, alumni penerima beasiswa LPDP BPI reguler di Universitas Indonesia jenjang S2 Magister Manajemen jurusan Sumber Daya Manusia. Setelah lulus jenjang S1 pada 2014 dari Universitas Hasanuddin jurusan Sumber Daya Manusia, Ryan bekerja untuk mencari pengalaman dan mendapatkan informasi tentang beasiswa LPDP.
“Awalnya saya mau daftar ke Cina karena saya memiliki sertifikat bahasa mandarin, namun saya tidak lulus,” ujar Ryan. Pada kesempatan kedua, dia fokus mengambil S2 di dalam negeri. Ryan lulus dan menerima beasiswa LDPD.
Ryan merasa pesimis mendaftar ke LPDP karena rata-rata yang lulus adalah mereka yang mempunyai karya dan pengalaman kerja yang bagus. Jurusan S1 Ryan pada saat itu tidak terlalu fokus pada penelitian. Sementara, mayoritas yang diterima adalah academic minded.
“Tujuan pertama saya mengincar luar negeri ingin ambil Community Development karena spesifik itu tidak ada di Indonesia. Tapi, akhirnya saya mengambil di UI jurusan SDM karena saya berpikir kok Indonesia tidak maju-maju selama 70 tahun terakhir merdeka padahal penduduk kita banyak. SDM kita berlimpah, tapi kok SDM semua ini nggak dioptimalisasikan. Jadi, saya ingin mendalami jurusan ini agar SDM kita merata,” Ujar Ryan.
Di luar akademik, Ryan terus mengembangkan networking hingga saat ini bekerja bersama pemerintah sebagai salah satu bentuk kontribusi untuk Indonesia. Mimpi Ryan membuat taman bacaan di daerah-daerah karena itu penting untuk generasi yang akan datang.
“Pendidikan itu sangat penting untuk mengubah dunia. Salah satu jalan untuk menaikkan taraf hidup, status sosial dan ilmu yang kita dapat bisa diimplementasikan untuk sekitar. Kalau ingin mendapatkan beasiswa, tetap semangat belajar dan tunjukan kontribusi kamu untuk negara,” ujar Ryan.
(wbs)