Kebiasaan Bermain Game Perlukah Dibatasi Pemerintah?

Sabtu, 09 November 2019 - 06:27 WIB
Kebiasaan Bermain Game Perlukah Dibatasi Pemerintah?
Kebiasaan Bermain Game Perlukah Dibatasi Pemerintah?
A A A
JAKARTA - Kebiasaan bermain games pada anak-anak banyak dikeluhkan kalangan orangtua. Wajar karena aktivitas tersebut menyita waktu dan tak jarang melupakan kewajiban rutin seperti belajar.

Permainan games online di platform smartphone ini memang sedang digandrungi berbagai kalangan. Tak hanya anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa sekalipun. Apalagi games yang tersedia saat ini sangat mudah dimainkan karena lebih interaktif dan tersaji dalam berbagai genre.

Kondisi inilah yang membuat para penggemar games kecanduan. Akibatnya, belakangan terjadi beberapa kasus remaja yang terpaksa dibawa ke rumah sakit jiwa karena mengalami gangguan mental. Kondisi ini jelas cukup mengkhawatirkan bagi para orangtua. Apalagi, kini akses remaja terhadap gadget sangat mudah. Mereka bisa mendapatkan layanan games di mana saja tanpa diketahui orangtua.

Lalu, bagaimana agar anak-anak dan remaja kita tidak terus kecanduan bermain games? Perlukah ada pembatasan waktu mengakses permainan games online di gadget?

Merespons fakta semakin maraknya anak-anak dan remaja yang keranjingan games, China bergerak cepat. Tak ingin masyarakatnya dilanda ganguan kesehatan jiwa akibat games, Pemerintah Negeri Panda mengeluarkan aturan baru dengan menerapkan pembatasan jam bermain games terutama pada saat malam dan hari kerja.

Kantor Administrasi Publik dan Press Nasional China menyatakan, penanganan isu kecanduan games harus menjadi tanggung jawab bersama antara penyedia game online, lembaga pemerintah, dan orang tua.

Berdasarkan peraturan baru itu, gamers berusia di bawah 18 tahun akan dilarang bermain game online antara pukul 22.00 sampai 08.00 pada akhir pekan. Kelompok tersebut juga hanya diperbolehkan bermain game online maksimal selama 90 menit per hari pada hari sekolah dan 180 menit per hari pada hari libur.

Selain itu, Pemerintah China membatasi jumlah uang yang dapat digunakan untuk transaksi di dalam game online. Gamers berusia antara 8-16 tahun maksimal hanya dapat melakukan isi ulangsebesar 200 yuan (Rp401.000) per bulan, sedangkan usia 16-18 tahun sebesar 400 yuan (Rp802.000). Peraturan itu berlaku mulai pekan ini.

Pemerintah China mengatakan, peraturan itu ditujukan untuk melindungi kesehatan fisik dan mental anak-anak dan menciptakan ruang internet yang lebih luas. Otoritas setempat akan terus mengawasi penerapannya di lapangan dan memastikan pembuat game online menaati aturan itu.

“Kami juga akan bekerja sama dengan polisi untuk memasang sistem pendaftaran dengan menggunakan nama asli,” ungkap Administrasi Publikasi dan Press Nasional China, dikutip Xinhua. “Kami juga berharap perusahaan pembuat game online dapat mencocokan data pengguna dengan data base nasional,” tambah mereka.

Peraturan baru itu berlaku untuk game online di berbagai platform. Perusahaan yang akan terdampak dari peraturan itu ialah Tencent, produsen game terbesar kedua di dunia setelah Sony Computer Entertainment (SCE).

Peraturan itu merupakan langkah terbaru yang diambil Pemerintah China dalam mengantisipasi risiko akibat kecanduan game online. Pada tahun lalu, Beijing juga membatasi jumlah game online baru yang dapat memasuki pasar China guna mengurangi penyakit rabun jauh yang banyak menjangkit anak-anak dan remaja.

Pemerintah China juga pernah mengkritisi game mobile Honor of Kings yang sempat popular di China karena menyebabkan anak-anak kurang tidur dan makan. Keprihatinan ini tidak hanya meresahkan China, tapi juga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang memasukkan gaming disorder sebagai penyakit mental.

Lalu, bagaimanakah dengan di Indonesia? Pelaksana tugas Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Ferdinandus Setu menyatakan bahwa pemerintah telah mengatur klasifikasi usia permainan game melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11 Tahun 2016 tanggal 20 Juli 2016 tentang Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik. Adapun terkait aturan pembatasan waktu bermain game memang belum diatur.

“Terkait berapa jam anak bermain memang belum sampai ke situ,” ujar dia kepada KORAN SINDO, tadi malam.

Menurut dia, peraturan memang penting untuk diterapkan dalam batasan tertentu. Meski demikian, yang lebih utama adalah peran orang tua untuk mengatur bagaimana seorang anak mengakses game.

Dia menambahkan jika aturan bermain game diperlukan maka Kementerian Kominfo akan membahasnya bersama stakeholder dan lembaga terkait. “Nanti di situ akan ditindaklanjuti apakah perlu aturan seperti itu,” tandas dia.

Pengamat IT Heru Sutadi menilai, di Indonesia upaya pembatasan jam bermain games paling hanya bisa sebatas imbauan karena tidak ada aturan khusus. Selain itu, karena hanya bersifat imbauan tidak ada sanksi apa-apa untuk mereka yang kecanduan games.

Menurut dia, sebenarnya kunci utamanya dalam pembatasan jam bermain games ada di keluarga. "Tapi reportnya kan ada warnet untuk tempat main games. Belum lagi games online kini masuk bagian dari e-sport sehingga banyak yang beralasan ingin jadi atlet e-sport," kata Heru.

Anggota Komisi X DPR Prof Zainuddin Maliki mengatakan, pembuatan aturan berupa undang-undang atau aturan sejenis lainnya dalam membatasi penggunaan game bagi anak-anak bukan yang utama. Hal terpenting dilakukan, ujar Zainuddin, yakni bagaimana pendidikan di keluarga dan sekolah dalam mengarahkan anak-anak agar tidak kecanduan online game.

"Low enforcement itu langkah kedua. Pendidikan di sekolah saya kira, terutama di keluarga untuk bisa mengarahkan anak-anak kita di dalam bermain game itu kalau bisa dilakukan menjadi lebih baik. Tetapi kalau pendekatan lewat pendidikan juga kurang efektif maka low enforcement diperlukan berupa regulasi itu," tuturnya. (M Shamil/Kunthi Fahmar Sandy/Nanang Wijayanto/Abdul Rochim)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6699 seconds (0.1#10.140)