50 Persen Pengguna Ojol Sensitif Soal Kenaikan Tarif
A
A
A
JAKARTA - Bagi para pengguna ojek online (ojol), penyesuaian tarif menjadi salah satu isu yang sensitif. Apalagi bagi pengguna yang pendapatannya menegah ke bawah.
Hal tersebut disampaikan oleh Peneliti sekaligus Dosen di Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, bahwa akan ada efek lanjutan dari wacana kenaikan tarif ojol.
Selain itu dari hasil riset yang ia kerjakan, 50% lebih para pengguna ojol berasal dari kalangan dengan pendapatan menengah ke bawah.
"Yang jelas akan ada efek lanjutannya, kalau kita lihat hasil riset 50% pendapatannya menengah ke bawah. Pendapatan menengah ke bawah sangat sensitif terhadap harga," jelasnya di Jakarta, Senin (11/2/2019).
Lebih lanjut ia mengungkap bahwa para pengguna itu akan beralih dari layanan ojol. "Kalau begitu mereka akan beralih, entah mengurangi trip atau mengurangi aktifitas ekonominya dan lain-lain. Sehingga secara umum juga akan bermasalah pada kinerja ekonomi kita juga," tambahnya.
Sekedar informasi, Research Institute of Economic Development (RISED) baru saja mengeluarkan hasil survei mereka. Survei tersebut berdasarkan 2001 responden pengguna ojol.
Dari 2001 tersebut dibagi kedalam tiga kelompok. Hasilnya 50% mengarah kepada kelompok dengan pendapatan rendah Rp 2 juta kebawah. Sedangkan 40% adalah kelompok pendapatan Rp 2-7 juta. Kelompok pendapatan tertinggi diatas Rp 7 juta perbulan hanya memiliki porsi 10%.
Hal tersebut disampaikan oleh Peneliti sekaligus Dosen di Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, bahwa akan ada efek lanjutan dari wacana kenaikan tarif ojol.
Selain itu dari hasil riset yang ia kerjakan, 50% lebih para pengguna ojol berasal dari kalangan dengan pendapatan menengah ke bawah.
"Yang jelas akan ada efek lanjutannya, kalau kita lihat hasil riset 50% pendapatannya menengah ke bawah. Pendapatan menengah ke bawah sangat sensitif terhadap harga," jelasnya di Jakarta, Senin (11/2/2019).
Lebih lanjut ia mengungkap bahwa para pengguna itu akan beralih dari layanan ojol. "Kalau begitu mereka akan beralih, entah mengurangi trip atau mengurangi aktifitas ekonominya dan lain-lain. Sehingga secara umum juga akan bermasalah pada kinerja ekonomi kita juga," tambahnya.
Sekedar informasi, Research Institute of Economic Development (RISED) baru saja mengeluarkan hasil survei mereka. Survei tersebut berdasarkan 2001 responden pengguna ojol.
Dari 2001 tersebut dibagi kedalam tiga kelompok. Hasilnya 50% mengarah kepada kelompok dengan pendapatan rendah Rp 2 juta kebawah. Sedangkan 40% adalah kelompok pendapatan Rp 2-7 juta. Kelompok pendapatan tertinggi diatas Rp 7 juta perbulan hanya memiliki porsi 10%.
(wbs)