Focus Group Discussion Ajak Masyarakat Cerdas Menyikapi Pinjaman Online
A
A
A
JAKARTA - Maraknya bisnis Aplikasi pinjaman online mendorong INDOPOS menggelar Focus Group Discussion (FGD), di Hotel Ibis Jakarta Slipi, Senin (27/1/2020). Diskusi ini mengambil tema "Dewasa dalam Menyikapi Pinjaman Online".
Tampil sebagai narasumber dalam diskusi itu adalah Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto, Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian dan Pengembangan Financial Technology (Fintech) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Munawar Kasan dan Ketua Harian Asosiasi Fintech Lending Indonesia (AFLI) Kuseryansyah. Diskusi dimoderatori oleh Pemimpin Redaksi INDOPOS Ariyanto.
Menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Desember 2019, jumlah rekening borrower di Indonesia mencapai 18.569.123 entitas. Itu artinya, naik 325,95% dibandingkan tahun lalu. Sementara itu, nilai akumulasi penyaluran pinjaman mencapai Rp 81,5 triliun atau tumbuh 259,56% jika dibandingkan 2018.
Saat ini, ada 1.898 pinjol illegal. Sementara itu, jumlah pinjol yang terdaftar di OJK mencapai 164 dan pinjol yang berizin baru mencapai 25.
Di tempat yang sama, Direktur INDOPOS Online Syarif Hidayatullah mengatakan, diskusi ini lahir dari gagasan INDOPOS yang akan berulang tahun ke-17 pada 25 Februari mendatang. "FGD ini diselenggarakan salah satu alasannya adalah menjelang harinulang tahun ke-17 INDOPOS," ujar dia.
Sedangkan, Pemimpin Redaksi INDOPOS Ariyanto mengatakan, pinjaman online ibarat dua sisi mata uang, di satu sisi, memudahkan masyarakat meminjam uang. "Namun di sisi lain, bisa menjebak nasabah. Bunga tinggi dan penagihan tidak manusiawi," ujarnya.
Seiring dengan petumbuhan pinjol yang sangat progresif, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga menncatat tingginya keluhan di sektor tersebut. Diungkapkan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi, sejak tahun 2012 hingga 2019, pengaduan konsumen masih didominasi masalah jasa keuangan.
“Tingkat pengaduan pada 2019 ke YLKI mencapai 1.871. Pengaduan didominasi oleh masalah jasa keuangan yang mencapai 46,9%. Dari masalah jasa keuangan tersebut, lima yang tertinggi adalah perbankan, pinjaman online, perumahan, belanja online, dan leasing. Sementara itu, permasalahan pinjaman online meliputi cara penagihan, suku bunga, dan administrasi,” papar Tulus.
Pengaduan jasa keuangan terjadi, lanjut Tulus, lantaran indeks keberdayaan konsumen Indonesia belum optimal. “Literasi konsumen masih lemah dan pengawasan belum sinergi dan lemah. Tercatat, indeks keberdayaan konsumen Indonesia baru 40, sedangkan di Korea dan Skandinavia sudah di atas 60. Oleh karena itu, mengandalkan masyarakat untuk mengadu jadi tidak memadai karena keberdayaan konsumen rendah. Untuk itu, perlu mengefektifkan pengawasan lewat OJK, satgas investasi, dan polisi,” sarannya.
Ditambahkan Munawar, OJK sudah melakukan berbagai upaya untuk melindungi konsumen. Di antaranya, melalui OJK bersama tim Cyber Patrol Kepolisian Republik Indonesia seara rutin melakukan pemantauan terhadap Fintech Peer to Peer Lending Ilegal dan melakukan pemblokiran atas kegiatan mencurigakan.
“Selain itu, OJK juga melakukan sosialisasi dalam bentuk memenuhi undangan oleh instansi atau kampus serta menggelar 'Fintech Days' hingga Desember 2019 di tujuh kota, yakni Makassar, Medan, Manado, Batam, Bali, Palembamg, dan Samarinda,” tutur Munawar.
