Cryptojacking Jadi Serangan Siber Paling Marak
A
A
A
JAKARTA - Cryptojacking menjadi jenis serangan siber yang paling marak terjadi sepanjang 2018. Jenis serangan ini diprediksi bakal terus berkembang pesat pada 2019 ini.
Cryptojacking sendiri merupakan sebuah aktivitas jahat yang membuat perangkat lain terinfeksi dengan tujuan menambang mata uang kripto (cryptocurrency)
Mengutip laporan tahunan Dimension Data yang berjudul Global Threat Inteliggence Report 2019, bahwa pada tahun lalu jumlah serangan cryptojacking mewakili sejumlah besar aktivitas serangan.
"Ini ternyata cara paling baru untuk mengakali cryptocurrency, dan itu akan tetap eksis di tahun 2019," ujar President Director Dimension Data, Hendra Lesmana di Jakarta, Selasa (18/6/2019).
Serangan berjenis cryptojacking sendiri dilaporkan mengalami peningkatan yang pesat tahun lalu. Serangan tersebut meningkat 459% pada 2018.
Lucunya, peningkatan yang besar tersebut justru terjadi pada cryptocurrency yang disebut-sebut tidak dapat diretas. Kendati demikian, Hendra mengatakan, meski cryptocurrency tidak dapat diretas tapi masih banyak cara yang bisa digunakan para penjahat siber untuk meluncurkan malware ke dalam sistem.
Lebih lanjut, ungkap Hendra, sektor yang paling sering diserang adalah teknologi dan edukasi. Tercatat, dibanding 2017, serangan cryptojacking dengan memanfaatkan kelemahan siber di sektor teknologi meningkat 46% dan pada edukasi meningkat 40%.
"Kenapa malware di sektor edukasi meningkat? Karena banyak lembaga edukasi yang belum sadar kalau mereka menjadi target. Terutama lab komputer di sekolah. Itu bisa menjadi sumber gratisan bagi para pelaku cryptojacking," jelasnya.
Adapun gejala umum pada komputer yang terkena serangan cryptojacking yakni terjadi perlambatan pada sistem. Selain itu perangkat mendadak panas dan mempunyai umur yang pendek.
Cryptojacking sendiri merupakan sebuah aktivitas jahat yang membuat perangkat lain terinfeksi dengan tujuan menambang mata uang kripto (cryptocurrency)
Mengutip laporan tahunan Dimension Data yang berjudul Global Threat Inteliggence Report 2019, bahwa pada tahun lalu jumlah serangan cryptojacking mewakili sejumlah besar aktivitas serangan.
"Ini ternyata cara paling baru untuk mengakali cryptocurrency, dan itu akan tetap eksis di tahun 2019," ujar President Director Dimension Data, Hendra Lesmana di Jakarta, Selasa (18/6/2019).
Serangan berjenis cryptojacking sendiri dilaporkan mengalami peningkatan yang pesat tahun lalu. Serangan tersebut meningkat 459% pada 2018.
Lucunya, peningkatan yang besar tersebut justru terjadi pada cryptocurrency yang disebut-sebut tidak dapat diretas. Kendati demikian, Hendra mengatakan, meski cryptocurrency tidak dapat diretas tapi masih banyak cara yang bisa digunakan para penjahat siber untuk meluncurkan malware ke dalam sistem.
Lebih lanjut, ungkap Hendra, sektor yang paling sering diserang adalah teknologi dan edukasi. Tercatat, dibanding 2017, serangan cryptojacking dengan memanfaatkan kelemahan siber di sektor teknologi meningkat 46% dan pada edukasi meningkat 40%.
"Kenapa malware di sektor edukasi meningkat? Karena banyak lembaga edukasi yang belum sadar kalau mereka menjadi target. Terutama lab komputer di sekolah. Itu bisa menjadi sumber gratisan bagi para pelaku cryptojacking," jelasnya.
Adapun gejala umum pada komputer yang terkena serangan cryptojacking yakni terjadi perlambatan pada sistem. Selain itu perangkat mendadak panas dan mempunyai umur yang pendek.
(wbs)