Ditegaskan Pemimpin Redaksi Indopos Ariyanto, pinjol ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi, pinjol memudahkan masyarakat untuk meminjam uang. “Namun, di sisi lain, pinjol bisa menjebak nasabah. Bunga tinggi dan penagihan tidak manusiawi,” tutupnya.
Tampil sebagai narasumber dalam diskusi itu adalah Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto, Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian dan Pengembangan Financial Technology (Fintech) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Munawar Kasan dan Ketua Harian Asosiasi Fintech Lending Indonesia (AFLI) Kuseryansyah. Diskusi dimoderatori oleh Pemimpin Redaksi INDOPOS Ariyanto.
Menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Desember 2019, jumlah rekening borrower di Indonesia mencapai 18.569.123 entitas. Itu artinya, naik 325,95% dibandingkan tahun lalu. Sementara itu, nilai akumulasi penyaluran pinjaman mencapai Rp 81,5 triliun atau tumbuh 259,56% jika dibandingkan 2018.
Saat ini, ada 1.898 pinjol illegal. Sementara itu, jumlah pinjol yang terdaftar di OJK mencapai 164 dan pinjol yang berizin baru mencapai 25.
Di tempat yang sama, Direktur INDOPOS Online Syarif Hidayatullah mengatakan, diskusi ini lahir dari gagasan INDOPOS yang akan berulang tahun ke-17 pada 25 Februari mendatang. "FGD ini diselenggarakan salah satu alasannya adalah menjelang harinulang tahun ke-17 INDOPOS," ujar dia.
Sedangkan, Pemimpin Redaksi INDOPOS Ariyanto mengatakan, pinjaman online ibarat dua sisi mata uang, di satu sisi, memudahkan masyarakat meminjam uang. "Namun di sisi lain, bisa menjebak nasabah. Bunga tinggi dan penagihan tidak manusiawi," ujarnya.
Seiring dengan petumbuhan pinjol yang sangat progresif, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga menncatat tingginya keluhan di sektor tersebut. Diungkapkan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi, sejak tahun 2012 hingga 2019, pengaduan konsumen masih didominasi masalah jasa keuangan.
“Tingkat pengaduan pada 2019 ke YLKI mencapai 1.871. Pengaduan didominasi oleh masalah jasa keuangan yang mencapai 46,9%. Dari masalah jasa keuangan tersebut, lima yang tertinggi adalah perbankan, pinjaman online, perumahan, belanja online, dan leasing. Sementara itu, permasalahan pinjaman online meliputi cara penagihan, suku bunga, dan administrasi,” papar Tulus.
Pengaduan jasa keuangan terjadi, lanjut Tulus, lantaran indeks keberdayaan konsumen Indonesia belum optimal. “Literasi konsumen masih lemah dan pengawasan belum sinergi dan lemah. Tercatat, indeks keberdayaan konsumen Indonesia baru 40, sedangkan di Korea dan Skandinavia sudah di atas 60. Oleh karena itu, mengandalkan masyarakat untuk mengadu jadi tidak memadai karena keberdayaan konsumen rendah. Untuk itu, perlu mengefektifkan pengawasan lewat OJK, satgas investasi, dan polisi,” sarannya.
Ditambahkan Munawar, OJK sudah melakukan berbagai upaya untuk melindungi konsumen. Di antaranya, melalui OJK bersama tim Cyber Patrol Kepolisian Republik Indonesia seara rutin melakukan pemantauan terhadap Fintech Peer to Peer Lending Ilegal dan melakukan pemblokiran atas kegiatan mencurigakan.
“Selain itu, OJK juga melakukan sosialisasi dalam bentuk memenuhi undangan oleh instansi atau kampus serta menggelar 'Fintech Days' hingga Desember 2019 di tujuh kota, yakni Makassar, Medan, Manado, Batam, Bali, Palembamg, dan Samarinda,” tutur Munawar.
Ditegaskan Pemimpin Redaksi Indopos Ariyanto, pinjol ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi, pinjol memudahkan masyarakat untuk meminjam uang. “Namun, di sisi lain, pinjol bisa menjebak nasabah. Bunga tinggi dan penagihan tidak manusiawi,” tutupnya.
(wbs)